Suratsuara.com – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyatakan, ada instrumen hukum yang sengaja menargetkan dirinya. Ia pun menyebut kasus Harun Masiku.
“Kasus Harun Masiku itu sebenarnya adalah upaya untuk mencari kelemahan-kelemahan saya sebagai Sekjen , dan di dalam upaya untuk menggunakan instrumen hukum di dalam menarget saya,” kata Hasto dalam wawancara khusus bersama Liputan6 SCTV, dikutip Minggu (17/3/2024).
Menurut Hasto, pada persidangan terbukti ia tak terlibat kasus Harun Masiku, namun kasus itu terus diupayakan terus agar dikaitkan dengannya.
“Tapi itu diupayakan untuk mengunci saya agar tidak bersikap kritis terhadap pemilu,” kata dia
“Untuk mengunci (betul), di pengadilan saya sudah jelaskan terkait hal terkait Harun Masiku dan tidak ditemukan suatu fakta yang berkaitan dengan saya,” sambung Hasto Kristiyanto.
Menurut Hasto, kasus Harun Masiku makin dikaitkan dengan dirinya sejak ia mengkritisi kecurangan Pemilu dan juga Presiden Joko Widodo.
“Sekarang ketika saya mempersoalkan kecurangan pemilu, mengkritisi Pak Jokowi, ketika parpol yang bersama gerbong Prabowo-Gibran, tiba-tiba selalu dimunculkan selalu Harun Masiku seolah-olah dikaitkan dengan saya padahal tidak ada kaitannya,” pungkasnya.
Harun Masiku ditetapkan menjadi buron KPK dalam kasus dugaan suap pergantian anggota DPR RI melalui metode pengganti antar waktu (PAW). Harun menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan agar terpilih menjadi anggota DPR RI periode 2019-2024.
Namun saat operasi tangkap tangan (OTT) pada awal Januari 2020, Harun Masiku kabur. Kemudian pada akhir Januari 2020, KPK memasukkan nama Harun Masiku sebagai buron.
Tak hanya itu, Harun Masiku juga menjadi buronan internasional setelah masuk dalam daftar red notice Interpol pada pertengahan 2021.
Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menolak seluruh gugatan yang dilayangkan oleh koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi(MAKI)untuk menggelar sidang in absentia kasus suapHarun Masikuatas Pergantian Antar Waktu (PAW) Periode 2019-2024.
Penolakan tersebut dibacakan oleh hakim tunggal, Abu Hanifah dalam sidang putusanpraperadilanMAKI melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Menolak permohonan praperadilan untuk seluruhnya,” kata Abu dalam putusannya yang dibacakan di ruang sidang PN Jakarta Selatan, Rabu (21/2/2024).
Hakim lebih memilih untuk mengabulkan eksepsi yang diajukan oleh KPK yang pada intinya mengatakan sidang in absentia tidak dapat diselenggarakan. Alhasil, harus menunggu Harun ditangkap terlebih dahulu.
Di eksepsi Komisi Antirasuah itu juga sempat melampirkan surat red notice dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Harun Masiku. Surat tersebutpun tidak dapat diberikan kepada pihak ketiga selain jaksa, terlapor dan pelapor.
Selanjutnya, KPK juga menegaskan surat Red Notice Harun tidak dapat diperlihatkan di dalam sidang, dengan alasan sudah masuk ke dalam materi pokok praperadilan. Hal itu mendasar dengan Peraturan Perundang-undangan Pasal 109 ayat 1 KUHAP jo Putusan Mahkamah Konstitusi No 130/PUUIII/2015.
Adapun perihal untuk sidang in absentia, kata hakim bukan bagian dari tanahnya untuk menentukan hal tersebut.
“Permintaan pemohon menyidangkan Harun secara in absentia bukan lingkup pengadilan praperadilan,” kata hakim Abu.
Dalam gugatan yang dilayangkan oleh koordinator MAKI, Boyamin saiman meminta kepada hakim untuk penyidikan Harun Masiku dalam kasus suap Pergantian Antar Waktu (PAW) DPR RI periode 2019-2024 dilimpahkan kepada Jaksa.
Ia juga meminta agar kasus itu secara digelar secara in absentia atau tanpa kehadiran Harun.
Ia juga menuding pihak KPK telah melakukan penghentian penyidikan secara tidak sah dengan tidak melimpahkan berkas perkara penyidikan Harun Masiku dalam kasus suap Pergantian Antar Waktu (PAW) DPR RI periode 2019-2024, kepada jaksa penuntut umum (JPU) pada Termohon.
Masyarakat Koalisi Anti Korupsi(MAKI)mengkritisi penanganan kasus korupsi Harun Masikuterkaitsuap Pergantian Antar Waktu (PAW) DPR RI periode 2019-2024 yang tidak kunjung ada perkembangan pada era pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK)Nawawi Pomalongo.
Padahal, pengungkapan kasusHarun Masikusempat jadi prioritas KPK setelah pergantian ketua dari Firli Bahuri.
Kalau tak kita ramaikan terus lama-lama akan lupa, pak Nawawi Pomalongo, Ketua Sementara mengatakan sehabis dilantik itu akan mengejar Harun Masiku. Ternyata hanya omong doang karena kemarin buktinya tak ada, yang di tandatangani segala hal berkaitan penangkapan, pengejaran, atau penyitaan itu masih di tandatangani pak Firli malah,” kata koordinator MAKI, Boyamin Saiman di PN Jakarta Selatan, Rabu (21/2/2024).
Kasus Harun yang jalan ditempat selama kurang lebih 6 tahun dikhawatirkannya akan lolos. Terlebih lagi kasus tersebut memiliki batas waktu hingga 12 tahun.
Boyamin pun berinisiatif untuk menggugat lembaga antirasuah itu yang tidak kunjung mengungkapkan kasus agar segera menyelidiki dan digelar secara in absentia.
Disaat yang bersamaan dalam gugatannya, MAKI ingin mengaudit kinerja KPK yang belakangan dianggap bobrok.
“Jadi ini sebenernya sarana mengaudit kinerja dari KPK di hadapan hakim, hakim yang jadi wasit,” jelasnya.
Boyamin juga menyoroti tidak ada bukti sama sekali mengenai pengusutan kasus Harun. Baik bukti dokumen hingga penyitaan hanya ada sewaktu era Firli Bahuri dan telah di tandatangani, bukan di Nawawi.
Ia bahkan ragu akan pengejaran Harun yang dilakukan oleh penyidik KPK mulai dari Malaysia hingga Filipina
“Red notice segala macam belum kita akses, lalu tak ada buktinya (anggota KPK mencari Harun ke luar negeri) di Pengadilan, katanya mengaku nengejar ke Filipina, ke Malaysia,” beber dia.
“Saya sementara ini mohon maaf tak percaya KPK melakukan sesuatu dengan serius, opini saya hanya omong doang untuk konsumsi publik bahwa seakan-akan bekerja,” sambungnya.