Suratsuara.com – Indonesia selalu menghadapi tantangan dalam pengelolaan desa-desa di seluruh negeri. Desa sebagai entitas paling dasar dari struktur administratif negara memerlukan regulasi yang jelas untuk memastikan pembangunan dan pemerataan di tingkat terendah masyarakat. Salah satu langkah penting dalam upaya tersebut adalah pembahasan dan penetapan Rancangan Undang-Undang (RUU) Desa menjadi Undang-Undang (UU), dengan poin utama mengatur masa jabatan kepala desa (Kades) hingga 8 tahun. Berikut adalah poin-poin kunci yang perlu dipahami mengenai perubahan ini:
1. Perpanjangan Masa Jabatan:
RUU Desa yang telah disahkan menjadi UU menetapkan masa jabatan Kades selama 8 tahun. Ini adalah langkah signifikan dari sebelumnya yang hanya 6 tahun. Perpanjangan masa jabatan ini diyakini dapat memberikan stabilitas dalam pengelolaan desa, memberikan kesempatan yang lebih luas untuk implementasi program pembangunan, dan mengurangi gangguan administratif karena frekuensi pemilihan yang lebih rendah.
2. Kepastian dan Kontinuitas:
Salah satu tujuan utama dari perpanjangan masa jabatan ini adalah untuk menciptakan kepastian dan kontinuitas dalam pembangunan desa. Dengan waktu yang lebih panjang, seorang Kades dapat memiliki kesempatan yang lebih baik untuk merencanakan dan melaksanakan program pembangunan jangka panjang yang berkelanjutan, serta memastikan kelancaran proses administratif.
3. Tantangan dan Penyesuaian:
Meskipun perpanjangan masa jabatan ini dianggap sebagai langkah positif, tetapi tidak lepas dari tantangan dan penyesuaian. Penting bagi pemerintah pusat dan daerah untuk menyediakan dukungan dan pembinaan yang memadai bagi Kades agar mereka dapat menjalankan tugasnya secara efektif selama periode yang lebih panjang.
4. Penyaringan dan Seleksi yang Lebih Ketat:
Dengan masa jabatan yang lebih panjang, proses penyaringan dan seleksi calon Kades menjadi lebih krusial. Pemerintah daerah perlu memperketat mekanisme seleksi untuk memastikan bahwa orang yang terpilih benar-benar memiliki kompetensi, visi, dan integritas yang diperlukan untuk memimpin dan mengelola desa dengan baik selama periode yang cukup lama.
5. Akuntabilitas dan Transparansi:
Meskipun masa jabatan Kades diperpanjang, hal ini tidak boleh dijadikan sebagai alasan untuk mengabaikan prinsip-prinsip akuntabilitas dan transparansi. Kades tetap harus bertanggung jawab kepada masyarakat dan terbuka terhadap pengawasan serta partisipasi aktif dari warga dalam proses pengambilan keputusan.
6. Pembangunan Kapasitas:
Perpanjangan masa jabatan Kades juga menyoroti pentingnya pembangunan kapasitas dalam konteks pengelolaan desa. Diperlukan investasi yang lebih besar dalam pelatihan, pendidikan, dan pengembangan keterampilan bagi para Kades agar mereka dapat menjalankan tugas mereka secara efektif dalam menghadapi berbagai tantangan dan kompleksitas yang ada.
7. Pengawasan dan Evaluasi Berkala:
Untuk memastikan bahwa perpanjangan masa jabatan Kades memberikan dampak positif yang diinginkan, diperlukan sistem pengawasan dan evaluasi yang berkala. Pemerintah pusat dan daerah perlu melakukan pemantauan terhadap kinerja Kades dan dampak kebijakan yang diterapkan, serta melakukan evaluasi secara objektif untuk membuat perbaikan jika diperlukan.
Perubahan dari RUU Desa menjadi UU dengan menetapkan masa jabatan Kades hingga 8 tahun adalah langkah yang strategis dalam meningkatkan pembangunan dan pemerataan di tingkat desa. Namun, keberhasilan implementasi dari kebijakan ini akan sangat tergantung pada bagaimana pemerintah pusat dan daerah bersama-sama mengambil langkah-langkah konkret untuk mendukung peran dan fungsi Kades dalam mewujudkan visi pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan bagi seluruh masyarakat desa di Indonesia.
DPR telah mengesahkan revisi Undang-Undang (RUU) tentang Desa menjadi Undang-Undang (UU) dalam rapat paripurna. Revisi UU itu kini mengatur masa jabatan kepala desa menjadi 8 tahun maksimal 2 periode.
Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas menyampaikan poin-poin perubahan itu dalam rapat paripurna yang digelar di gedung Nusantara II kompleks MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Kamis (28/3/2024). Supratman mengatakan ada 26 angka perubahan dalam revisi UU itu.
“Menyampaikan hasil pembahasan RUU perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Adapun terkait pembahasan RUU Desa yang disepakati terdiri dari 26 angka perubahan,” kata Supratman.
Anggota DPR Fraksi Gerindra itu kemudian menyampaikan setidaknya ada tujuh poin garis besar yang kini diatur dalam revisi UU itu. Dia menyebut UU Desa memut ketentuan pengaturan pemberian tunjangan purnatugas kepada kepala desa (kades).
“Satu, penyisipan Pasal 5A tentang pemberian dana konservasi dan/atau rehabilitasi. Kedua, ketentuan Pasal 26, Pasal 50A, dan Pasal 62 ditambah pengaturan terkait pemberian tunjangan purnatugas satu kali di akhir masa jabatan kepala desa, badan permusyawaratan desa, dan perangkat desa sesuai dengan kemampuan desa,” ujarnya.
Supratman menyebut syarat jumlah calon kades dalam pilkades juga kini diatur dalam Pasal 34A. Masa jabatan kades, sambung dia, kini juga diubah menjadi 8 tahun maksimal 2 periode.
“Ketiga, penyisipan Pasal 34A terkait syarat jumlah calon kepala desa dalam pilkades. Keempat, ketentuan Pasal 39 terkait masa jabatan kepala desa menjadi 8 tahun dan dapat dipilih paling banyak 2 kali masa jabatan,” ujar dia.
“Kelima, ketentuan Pasal 72 terkait sumber pendapatan desa. Keenam, ketentuan Pasal 118 terkait dengan ketentuan peralihan. Ketujuh, ketentuan Pasal 121A terkait pemantauan dan peninjauan undang-undang,” kata Supratman.