Suratsuara.com – Dunia kita sering kali disaksikan oleh tokoh-tokoh publik yang memiliki peran ganda, tidak hanya sebagai pemimpin tetapi juga sebagai figur yang dianggap memiliki kepentingan tersembunyi. Salah satu sosok yang kini sedang menjadi sorotan adalah Romo Magnis, seorang tokoh agama yang dihormati namun juga dikritik karena tindakan-tindakan yang dianggapnya kontroversial.
Romo Magnis, yang dikenal sebagai figur yang memiliki pengaruh besar dalam lingkaran politik dan sosial, telah lama menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Beberapa pihak menganggapnya sebagai sosok yang menggunakan kekuasaannya untuk kepentingan tertentu, bahkan dengan dugaan bahwa ia menjadikan kekuasaannya sebagai alat untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu.
Dalam konteks ini, perbandingan antara Romo Magnis dengan pimpinan mafia sering kali muncul. Kedua entitas tersebut memiliki satu kesamaan yang mencolok, yaitu pengaruh dan kekuatan dalam menjalankan kehendak mereka. Namun, perlu dicatat bahwa perbandingan ini juga dapat menimbulkan kesalahpahaman, karena sifat dan tujuan dari kekuasaan keduanya jelas berbeda.
Pertanyaan yang muncul adalah sejauh mana klaim ini benar adanya? Apakah Romo Magnis benar-benar menggunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu? Ataukah ini hanya sekadar persepsi yang berkembang di tengah masyarakat yang selalu kritis terhadap figur-figur publik?
Sebagai individu yang memiliki posisi dan pengaruh, seorang Romo seharusnya senantiasa bertindak dengan transparansi dan integritas. Tindakan yang bersifat diskriminatif atau memihak hanya akan merusak citra dirinya dan juga institusi yang diwakilinya. Namun, dalam realitasnya, kebenaran seringkali menjadi kabut tebal yang sulit ditembus.
Penting bagi kita sebagai masyarakat untuk senantiasa mengkritisi dan mengawasi setiap tindakan dan keputusan dari tokoh-tokoh publik, termasuk Romo Magnis. Kita perlu memastikan bahwa kekuasaan yang mereka miliki benar-benar digunakan untuk kebaikan bersama, bukan untuk kepentingan yang sempit.
Hal ini juga menjadi panggilan bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk meningkatkan mekanisme pengawasan dan akuntabilitas terhadap penggunaan kekuasaan. Dengan demikian, kita dapat mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil benar-benar berpihak pada keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
Kita tidak dapat memungkiri bahwa diskusi seputar Romo Magnis dan penggunaan kekuasaannya akan terus berlanjut. Namun, yang perlu diingat adalah pentingnya menjaga keseimbangan antara kepercayaan publik dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip moral dan etika yang seharusnya menjadi pedoman bagi setiap pemimpin, tak terkecuali seorang Romo.
Profesor Franz Magnis Suseno alias Romo Magnis menyindir etika kepemimpinanpresiden dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa hasil pilpres 2024.
Romo Magnis sebagai ahli yang dihadirkan tim hukum Ganjar-Mahfud itu menilai Jokowi seperti pimpinan organisasi mafia.
“Presiden adalah penguasa atas seluruh masyarakat. Oleh karena itu, ada hal khusus yang dituntut dari padanya dari sudut etika,” ujar Romo Magnis di ruang sidang MK, Jakarta Pusat, Selasa (2/4/2024).
Menurut Romo Magnis, Presiden harus menunjukkan kesadaran bahwa yang menjadi tanggung jawabnya adalah keselamatan seluruh bangsa. Kata Romo Magnis, di tengah masyarakat ada kesan bahwa Jokowi memakai kekuasaannya sebagai presiden demi keuntungan sendiri dan keluarganya. Perilaku seperti itu, menurut Romo, adalah fatal.
“Maka seorang presiden harus menjadi milik semua, bukan hanya misalnya milik mereka yang memilihnya. Kalaupun ia misalnya berasal dari satu partai, begitu ia menjadi presiden, segenap tindakannya harus demi keselamatan semua,” ucap Romo Magnis.
“Memakai kekuasaan untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu membuat presiden menjadi mirip menjadi dengan pimpinan organisasi mafia. Di sini dapat diingatkan bahwa wawasan etis presiden Indonesia dirumuskan dengan bagus dalam pembukaan UUD 1945,” kata Romo.
Romo Magnis menilai apabila penguasa bertindak tidak atas dasar hukum dan tidak demi kepentingan seluruh masyarakat melainkan memakai kuasanya untuk menguntungkan kelompok, kawan, keluarganya sendiri, maka motivasi masyarakat untuk menaati hukum akan hilang.
