Suratsuara.com – Pada bulan-bulan terakhir, pembicaraan seputar revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) telah menarik perhatian publik. Namun, Ketua DPR RI, Puan Maharani, dengan tegas menegaskan bahwa tidak ada pembahasan revisi UU MD3 yang akan dilakukan di DPR. Pernyataan tersebut menegaskan komitmen Puan Maharani terhadap kebijakan yang telah dijalankan, dan memberikan kejelasan bagi publik terkait arah legislasi di Indonesia.
Dalam konteks politik Indonesia, UU MD3 adalah peraturan yang mengatur mengenai tata tertib MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Sejak awal diberlakukan, undang-undang ini telah menjadi pusat perdebatan dan kontroversi, khususnya dalam hal pasal-pasal yang dianggap membatasi hak anggota legislatif untuk menyuarakan pendapat dan bertindak secara independen.
Namun, meskipun ada desakan dari berbagai pihak untuk merevisi UU MD3, Puan Maharani menekankan bahwa saat ini tidak ada rencana untuk melakukan perubahan terhadap undang-undang tersebut. Pernyataannya ini mencerminkan komitmen DPR untuk memperkuat demokrasi dan kebebasan berpendapat dalam konteks sistem legislatif yang ada saat ini.
Pengumuman Puan Maharani disambut dengan beragam tanggapan dari berbagai pihak. Sebagian besar mendukung keputusan tersebut, sementara sebagian lainnya tetap mempertahankan pandangan bahwa revisi UU MD3 masih diperlukan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada.
Dalam menjalankan tugasnya sebagai Ketua DPR, Puan Maharani juga menyoroti pentingnya dialog dan komunikasi antara semua pihak terkait untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan semua pihak. Hal ini menunjukkan pendekatan inklusif dan proaktif dalam menangani isu-isu penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Perkembangan ini juga menunjukkan bahwa proses legislasi di Indonesia terus berjalan sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan. Kejelasan yang disampaikan oleh Puan Maharani memberikan arah yang jelas bagi kinerja DPR dalam menjalankan tugasnya sebagai lembaga perwakilan rakyat.
Dengan demikian, meskipun ada perbedaan pendapat dalam hal UU MD3, keputusan untuk tidak merevisi undang-undang tersebut diambil setelah pertimbangan matang dan memperhatikan berbagai aspek yang terkait. Ini menegaskan komitmen untuk menghormati proses demokrasi dan aturan yang berlaku, serta menunjukkan kematangan dalam menjalankan sistem politik Indonesia.
Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan, tidak ada pembahasan mengenai revisi undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) untuk mengubah aturan ketua DPR mendatang.
“Enggak ada itu (pembahasan revisi UU MD3)” kata Puan, saat konferensi pers di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (4/4/2024).
Namun, Puan enggan menjelaskan secara detail saat dipertegas mengenai revisi UU MD3 yang saat ini sudah masuk dalam daftar prolegnas prioritas.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan, tidak akan ada revisi UU MD3 untuk mengubah aturan posisi ketua DPR RI hingga periode 2019-2024 selesai.
“Setelah saya cek barusan pada Ketua Baleg bahwa itu karena existing saja. Sehingga bisa dilakukan mayoritas kita sepakat partai di parlemen untuk tidak melakukan revisi UU MD3 sampai dengan akhir periode jabatan anggota DPR saat ini,” kata Dasco di Gedung Nusantara III DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (4/4/2024).
Saat ditanya, apakah berpeluang untuk dibahas saat periode selanjutnya, Dasco tak menjawab secara rinci.
“Kalau terbaru kita akan lihat urgensinya setelah penetapan pimpinan dan lain-lainnya,” ucap dia.
Wakil Ketua Badan Legislasi(Baleg) DPRRI Achmad Baidowi alias Awiek merespons kabar revisi UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2024.
Dia mengakui revisiUU MD3memang sudah masuk Prolegnas prioritas 2023-2024 yang ditetapkan pada tahun lalu. Meski masuk Prolegnas prioritas, namun Awiek menegaskan belum tentu seluruh undang-undang itu akan dibahas.
“Prolegnas prioritas itu banyak ada 47, tiap tahun ngapain dihapus biasa saja Prolegnas prioritas, tetapi Prolegnas prioritas tidak harus dibahas,” kata Awiek saat dikonfirmasi, Rabu (3/4/2024).
Awiek memastikan, tidak ada rencana membahas revisi UU MD3. Apalagi saat ini DPR sudah memasuki masa reses.
“Tapi bisa dibahas sewaktu-waktu sampai hari ini tidak ada pembahasan UU MD3 di Baleg karena besok sudah reses,” tegas dia.
Saat ini juga belum ada dinamika politik di DPR yang mendorong pembahasan revisi UU MD3. Di Baleg tidak ada pembicaraan untuk merevisi UU MD3.
“Sampai hari ini tidak ada pembahasan UU MD3 di Baleg dan tidak ada pembicaraan ke arah sana,” imbuh Awiek.
Sementara itu, Waki Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi alias Awiek menegaskan, masuknya revisi MD3 bukan karena isu tarik-menarik kursi ketua DPR RI. Diketahui, dalam UU MD3 saat ini, yang menjadi ketua DPR adalah partai dengan kursi terbanyak.
Awiek mengatakan, revisi UU MD3 sudah masuk Prolegnas prioritas sejak tahun 2019 dan selalu muncul setiap tahun.
“Jadi RUU MD3 masuk prioritas itu sejak 2019. Setiap tahun selalu muncul di RUU prioritas. Enggak ada kaitannya dengan yang sekarang yang lagi ramai-ramai,” kata Awiek, saat dikonfirmasi, Rabu (3/4/2024).
Dia mengatakan, masuknya UU MD3 dalam Prolegnas prioritas bukan untuk kepentingan siapapun.
“Ya tidak untuk kepentingan siapa-siapa. Kenapa yang RUU 47 yang prioritas itu tidak ditanya kepentingannya juga. Kan sama saja sebenarnya itu,” tegas dia.
Lebih lanjut, Awiek menekankan Baleg DPR juga tidak ada rencana membahas revisi UU MD3. Undangan-undangan yang masuk Prolegnas prioritas juga belum tentu dibahas.
Dia pun membantah, revisi UU MD3 ini mandek di Baleg. Karena sama sekali belum ada pembahasannya di DPR.
“Jadi tidak ada yang mandek kan sama statusnya dengan 46 RUU prioritas yang lainnya itu, Banyak juga yang tidak diusulkan tidak dimulai pembahasan. Tidak dikatakan mandek karena apa, ya karena belum pernah dilakukan mulainya pembahasan belum pernah dilakukan baru hanya masuk daftar RUU Prolegnas prioritas,” imbuh Awiek.