Kemendikbud Desak Unri Cabut Laporan Mahasiswa Kritik Biaya Kuliah Mahal
Pekanbaru – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) telah meminta Rektor Universitas Riau (Unri), Prof. Sri Indarti, untuk mencabut laporan polisi terhadap mahasiswa yang mengkritik biaya kuliah mahal. Permintaan tersebut disampaikan dalam rapat bersama Dirjen Dikti, Abdul Haris, pada Kamis (9/5/2024).
“Dalam rapat, Pak Dirjen memberi arahan kepada Rektor untuk segera menyelesaikan kasus ini. Jika laporan dicabut, maka pengaduan masyarakat yang disampaikan ke Polda Riau akan ditarik,” ujar Wakil Rektor Bidang Akademik Unri, Dr. Mexsasai Indra, mengutip detikSumbagsel.
Mexsasai menjelaskan bahwa Prof. Sri Indarti sebenarnya tidak berniat melaporkan Khariq Anhar, mahasiswa Fakultas Pertanian Unri, ke kepolisian. Pengaduan masyarakat tersebut dibuat hanya untuk mengetahui identitas admin atau pemilik akun Instagram Aliansi Mahasiswa Penggugat yang memposting unggahan yang menyebut Rektor sebagai “broker pendidikan”.
“Rektor murni ingin tahu akun tersebut dikelola oleh siapa. Oleh karena itu, instrumen yang digunakan adalah pengaduan masyarakat,” kata Mexsasai.
Namun, dalam perkembangan kasus, terungkap bahwa nama Khariq merupakan pemilik akun yang dimaksud. Kini, kampus akan segera menindaklanjuti arahan Kemendikbud untuk menarik laporan ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau.
Selain itu, Dirjen Dikti juga meminta Rektor untuk mengutamakan kepentingan terbaik mahasiswa karena identitas pemilik akun telah ditemukan.
“Kami telah menerima arahan dari Kementerian agar kasus ini segera diselesaikan. Jika ada miskomunikasi, segera diluruskan,” ujar Mexsasai.
Sebelumnya, Rektor Unri, Prof. Sri Indarti, melaporkan seorang mahasiswa bernama Khariq Anhar atas dugaan pencemaran nama baik ke Polda Riau pada 24 April 2024. Laporan tersebut merupakan respons terhadap unggahan di akun Instagram Aliansi Mahasiswa Penggugat yang menyebut Rektor sebagai “broker pendidikan” karena dianggap menaikkan biaya kuliah terlalu tinggi.
Kasus ini telah memicu protes dan tuntutan pencabutan laporan dari mahasiswa serta pihak eksternal, termasuk Komnas HAM dan Ombudsman Republik Indonesia.
Dengan adanya desakan dari Kemendikbud, diharapkan kasus ini dapat segera diselesaikan secara damai dan tidak merugikan pihak mana pun.