Suratsuara.com – Hong Kong telah menjadi pusat perhatian dunia setelah melaporkan kasus infeksi virus B yang pertama pada manusia. Penemuan ini menimbulkan kekhawatiran global tentang potensi penyebaran dan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat. Namun, pertanyaan yang muncul di benak banyak orang adalah: apakah Indonesia bisa menjadi tujuan berikutnya bagi virus tersebut?
Kasus pertama infeksi virus B pada manusia di Hong Kong menciptakan kekhawatiran serius di kalangan ahli kesehatan global. Virus B, yang berasal dari keluarga virus yang sama dengan virus A dan virus C, telah memunculkan berbagai spekulasi tentang sumber dan cara penularannya. Sejauh ini, belum ada kejelasan tentang asal usul virus ini, meskipun penelitian intensif masih terus dilakukan.
Meskipun jarak geografis antara Hong Kong dan Indonesia cukup jauh, risiko penyebaran virus tersebut ke negara-negara lain tetap ada. Hal ini terutama karena kemajuan pesat dalam perjalanan internasional dan konektivitas global yang tinggi. Indonesia, dengan populasi yang besar dan hubungan yang kuat dengan negara-negara tetangga, menjadi salah satu tempat yang potensial untuk penyebaran virus tersebut.
Namun, ada langkah-langkah konkret yang dapat diambil untuk mencegah kemungkinan virus B masuk ke Indonesia. Pertama, pemerintah harus memperketat pengawasan di pintu masuk negara, seperti bandara dan pelabuhan, dengan melakukan pemeriksaan kesehatan yang ketat terhadap semua kedatangan internasional. Selain itu, edukasi masyarakat tentang pentingnya praktik kebersihan yang baik dan langkah-langkah pencegahan infeksi dapat membantu mengurangi risiko penyebaran virus tersebut.
Selain itu, pemerintah perlu meningkatkan kesiapan sistem kesehatan dalam menangani potensi kasus infeksi virus B. Hal ini mencakup peningkatan kapasitas laboratorium untuk deteksi virus, persiapan fasilitas perawatan kesehatan untuk menangani pasien yang terinfeksi, serta pelatihan tenaga medis dalam menghadapi situasi darurat kesehatan masyarakat.
Tentu saja, kolaborasi antar negara dalam pertukaran informasi dan sumber daya sangat penting dalam menghadapi ancaman kesehatan global seperti virus B ini. Indonesia harus aktif berpartisipasi dalam forum internasional untuk berbagi pengalaman dan praktik terbaik dalam menangani pandemi potensial.
Dalam situasi yang penuh ketidakpastian ini, kewaspadaan dan langkah-langkah pencegahan yang tepat merupakan kunci untuk melindungi masyarakat dari ancaman virus B dan ancaman kesehatan global lainnya. Meskipun masuknya virus B ke Indonesia masih merupakan kemungkinan, dengan tindakan yang tepat dan kerja sama yang solid, kita dapat meminimalkan risiko dan melindungi kesehatan dan keselamatan masyarakat.
Belum lama ini Hong Kong dihebohkan dengan temuan kasus pertama infeksi virus B pada manusia. Seorang pasien 37 terinfeksi virus B atau virus herpes simiae setelah mengalami luka akibat kontak dengan seekor monyet liar saat berkunjung ke Kam Shan Country Park pada akhir Februari.
Akibat kejadian tersebut, pada 21 Maret pasien dilarikan ke ICU Rumah Sakit Yan Chai setelah mengalami gejala demam dan penurunan tingkat kesadaran. Pasien pada saat ini ada di dalam kondisi kritis.
Berkaitan soal virus B, Pakar epidemiologi Universitas Griffith Australia Dicky Budiman berkata virus tersebut memang memiliki efek yang fatal pada manusia. Data yang ada pada saat ini menunjukkan 80 persen orang yang terinfeksi virus ini berakhir dengan kematian.
“Kalau ada 10 orang terinfeksi, setidaknya 8 orang meninggal. Case fatality rate-nya saat ini di data 80 persenan. Mau itu dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) atau Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Artinya ini kasus-kasus yang banyak terjadi karena tidak terdeteksi,” jelas Dicky ketika berbincang dengan detikcom, Sabtu (6/4/2024).
Dicky menuturkan kurang cepatnya kemampuan deteksi pada penyakit ini yang menjadi pemicu tingginya kasus kematian akibat virus B. Keterlambatan penanganan menyebabkan virus menyerang otak hingga meningkatkan risiko fatalitas.
Walaupun begitu, Dicky menyebutkan bahwa masyarakat Indonesia tidak perlu khawatir berlebihan terkait keberadaan virus B. Ia juga mengaitkan hal ini dengan perbedaan jenis kera yang ada di Indonesia dan yang ada di Hong Kong.
“Kalau bicara potensi penyebaran virus B di Indonesia kecil sekali kemungkinannya sejauh ini. Karena ini bicara juga pada kera jenis kera yang memang hidup di suhu yang subtropis atau cenderung seperti di Eropa, Jepang, Korea, China termasuk Hong Kong ini kan hampir sama ya,” jelasnya.
“Jadi ini bicara reservoirnya di mana virus bisa hidup di binatang itu, tapi binatang itu nggak sakit kan di kera ini ya,” sambung Dicky.
Dicky menekankan virus B bukanlah ancaman untuk Indonesia apalagi sebagai pandemi, terlebih penularan antar manusia masih sangat langka ditemukan. Namun, ia mengingatkan bahwa setiap pihak harus tetap menjaga dan memperhatikan perkembangannya agar permasalahan kesehatan masyarakat bisa dicegah.
“Penularan antar manusia ini (virus B) masih sangat jarang. Bahkan sejauh ini dunia hanya menemukan satu kasus antar manusia,” tandasnya.