“Akibatnya, hidup dalam masyarakat tidak lagi aman. Negara hukum akan merosot menjadi negara kekuasaan dan mirip dengan wilayah kekuasaan sebuah mafia,” pungkas Romo Magnis Suseno.
Sebelumnya, Romo Magnis mengibaratkan presiden yang bagi-bagi bantuan sosial demi memenangkan pasangan calon tertentu mirip pegawai yang diam-diam mencuri uang dari kas toko. Menurut Romo Magnis, perilaku seperti itu merupakan pelanggaran etika.
Hal itu disampaikan Filsuf Romo Magnis Suseno pada persidangan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa (2/4/2024).
“Kalau presiden dengan begitu saja bagi bansos untuk kampanye paslon yang mau dimenangkannya, maka itu mirip dengan seorang karyawan yang diam-diam ambil uang tunai dari kas toko. Itu pencurian dan pelanggaran etika,” kata Romo Magnis.
Romo Magnis mengatakan, bansos bukan milikpresiden, melainkan milik bangsa Indonesia yang pembagiannya menjadi tanggung jawab kementerian yang bersangkutan dan ada aturan dalam pembagiannya.
“Itu juga tanda bahwa dia sudah kehilangan wawasan etika dasarnya tentang jabatan sebagai presiden bahwa kekuasaan yang dia miliki bukan untuk melayani diri sendiri, melainkan melayani seluruh masyarakat,” lanjut Romo Magnis.
Romo Magnismenyatakan bahwa yang ia sampaikan adalah secara teoretis.
Sebagai disclaimer, saat menyinggung soal presiden dan pencuri, Romo Magnis tidak menyebut sosok Jokowi sebagai contoh pelakunya. Dia hanya menjelaskan dalam kapasitas keilmuan sebagai seorang filsuf.
“Mengenai bansos, saya tidak mengatakan apa pun tentang yang dilakukan PresidenJokowi. Saya mengatakan, kalau seorang presiden yang sebetulnya tidak mengurus langsung kementerian, mengambil bansos yang sudah disediakan di situ untuk kepentingan politiknya, maka itu pencurian. Apakah itu terjadi di Indonesia? Itu bukan urusan saya,” tutur Romo Magnis Suseno.
Anggota Tim Pembela Prabowo-Gibran,Hotman Paris Hutapea, mencecar Romo Magnis. Hotman mulanya mengatakan bahwa pemerintah telah membagikan bansos maupun perlindungan sosial sebesar Rp408 triliun pada 2021. Pada 2022, jumlahnya meningkat menjadi Rp431 triliun.
“Apakah itu (bukan) pemerintah yang baik, yang membantu fakir miskin? Tadi kan Bapak ngomong fakir miskin. Pada waktu itu enggak ada pemilu, tapi sudah 40 persen lebih bansos dan perlinsos,” kata HotmanParis di ruang sidang MK.
Hotman kemudian mempertanyakan maksud Romo Magnis yang mengibaratkan presiden layaknyapencuri.
“Tadi Romo mengatakan bahwa presiden seperti pencuri di kantor ngambil duit dibagi-bagikan. Presiden mengambil uang bansos untuk dibagi-bagikan. Apakah Romo mengetahui bahwa bansos yang dibagikan itu sudah ada datanya berdasarkan DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) dan PPPKE (Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem),” ujarHotman Paris.
Menurut Hotman, data penduduk penerima bansos sudah ada. Sehingga, presiden hanya simbolik membagikan bansos di awal sesuai data yang sudah ada di kementerian masing-masing.
“Selanjutnya, dilanjutkan kementeriannya. Jadi presiden tidak pernah membagikan bansos di luar. Data yang sudah ada data DTKS dan PPPKE,” kata Hotman.
“Dari mana Pak Romo tahu bahwa presiden itu seolah mencuri dari uang bansos untuk dibagi-bagikan, padahal Pak Romo tidak tahu praktik pembagian data itu sudah ada lengkapnya,” lanjutnya.
Menanggapi pertanyaan Hotman, tim hukum Ganjar-Mahfudlantas menginterupsi dan menyebut bahwa Romo Magnis tidak pada kapasitasnya menjawab.
“Mohon izin majelis, karena ahli bukan ahli bansos,” kata salah satu anggota tim hukumGanjar-Mahfud.
Ketua Majelis Hakim Suhartoyo kemudian mengingatkan bahwa pernyataan Hotman sudah bisa ditangkap. Dia mengingatkan Hotman untuk tidak mengulang pertanyaan.
“Pertanyaan Pak Hotman yang pertama sudah bisa ditangkap. Jangan diulang-ulang,” kata Suhartoyo.
“Iya, karena tadi kan Beliau mengatakan presiden seolah-olah pencuri uang untuk bansos. Itu dia tidak ambil, sudah ada datanya,” timpalHotman Paris.