Suratsuara.com – Dalam politik Indonesia, posisi penting di partai politik sering menjadi bahan perdebatan dan perhatian publik. Belakangan ini, posisi Ketua Umum Partai Golkar, yang saat ini dipegang oleh Airlangga Hartarto, menjadi sorotan utama. Para pengamat politik mengamati bahwa sulit untuk menggantikan posisi Airlangga di Golkar, dengan dua nama yang paling sering disebut adalah Bambang Soesatyo (Bamsoet) dan Bahlil Lahadalia. Namun, menariknya, beberapa pengamat mengungkapkan bahwa hanya Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memiliki peluang yang cukup besar untuk mengambil alih posisi tersebut.
Dinamika Politik Internal
Pengamat politik mengamati bahwa dinamika politik internal di Partai Golkar cukup kompleks. Airlangga Hartarto, selaku Ketua Umum, berhasil membangun basis kuat dalam partai dengan dukungan dari berbagai fraksi dan kelompok. Keberhasilannya dalam mengelola partai dan menjaga stabilitas di internal Golkar membuatnya sulit digantikan secara langsung.
Potensi Bamsoet dan Bahlil
Bambang Soesatyo (Bamsoet), yang saat ini menjabat sebagai Ketua DPR, dan Bahlil Lahadalia, Menteri Investasi, adalah dua nama yang sering disebut-sebut sebagai calon pengganti Airlangga di Golkar. Bamsoet dikenal memiliki pengalaman politik yang luas, sementara Bahlil merupakan sosok yang dekat dengan Jokowi dan memiliki jaringan yang kuat di dunia bisnis.
Meskipun demikian, para pengamat tetap meragukan kemungkinan keduanya menggantikan posisi Airlangga secara langsung. Mereka menyoroti bahwa Airlangga telah membangun hubungan yang solid dengan basis internal Golkar, sehingga tidak mudah bagi siapapun untuk mengambil alih posisinya tanpa konsekuensi politik yang serius.
Peran Jokowi dalam Dinamika Politik Golkar
Menariknya, dalam perbincangan mengenai suksesi di Partai Golkar, nama Joko Widodo muncul sebagai kunci potensial. Sebagai Presiden, Jokowi memiliki pengaruh yang signifikan dalam politik nasional dan juga di internal partai-partai politik. Meskipun tidak secara langsung terlibat dalam urusan partai, kehadiran Jokowi bisa menjadi faktor penentu dalam dinamika politik Golkar.
Para pengamat mengungkapkan bahwa jika ada sosok yang memiliki peluang nyata untuk mengambil alih posisi Airlangga di Golkar, maka itu adalah Jokowi. Dukungan yang kuat dari Presiden bisa membuka jalan bagi perubahan kepemimpinan di partai tersebut.
Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio (Hensat) menilai tidak ada figur yang pas dan bisa menggantikan sosok Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Sebab, menurut Hensat, Airlangga telah menorehkan prestasi cemerlang selama Pemilihan Umum atau Pemilu 2024.
“Lucu sekali bila ada partai se-dewasa Golkar ada isu menggantikan Airlangga yang jelas prestasinya cemerlang selama ini. Kursi di DPR nambah, perolehan suara nasional nambah, Pemilihan Presiden menang. Jadi tidak ada ada yang bisa menggantikan dia termasuk Bamsoet atau Bahlil,” kata Hensat dalam keterangan tertulis, diterima Kamis (28/3/2024).
Dia menilai, apabila posisi Airlangga harus digantikan, hanya Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memiliki peluang kuat untuk posisi tersebut. Hal itu, kata Hensat, bisa dilakukan dengan mengubah Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).
“Satu-satunya nama yang harus diwaspadai hanyalah Jokowi. Apa yang bisa menahan seorang Jokowi untuk menjadi Ketua Umum Golkar? apakah AD/ART partai? Menurut saya perubahan AD/ART tidak perlu melalui MK, cukup di internal partai saja,” ucap Hensat.
Dia kemudian menjelaskan, hanya tersisa dua pilihan bagi para kandidat lain yang hendak menggantikan Airlangga, mengaku setia kepada Airlangga, atau mendorong Presiden Jokowi untuk duduk di kursi Ketua Umum Partai Golkar.
“Saat ini hanya tersisa dua pilihan bagi para calon Ketum Golkar yang berusaha untuk menantang Airlangga. Menyatakan loyal kepada Airlangga atau mendorong Jokowi untuk menggantikan Airlangga,” papar Hensat.
