Pemilu 2024: Akademisi dan Pakar Serukan Penilaian Komprehensif Demi Demokrasi yang Adil
Jakarta – Rapat akbar akademisi dan pakar dari beragam disiplin ilmu menyuarakan pandangan kritis mereka tentang penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dalam forum bertajuk “Sidang Pendapat Rakyat untuk Keadilan Pemilu” yang berlangsung di Jakarta, Jumat lalu.
Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Prof. Ramlan Surbakti, menekankan bahwa evaluasi pemilu tidak boleh hanya berfokus pada hasil akhir, melainkan harus didasarkan pada serangkaian indikator yang komprehensif. Ia mengusulkan delapan parameter utama untuk menilai kualitas pemilu, yaitu:
1. Hukum pemilu yang demokratis dan menjamin kepastian hukum.
2. Kesetaraan warga negara dalam hal pencantuman dalam daftar pemilih.
3. Kesetaraan keterwakilan dalam proses pemungutan dan penghitungan suara.
4. Persaingan yang bersifat bebas dan adil antarpeserta pemilu.
5. Penyelenggaraan pemilu yang dilakukan oleh lembaga yang mandiri, profesional, berintegritas, serta efisien.
6. Partisipasi pemilih yang aktif dalam seluruh tahapan pemilu.
7. Proses pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi suara yang dijalankan sesuai dengan asas-asas pemilu.
8. Sistem penegakan hukum dan penyelesaian sengketa pemilu yang adil dan tepat waktu.
“Dengan mempertimbangkan semua aspek tersebut, kita dapat memperoleh gambaran yang utuh tentang kualitas demokrasi dalam proses pemilu kita,” tegas Ramlan.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar, menggarisbawahi pentingnya prinsip demokrasi dan konstitusionalisme dalam penyelenggaraan pemilu. Ia berpendapat bahwa setiap proses demokrasi harus dilakukan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai fundamental tersebut. Selain itu, ia menyoroti nepotisme sebagai musuh utama demokrasi yang harus dihindari.
Menanggapi peran Mahkamah Konstitusi (MK), Zainal berargumen bahwa lembaga tersebut tidak boleh terbatas pada penghitungan hasil pemilu, tetapi harus juga mencermati substansi dan nilai-nilai yang lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan Rektor Universitas Islam Indonesia, Fathul Wahid, yang menyatakan bahwa putusan MK dalam sengketa pemilu sangat krusial untuk mengembalikan kepercayaan publik dan menjaga marwah konstitusi.
Pengajar hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas, menekankan bahwa putusan MK yang akan datang harus berpihak pada supremasi etika kenegaraan. Ia melihat momen ini sebagai kesempatan emas bagi MK untuk membangun kembali kepercayaan publik terhadap kualitas kenegarawanan para hakimnya.
Guru Besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia, Sulistyowati Irianto, menyebut MK sebagai “penjaga konstitusi” yang memiliki kewenangan besar dan tanggung jawab untuk menegakkan keadilan substantif. Ia menegaskan bahwa para hakim MK harus mampu memberikan putusan yang tidak hanya sesuai dengan hukum formal, tetapi juga sejalan dengan prinsip-prinsip keadilan yang hakiki.
“Putusan MK akan sangat menentukan masa depan demokrasi kita,” ungkap Sulistyowati. “Kita berharap agar para hakim MK dapat menjalankan tugas mereka dengan penuh integritas dan keberanian demi terwujudnya pemilu yang adil dan demokratis.”
Forum “Sidang Pendapat Rakyat untuk Keadilan Pemilu” menghadirkan suara-suara kritis dari berbagai kalangan akademisi, ahli hukum, aktivis HAM, dan peneliti politik. Forum ini menjadi wadah bagi masyarakat untuk menyuarakan aspirasi mereka dan menyerukan penyelenggaraan pemilu 2024 yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.