Senin, April 29, 2024
BerandaBisnisPemerintah Indonesia Belum Berencana Revisi Permendag Terkait Pengaturan Impor: Mengapa Kebijakan Stabil?

Pemerintah Indonesia Belum Berencana Revisi Permendag Terkait Pengaturan Impor: Mengapa Kebijakan Stabil?

- Advertisement -

Suratsuara.com – Pada bulan-bulan terakhir, perbincangan seputar regulasi impor di Indonesia telah menjadi sorotan utama. Salah satu peraturan yang tengah diperbincangkan adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang mengatur pengelolaan impor. Meskipun ada tekanan dari beberapa pihak untuk merevisi peraturan ini, pemerintah Indonesia tetap teguh pada keputusannya untuk tidak melakukan revisi pada saat ini.

Permendag tentang pengaturan impor, yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan, telah menjadi topik hangat di kalangan pengusaha, pelaku usaha, dan masyarakat umum. Peraturan ini memiliki dampak yang signifikan pada berbagai sektor ekonomi, termasuk pertanian, industri, dan perdagangan. Namun, keputusan pemerintah untuk menunda revisi Permendag ini bukanlah tanpa alasan yang kuat.

Salah satu alasan utama yang disampaikan oleh pemerintah adalah stabilitas ekonomi. Dalam situasi ekonomi global yang belum menentu, langkah-langkah yang konsisten dan stabil diperlukan untuk menjaga keamanan ekonomi dalam negeri. Dengan mempertahankan kebijakan yang ada, pemerintah berharap dapat memberikan kepastian kepada para pelaku usaha dan investor dalam menghadapi tantangan ekonomi yang mungkin timbul.

Selain itu, pemerintah juga menekankan pentingnya melindungi produsen lokal. Dengan menjaga aturan impor yang ketat, pemerintah bertujuan untuk memberikan peluang yang adil bagi produsen dalam negeri untuk berkembang. Langkah ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan sektor industri dalam negeri dan menciptakan lapangan kerja baru.

Namun demikian, keputusan untuk tidak merevisi Permendag ini juga menimbulkan berbagai tanggapan dari berbagai pihak. Sejumlah kalangan mengkritik kebijakan ini, menyatakan bahwa aturan yang terlalu ketat dapat menghambat akses terhadap barang-barang yang diperlukan dan meningkatkan biaya produksi bagi pelaku usaha.

Di tengah-tengah perdebatan ini, penting bagi pemerintah untuk tetap memperhatikan berbagai masukan dan kebutuhan dari berbagai sektor. Meskipun kebijakan stabil memiliki manfaatnya sendiri, mengakomodasi kebutuhan dan aspirasi dari berbagai pihak juga merupakan langkah yang penting dalam membangun iklim ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Dalam menghadapi tantangan global dan domestik, pemerintah Indonesia diharapkan tetap mengambil langkah-langkah yang bijaksana dan berimbang dalam mengelola kebijakan impor. Meskipun revisi Permendag mungkin tidak terjadi saat ini, dialog terbuka dan konstruktif antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat perlu terus dilakukan untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan bagi semua pihak. Hanya dengan demikian, Indonesia dapat melangkah maju menuju pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyatakan, pihaknya belum berencana merevisi Permendag 36 Tahun 2023 Tahun 2023 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

- Advertisement -

Hal itu menyusul adanya permintaan dari Gabungan produsen kemasan fleksibel bahan utama kemasan produk makanan, minuman dan produk-produk konsumer lainnya atau Asosiasi Biaxially Oriented Films Indonesia (ABOFI) yang meminta agar pemerintah mau merevisi Permendag Nomor 36 Tahun 2023.

Zulhas mengatakan, aturan itu justru sudah sangat mempermudah masyarakat yang ingin bepergian sekaligus tetap melindungi produk dalam negeri dari datangnya produk-produk dari luar negeri.

“Enggak ada (revisi), kalau kita belanja ke luar negeri ya pulangnya bayar pajak dong. Justru sekarang itu pemerintah memberi kelonggaran kalau dulu berapapun yang dibeli bayar pajaknya, kalau sekarang kan dikasih bonus 2 pasang enggak usah bayar pajak, sepatu, handphone ada tas,” ujarnya di Bogor, Kamis (28/3/2024).

“Kalau belinya banyak yah bayar pajak, apalagi kalau buat dagang lagi masa tidak bayar pajak,” sambungnya.

- Advertisement -

Bahkan, kata Zulhas, prosedur yang dilakukan Bea Cukai dengan membongkar koper di bandara, masih tergolong paling longgar jika dibandingkan aturan di negara lain. Coba kalau kita kemana-mana, ke Arab Saudi, Amerika, Jepang, Korea, pencariannya lebih parah lagi, kata Zulhas.

Sebelumnya, Gabungan produsen kemasan fleksibel bahan utama kemasan produk makanan, minuman dan produk-produk konsumer lainnya atau Asosiasi Biaxially Oriented Films Indonesia (ABOFI) menilai, upaya pemerintah melalui peraturan menteri perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan impor perlu direvisi dan diperluas.

Ketua ABOFI Santoso Samudra mengatakan, Permendag Nomor 36 tahun 203 perlu diperkuat dan diperluas agar menjangkau industri hilir. sebab, industri hilir kemasan fleksibel saat ini mengalami tekanan luar biasa dari produk impor dengan harga dumping.

Agar dapat bertahan, perlu ditingkatkan status larangan dan pembatasan atau Lartas pada Permendag No 36/2023 dari Lartas LS (Laporan Surveyor) menjadi Lartas LS (Laporan Surveyor) dan PI (Persetujuan Impor).

Selain itu, perlu juga adanya pemberlakuan (Bea Masuk Anti Dumping) terhadap produk-produk impor yang masuk dan sudah terbukti menggunakan harga dumping sesuai hasil penyelidikan Komite Anti Dumping Indonesia.

“Kebijakan itu adalah upaya untuk memprioritaskan komoditas produksi dalam negeri untuk meningkatkan nilai tambah melalui hilirisasi dan rencana ekspansi industri dalam negeri pada tahun mendatang menuju Indonesia emas,” kata Santoso di Jakarta, Kamis (22/2/2024).

- Advertisement -
Advertisement
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Tetap Terhubung

199,856FansSuka
215,976PengikutMengikuti
152,458PengikutMengikuti
284,453PelangganBerlangganan

Most Popular

Recent Comments