Lebih lanjut, Hensat mendorong Presiden Jokowi menjadi Ketua Umum Partai Golkar bukan tanpa resiko. Dia memprediksi, Partai Golkar akan menjadi partai keluarga bila mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut berhasil menjadi Ketua Umum.
“Kalau kemudian mereka mendorong Jokowi, maka harus dihitung juga implikasinya. Karena bila Jokowi jadi ketum Golkar mereka tidak akan jadi Ketua Umum karena Golkar akan diubah jadi partai keluarga oleh Pak Jokowi seperti PDI Perjuangan, seperti Demokrat dan Gerindra,” ucap dia.
“Jadi mau gak tuh partai Golkar yang selama ini moderen dan terbuka kemudian mundur menjadi partai keluarga?,” sambung Hensat.
Lebih lanjut, Hensat menyarankan kader-kader Partai Golkar mempertahankan Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Dengan begitu, kata dia, Partai Golkar bakal tetap menjadi partai yang moderen.
“Bila Golkar tidak mau mundur, jalan keluarnya hanya satu, jadikan airlangga ketum lagi. Karena menurut saya mungkin saja Jokowi mengubah Golkar menjadi partai keluarga, karena dia masih memiliki energi untuk melakukan itu,” jelas Hensat.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) diisukan akan menjadi calon Ketua Umum Partai Golkar. Menanggapi hal ini Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep mengaku tak mau ikut campur urusan sang ayah.
“Mengenai bapak presiden bergabung ke Golkar ya balik lagi itu terserah kepada Pak Jokowi. Saya kan enggak bisa nyuruh atau apa, enggak masalah,” kata Kaesang di Jakarta, Jumat 22 Maret 2024.
“Terserah, saya mah santai,” sambungnya.
Sementara Jokowi sendiri tak menjawab dengan gamblang soal isu ini.
“Hahaha, saya sementara ini ketua Indonesia saja,” kata Jokowi usai kunjungan dari RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak, Kamis 21 Maret 2024.
Selain Jokowi, nama Gibran Rakabuming Raka belakangan mencuat menjadi salah satu calon ketua umum Partai Golkar.
Wakil Ketua DPP Partai Golkar Adies Kadir menyatakan, pemilihan ketua umum bergantung dengan hasil musyawarah nasional (munas) akhir tahun mendatang. Ia mengingatkan, wewenang penyelenggaraan munas berada di ketua umum saat ini, Airlangga Hartarto.
“Terkait dengan munas, itu kan wewenang DPP Partai Golkar, yang dikomandani oleh Pak Airlangga Hartarto. Tentunya Pak Airlangga dan kawan-kawan DPP Partai Golkar punya ancar-ancar kapan itu akan dilaksanakan,” kata Adies kepada wartawan.
Ketua Umum Ormas Pendiri Partai Golkar Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) itu menegaskan, pihaknya mendukung Airlangga terkait kapan waktu pelaksanaan munas atau pemilihan ketua umum.
“Kami selalu siap saja mendukung kapan pun diputuskan oleh Pak Airlangga Hartarto, munas itu kapan, kami selalu siap mendukung kepemimpinan beliau,” kata Adies.
Terkait nama Gibran Rakabuming Raka, Adies mengingatkan ada syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi ketua umum yakni pernah menjadi pengurus selama lima tahun.
“Terkait dengan kemungkinan-kemungkinan Gibran atau siapa dan lain-lain, di Golkar kami punya aturan main, kami punya anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Dan sampai saat ini, AD/ART itu, kalau tidak salah menyampaikan bahwa seseorang yang ingin mencalonkan diri menjadi ketua umum itu minimal harus lima tahun di dalam kepemimpinan Partai Golkar,” jelas Adies.
Selama tidak ada perubahan AD/ART atau perubahan di musyawarah nasional luar biasa (munaslub), kata Adies, maka syarat tersebut harus dipenuhi putra sulung Jokowi itu.
“Jadi selama ini sebelum ada perubahan AD/ART, kami sebagai underbow Partai Golkar, tentunya masih berpatokan kepada AD/ART. Kita tidak berani berandai-andai apakah ini akan diubah atau tidak. Kita akan mengikuti saja, tetapi sampai saat ini kita harus ikut kepada aturan. Itu aturan baku dari Partai Golkar. Itu buku sakralnya Partai Golkar,” kata dia.
“Jadi tegas itu pengurus Partai Golkar. Jadi, mau dia DPP, mau dia di provinsi, mau dia di mana, selama dia pernah jadi pengurus. Yang masalah kan kalau belum pernah jadi pengurus,” tegasnya.