Petahana Kuat, Calon Penantang Menciut
Dominasi petahana kepala daerah dalam Pilkada 2024 menjadi faktor penentu jumlah calon penantang. Kekuatan elektabilitas petahana yang tinggi berpotensi membuat persaingan pilkada sepi atau berakhir menjadi calon tunggal.
“Semakin kuat petahana, semakin sedikit penantang yang berani melawan,” papar Aditya Perdana, Dosen Ilmu Politik FISIP UI, di Depok, Jawa Barat, Minggu (26/2).
Tidak seperti koalisi Pilpres 2024, pembentukan koalisi pilkada bersifat cair dan tidak mengikuti pola di pusat. Kekuatan legislatif di daerah berbeda dengan nasional, sehingga setiap partai politik berpeluang membangun koalisi dengan siapa pun.
Selain itu, pengaruh tokoh lokal juga memainkan peran penting dalam pencalonan. Tokoh agama, adat, dan pebisnis kuat dapat memengaruhi keputusan elite politik lokal dan nasional dalam menentukan dukungan koalisi.
Di Pulau Jawa, Khofifah Indar Parawansa diperkirakan menjadi petahana kuat di Jawa Timur. Kemungkinan besar, sebagian besar partai politik akan bergabung dalam koalisi pendukung Khofifah.
“Sementara itu, provinsi lain seperti Banten, Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah diperkirakan akan lebih kompetitif karena tidak ada petahana yang dominan secara politik,” imbuh Aditya.
Namun, jika Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan ikut serta dalam Pilkada, persaingan akan semakin sengit.
Meski begitu, semua peserta pilkada harus mewaspadai pejabat kepala daerah. Meskipun regulasi melarang pejabat berpihak dan mewajibkan mereka mundur jika mencalonkan diri, mereka berpotensi meramaikan kontestasi jika mampu menarik dukungan masyarakat.
“Inilah dilema yang dihadapi pejabat sementara dan elite partai politik yang ingin mencalonkan pejabat tersebut,” ungkap Aditya.
Di satu sisi, pejabat sementara yang berkinerja baik dapat memajukan daerah mereka. Namun, di sisi lain, ada batasan regulasi dan kewajiban kepada pemerintah pusat untuk menyelesaikan sisa masa jabatan sementara.