Suratsuara.com – Indeks dolar Amerika Serikat atau USD menguat di awal pekan pada Senin, 18 Maret 2024.
Penguatan USD menyusul data inflasi AS yang kuat pekan lalu, yang membuat para pedagang waspada terhadap sentimen hawkish dari The Fed, sementara data upah yang positif dan inflasi yang tinggi memicu spekulasi massal mengenai apakah BOJ akan mengakhiri kebijakan ultra-longgarnya pada minggu ini.
“Pertemuan Fed menunggu isyarat penurunan suku bunga lebih lanjut Indeks dolar dan indeks dolar berjangka sedikit bergerak di perdagangan Asia pada hari Senin, stabil di dekat level tertinggi dua minggu dengan fokus pada kesimpulan pertemuan dua hari Fed pada hari Rabu,” demikian paparan Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi dalam catatan yang dikutip Senin (18/3/2024).
Setiap sinyal mengenai rencana penurunan suku bunga pada tahun 2024 akan diawasi dengan ketat, hal ini meskipun The Fed diperkirakan akan mempertahankan suku bunganya tidak berubah.
“Namun bank sentral juga mungkin akan mengambil tindakan yang lebih hawkish daripada yang diharapkan pasar, terutama karena data terbaru menunjukkan inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan pada bulan Februari,” ungkap Ibrahim.
Kemudian, spekulasi berakhirnya kebijakan suku bunga negatif dan pengendalian kurva imbal hasil Bank of Japan (BOJ).
BOJ memulai pertemuan dua harinya pada hari Senin ini (18/4), dan keputusan yang ditunggu-tunggu akan dirilis pada hari Selasa besok (19/3).
Di sisi lain, para analis masih belum sepakat mengenai apakah bank sentral akan menaikkan suku bunga di bulan ini atau April mendatang, dengan konsensus umum sedikit condong ke arah kenaikan suku bunga pada bulan April.
“BOJ diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 20 basis poin menjadi 0,1 persen dari negatif 0,1 persen,” imbuhnya.
Rupiah Kembali Melemah pada Senin, 18 Maret 2024
Rupiah kembali ditutup melemah 91 point dalam perdagangan sore ini, walaupun sebelumnya sempat melemah 95 point dilevel 15.690 dari penutupan sebelumnya di level 15.599.
“Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang 15.680 – 15.760,” demikian prediksi Ibrahim.
Surplusneraca perdagangan Indonesia diperkirakan berpotensi terus menyempit sepanjang tahun ini, Ibrahim mengungkapkan.
Catatan Badan Pusat Statistik(BPS) menunjukkan, surplus neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2024 mencapai USD 870 juta, lebih rendah dari bulan sebelumnya sebesar USD 2,02 miliar.
“Surplus yang berlanjut hingga Februari 2024 bukanlah kondisi yang sehat. Hal ini tercermin dari penurunan pertumbuhan ekspor yang lebih besar dibandingkan dengan impor. Tercatat, ekspor Februari 2024 turun sebesar 5,79 persen, sementara impor turun 0,29 persen secara bulanan,” kata Ibrahim.
Lebih lanjut, surplus perdagangan pada Januari dan Februari 2024 yang hanya mencapai USD 2,87 miliar secara kumulatif, juga lebih rendah dari periode yang sama pada 2023, berpotensi menurunkan neraca transaksi berjalan di kuartal pertama 2024.
“Surplus perdagangan diperkirakan masih akan berlanjut, tetapi cenderung menyempit pada 2024. Penurunan permintaan baik di dalam maupun di luar negeri berpotensi semakin menekan kinerja perdagangan,” ungkapnya.
Oleh karena itu, menurut Ibrahim, menjaga konsumsi di dalam negeri perlu terus diupayakan agar perusahaan masih bisa berproduksi.
Di sisi lain, transaksi berjalan juga dipengaruhi oleh pendapatan primer, bukan hanya karena aktivitas perdagangan, yang dipengaruhi oleh aktivitas arus investasi portofolio, investasi langsung dan lainnya.
Sementara itu, baik neraca jasa maupun neraca pendapatan primer selama 15 tahun selalu mencatatkan defisit dan menekan kinerja transaksi berjalan. Oleh karena itu, jika neraca perdagangan barang tidak mengalami surplus yang tinggi, maka akan sulit bagi transaksi berjalan Indonesia untuk mencatatkan surplus, tambahnya.