Suratsuara.com – Konflik Israel-Palestina telah menjadi sorotan global selama beberapa dekade. Dua entitas ini telah terlibat dalam konfrontasi yang kompleks dan penuh tantangan, dengan komunitas internasional terpecah atas solusi yang tepat. Dalam dinamika ini, posisi China memiliki dampak signifikan, dan pemahaman akan pendekatan mereka terhadap masalah ini penting untuk menggali lebih dalam implikasi geopolitiknya.
China memiliki sejarah panjang dalam urusan luar negeri yang cenderung menghindari campur tangan langsung dalam konflik-konflik regional. Namun, dengan perubahan dinamika politik dan ekonomi global, Beijing telah mengambil peran yang semakin aktif dalam sejumlah masalah internasional, termasuk isu-isu di Timur Tengah.
Dalam konteks Israel-Palestina, posisi China dapat dipahami dari beberapa sudut pandang. Pertama-tama, China secara konsisten menekankan pentingnya penyelesaian damai berdasarkan prinsip-prinsip PBB, termasuk resolusi yang mengakui hak-hak Palestina. Hal ini sejalan dengan pandangan mayoritas masyarakat internasional yang menginginkan solusi dua negara untuk konflik tersebut.
Di sisi lain, China juga memiliki kepentingan ekonomi dan strategis di kawasan tersebut. Hubungan ekonomi antara China dan Israel telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir, terutama dalam hal teknologi dan investasi. Sementara itu, China juga menjalin hubungan dengan sejumlah negara Arab di Timur Tengah, termasuk Palestina.
Namun, posisi China tidak sepenuhnya tanpa kontroversi. Beberapa kritikus menyoroti bahwa China mungkin memilih kebijakan luar negeri yang lebih bersifat pragmatis, terutama dalam hal mengutamakan kepentingan ekonomi daripada prinsip-prinsip moral atau hak asasi manusia. Hal ini tercermin dalam sikap China terhadap sejumlah konflik di dunia, termasuk Israel-Palestina.
Implikasi dari posisi China dalam konflik Israel-Palestina sangatlah kompleks. Di satu sisi, kehadiran China sebagai kekuatan global dapat membawa peluang untuk mediasi yang efektif atau upaya diplomasi yang lebih kuat. Namun, di sisi lain, ada risiko bahwa kepentingan ekonomi China dapat menghalangi langkah-langkah yang lebih tegas dalam mendorong penyelesaian yang adil dan berkelanjutan untuk konflik tersebut.
Dengan demikian, penting bagi komunitas internasional untuk terus memperhatikan peran China dalam konflik Israel-Palestina dan bekerja sama untuk mencari solusi yang memperhitungkan kepentingan semua pihak terkait. Ini bukan hanya tentang menyelesaikan konflik regional, tetapi juga menggarisbawahi pentingnya kerja sama global yang diarahkan pada perdamaian dan keadilan di seluruh dunia.
DIPLOMAT Tiongkok, Wang Kejian, bertemu dengan pemimpin politik Hamas, Ismael Haniyeh, di Qatar pada 17 Maret. Sebelum pertemuan ini, Wang Kejian mengunjungi Tepi Barat dan Israel yang diduduki.
Pertemuan di Tepi Barat dan Israel menandai pertama kali Beijing mengirim utusan ke kedua lokasi tersebut sejak serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober 2023 dan pengeboman Israel di Gaza yang merupakan aksi balasan atas serangan Hamas itu.
Dalam kunjungannya ke Tepi Barat, Wang bertemu dengan Menteri Luar Negeri Otoritas Palestina, Riyad al-Maliki. Pada pertemuan tersebut, Wang mengatakan bahwa Beijing “sangat prihatin” terhadap konflik di Gaza.
Wang juga menyampaikan janji untuk bekerja sama dengan komunitas internasional agar “secepatnya memadamkan api perang” dan mencapai “penyelesaian masalah Palestina yang komprehensif, adil dan berkepanjangan berdasarkan solusi dua negara”. Demikian menurut pernyataan Kementerian Luar Negeri China setelah pertemuan itu berlangsung.
Dalam kunjungan berikutnya ke Israel, Wang bertemu pejabat luar negeri Israel. Dia menyatakan bahwa prioritas utama adalah “gencatan senjata yang komprehensif, penghentian perang, jaminan bantuan kemanusiaan dan perlindungan warga sipil”.
Pada pertemuannya dengan Hamas, Wang dan Haniyeh “bertukar pandangan mengenai konflik Gaza dan masalah lainnya “. Hal itu berdasarkan pernyataan Kementerian Luar Negeri China yang dikeluarkan dua hari setelah pertemuan kedua orang tersebut.
