Suratsuara.com – Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 telah berakhir dengan hasil yang mengejutkan bagi beberapa pihak, terutama Partai Persatuan Indonesia (Perindo) dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Kedua partai ini telah mengajukan gugatan terhadap hasil Pileg ke Mahkamah Konstitusi (MK), mempertanyakan validitas dan keabsahan proses pemilihan yang baru saja berlangsung. Gugatan ini mengundang perhatian publik dan menjadi sorotan utama dalam dunia politik Indonesia.
Perindo, yang dipimpin oleh tokoh politik terkemuka, telah mengekspresikan kekecewaannya terhadap hasil Pileg yang dirasa tidak mencerminkan dukungan yang sebenarnya dari rakyat. Mereka menyoroti adanya dugaan pelanggaran dalam proses pemilihan, termasuk dugaan manipulasi suara dan pelanggaran protokol pemilihan yang seharusnya terjaga dengan ketat.
Sementara itu, Hanura juga turut merasa bahwa hasil Pileg tidak mencerminkan perolehan suara sebenarnya yang mereka dapatkan. Mereka menekankan pentingnya transparansi dan keadilan dalam setiap tahapan pemilihan, mulai dari kampanye hingga penghitungan suara akhir. Gugatan ini tidak hanya menjadi isu internal bagi partai politik, tetapi juga mencerminkan kekhawatiran akan kualitas demokrasi di Indonesia.
Ketika masyarakat Indonesia berharap untuk melihat proses pemilihan yang bersih dan transparan, gugatan ini membuka ruang diskusi yang lebih luas tentang perbaikan sistem pemilihan dan peningkatan pengawasan dalam setiap tahapannya. Selain itu, hal ini juga menjadi momentum bagi MK untuk menunjukkan independensinya dalam menegakkan keadilan dan hukum, serta menjaga integritas demokrasi di negara ini.
Pihak-pihak yang terlibat dalam gugatan ini harus mempersiapkan argumen yang kuat dan bukti yang jelas untuk mendukung klaim mereka. Semua pihak, termasuk KPU (Komisi Pemilihan Umum), diharapkan dapat bekerja sama untuk menyelesaikan sengketa ini dengan adil dan transparan demi kepentingan demokrasi dan kepercayaan masyarakat.
Dalam konteks yang lebih luas, gugatan ini mengingatkan kita akan pentingnya memperkuat lembaga-lembaga demokrasi dan menjaga integritas proses politik. Pemilihan yang adil dan bersih adalah pondasi utama bagi sistem politik yang sehat dan pemerintahan yang kuat. Oleh karena itu, setiap langkah yang diambil dalam menangani gugatan ini harus mengutamakan kepentingan publik dan memperkuat keyakinan akan keadilan dalam proses demokrasi kita.
Partai Perindo dan Partai Hanura mengajukan sengketa permohonan hasil suara Pileg 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Keduanya menilai adanya perselisihan suara hasil pemilu.
Dalam permohonan yang diajukan Sabtu (23/3/2024), Kuasa Hukum Perindo Pardo Sitanggang mengatakan ada dua pokok permohonan yang diajukan. Pardo mengatakan pengajuan itu terkait dengan Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Samosir.
“Yang kita ajukan pokoknya, satu, ada selisih suara. Dua, ada satu TPS menggunakan hak pilih lebih dari sekali,” ujar Pardo di gedung MK, Jakarta Pusat, Sabtu (23/3/2024).
Menurutnya, jika ada penggunaan hak pilih lebih dari satu kali, seharusnya dilakukan pemungutan suara ulang (PSU). Hal itu, kata dia, sesuai dengan UU Pemilu pasal 80 ayat 3.
Pardo menyampaikan Bawaslu telah memberikan rekomendasi untuk digelar PSU. Namun, dia menyebut KPU tidak menjalankan rekomendasi tersebut.
“Itu terjadi faktanya ada di TPS (penggunaan hak pilih lebih dari satu). Ini dibawa saat rekapitulasi di kecamatan. tidak ditanggapi. Suratnya ada resmi. ditandatangani oleh termohon hari ini KPU, tapi tidak dilaksanakan,” paparnya.
Selain itu, kata dia, terdapat pula 160 surat suara di TPS 12 yang tidak ditandatangani oleh KPPS. Menurutnya, surat suara yang tidak bertandatangan KPPS itu menjadi tidak sah.
“Jadi harapan kita memang MK harus bisa melihat akar permasalahannya bagaimana konstitusi atau aturan itu bisa ditegakkan dengan baik,” jelasnya.
Pardo menuturkan pihaknya membawa 20 bukti ke MK. Dia menyebut pihaknya juga telah menyiapkan saksi untuk persidangan nanti.
“Ada salinan C1 DPT, DPTb, C plano juga. Ada rekomendasi PSU dari Panwaslu Kecamatan Pangururan dan surat Bawaslu,” ungkap dia.
Selain Perindo, Hanura pun turut mengajukan sengketa hasil suara Pileg ke MK. Hanura mengajukan sengketa untuk empat provinsi, yakni Kalimantan Barat, Papua Tengah, Papua Barat dan NTB.
“Kami mengajukan permohonan hasil dari penghitungan suara yang terjadi di KPU dan kami mengajukan permohonan pembatalan terhadap keputusan KPU sehubungan dengan dapil daripada caleg-caleg kami,” kata Kuasa Hukum Hanura Adil Supatra Akbar di gedung MK.
Menurutnya, hasil suara yang ditetapkan oleh KPU terdapat kesalahan hitung. Hal itu lantas mengakibatkan para caleg Hanura kehilangan kursi.
“Kita kan di DPRD ya. Beberapa itu di DPRD provinsi dan kabupaten, dan ya menurut perhitungan kami, dalam beberapa dapil di DPRD provinsi dan kabupaten, kami ada beberapa tempat yang kehilangan kursi karena kesalahan perhitungan,” tuturnya.