PDIP: Awas Revisi UU Kementerian Jadi ‘Bagi-bagi Kue’
Jakarta – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) melayangkan peringatan keras terkait rencana revisi Undang-Undang (UU) Kementerian Negara yang berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan politik. Ketua DPP PDIP Djarot Syaiful Hidayat menyoroti kemungkinan revisi tersebut menjadi alat bagi-bagi kekuasaan menjelang pembentukan pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2024-2029, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
“PDIP mengeluarkan peringatan, memberikan masukan, jangan sampai terjadi revisi UU Kementerian Negara hanya untuk bagi-bagi kekuasaan, kursi, dan kue politik demi mengakomodasi kepentingan partai yang mendukung Prabowo,” tegas Djarot saat Konferensi Pers Rakernas IV PDIP di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Kamis (16/5/2024).
Kekhawatiran PDIP bukan tanpa alasan. Djarot mengungkap kemungkinan munculnya “Penyakit Birokrasi” yang dikenal sebagai *Empire Building Syndrome*, di mana lembaga pemerintah berlomba-lomba membentuk kerajaan mereka sendiri dengan banyak departemen dan organisasi. Sindrom ini, menurut Djarot, berpotensi menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti:
* Tumbuhnya ego sektoral
* Tumpang tindih kewenangan
* Perebutan sumber daya, khususnya anggaran
* Meluasnya nepotisme, kolusi, dan korupsi
“Revisi UU Kementerian Negara seharusnya mengedepankan efektivitas dan efisiensi, bukan menambah jumlah kementerian yang justru akan menguras anggaran dan mempersulit koordinasi,” tambahnya.
Djarot mengaku kaget dengan keputusan DPR menyetujui revisi UU Kementerian Negara menjadi RUU inisiatif DPR. Namun, ia menegaskan bahwa Fraksi PDIP telah memberikan peringatan terkait potensi penyalahgunaan tersebut.
“Kami sudah memberikan peringatan. Kita tengah menghadapi persoalan serius seperti kemiskinan, lonjakan harga pangan, pelemahan rupiah, dan utang luar negeri yang membengkak. Masalah ini membutuhkan penanganan serius dan anggaran yang memadai. Pemerintah seharusnya fokus ke situ,” ujar Djarot.
Paralleldengan kekhawatiran tersebut, Djarot membandingkan jumlah kementerian di Indonesia dengan negara-negara ASEAN lainnya. Menurutnya, jika motif revisi UU Kementerian Negara memang untuk bagi-bagi kekuasaan, maka pihaknya tidak akan tinggal diam. Namun, ia mengingatkan agar kepentingan rakyat tidak diabaikan.
“Coba kita lihat Malaysia, berapa jumlah kementeriannya? Thailand? Tiongkok? Kalau alasannya karena Indonesia negara besar, maka saya katakan, besar mana dengan Tiongkok? Tiongkok hanya memiliki 21 kementerian, Amerika Serikat 15, dan Australia sekitar 21,” papar Djarot.
“Jika motifnya bagi-bagi kekuasaan, silakan. Tapi kami akan mengawasi. Jangan sampai uang negara dan permasalahan yang dihadapi rakyat justru diabaikan karena kesibukan membangun kerajaan-kerajaan birokrasi,” pungkasnya.