Menurut siaran pers dari kantor media Hamas, Haniyeh dalam pertemuan tersebut menggarisbawahi “perlunya untuk segera menghentikan agresi dan pembantaian,” agar militer Israel menarik diri dari Gaza dan “mencapai tujuan politik dan aspirasi untuk mendirikan negara Palestina yang merdeka”.
Haniyeh dalam pernyataan Hamas juga disebutkan “memuji peran yang dimainkan Tiongkok di Dewan Keamanan (SC) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan Mahkamah Internasional.”
Tujuan utama China melakukan kunjungan itu adalah untuk meningkatkan profil negaranya sebagai perantara perdamaian serta menunjukkan ketegasannya dalam menentang perang di Gaza. Sejak serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober, China menjadi salah satu negara yang tidak menyebut nama atau mengecam Hamas. Alih-alih menyalahkan Hamas, China mengutuk perang tersebut dan secara vokal mendukung gencatan senjata segera dan penerapan solusi “dua negara”.
Pertemanan Palestina dan China
Hubungan Palestina dan China sudah berlangsung cukup lama. China menjalin hubungan bilateral dengan Palestina dari tahun 1965, walau baru mengakui Palestina secara resmi tahun 1988.
Pada periode tersebut, Palestina telah memiliki kantor perwakilan untuk Organisasi Pembebasan Palestina di China yang kemudian menjadi setingkat kedutaan pada tahun 1974.
Tidak hanya itu, China pada periode tersebut juga pernah menjamu beberapa pemimpin Palestina, salah satunya Yasser Arafat. Dalam pertemuan dengan Arafat, China secara terus terang menyatakan dukungan kepada Palestina.
Dukungan China kepada Palestina saat itu begitu besar, Bahkan ketika China sedang kesulitan dengan masalah kemiskinan, China masih memberikan bantuan kepada Organisasi Pembebasan Palestina sebesar 5 juta dolar AS, termasuk dukungan militer.
Saat ini, China memang tidak memiliki kebijakan yang secara terus terang menentang Israel. Meski begitu, sejarah pertemanan China dan Palestina sampai sekarang masih menjadi salah satu faktor paling utama dalam pembentukan kebijakan-kebijakan China.
Salah satu bentuk modern pertemanan China dan Palestina tampak dalam kunjungan Mahmoud Abbas, Perdana Menteri Palestina ke China pada Juni tahun lalu. Dalam kunjungan tersebut, China dan Palestina mengumumkan terjalinnya kemitraan strategis.
Bentuk lain tampak pada pidato pembukaan KTT Negara-Negara Arab-China yang diadakan di Arab Saudi pada Desember 2022, di mana Presiden China, Xi Jinping, menyampaikan secara langsung dukungannya untuk negara Palestina merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Selain melalui pernyataan, dukungan China kepada Palestina di era modern terlihat dari solidaritasnya terhadap dunia Arab dan dunia selatan melalui posisi pandangannya yang bertentangan dengan pandangan Amerika Serikat (AS).
Di awal Maret ini, Wang mengatakan kepada wartawan di Beijing bahwa kegagalan untuk mengakhiri bencana kemanusiaan di Gaza adalah “aib bagi peradaban”.
China juga mendukung keanggotaan penuh Palestina di PBB dan menuntut agar Dewan Keamanan PBB tidak menghalangi hal tersebut. Hal itu disampaikan Wang dalam kecaman yang secara terselubung menyindir Washington yang kerap mendukung Israel untuk membalas Hamas.
Selain itu, China kerap menuntut diadakannya konferensi perdamaian internasional dan menetapkan jadwal khusus untuk menerapkan solusi dua negara.
China Juga Dikritik
Dukungan China kepada Palestina ini mendapatkan kritik dari komunitas internasional karena China juga dituduh telah melakukan pelanggaran hak asasi terhadap kelompok minoritas, khususnya di wilayah barat Xinjiang.
Kantor hak asasi manusia tertinggi PBB mengatakan, “pelanggaran hak asasi manusia yang serius” yang bisa menjadi “kejahatan terhadap kemanusiaan” telah dilakukan China terhadap Uighur dan minoritas Muslim lainnya di Xinjiang. Beijing membantah telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang.
Selain menghadapi kecaman dari komunitas internasional, China juga masih harus berhati-hati dalam mendukung Palestina guna menghindari konfrontasi langsung dengan Israel. Bagaimanapun juga, Israel adalah salah satu negara di Timur Tengah tempat di mana China melakukan banyak investasi untuk proyek-proyek besar.
Salah satu investasi besar China di Israel yaitu terkait dengan Inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative). Investasi ini termasuk perjanjian untuk meningkatkan pusat data dengan penyedia energi dan telekomunikasi, seperti perjanjian antara Huawei dan Zing Energy Israel. Selain itu, banyak perjanjian lainnya bernilai jutaan dolar, seperti perjanjian senilai 300 juta dolar antara perusahaan ColorChip Israel dengan perusahaan China.