Sabtu, November 23, 2024
BerandaPolitikMengurai Respons TPN Terhadap Permintaan Otto Hasibuan Untuk Megawati Hadir Di Sidang...

Mengurai Respons TPN Terhadap Permintaan Otto Hasibuan Untuk Megawati Hadir Di Sidang Sengketa Pilpres

- Advertisement -

Suratsuara.com – Dalam suasana yang terus menghangat terkait proses hukum sengketa Pilpres di Indonesia, muncul sebuah permintaan yang menarik perhatian publik. Otto Hasibuan, salah satu pengacara tim pemenangan Prabowo-Sandi pada Pilpres sebelumnya, meminta Megawati Soekarnoputri hadir di sidang sengketa Pilpres yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK). Respons dari Tim Pembela Negara (TPN) terhadap permintaan ini menjadi sorotan penting dalam perdebatan hukum dan politik yang tengah berlangsung.

Otto Hasibuan secara terbuka mengungkapkan keinginannya untuk melibatkan Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI-P dan Presiden RI ke-5, sebagai saksi dalam persidangan sengketa Pilpres di MK. Permintaan ini didasarkan pada keyakinan bahwa Megawati memiliki pengetahuan yang relevan terkait dengan dinamika politik dan hukum yang terjadi pada masa Pilpres sebelumnya.

Namun, respons yang diberikan oleh TPN terhadap permintaan ini menunjukkan pandangan yang berbeda. Menurut TPN, permintaan tersebut tidak memiliki relevansi yang cukup signifikan dengan pokok perkara yang sedang disidangkan di MK. Mereka menekankan bahwa fokus utama dari persidangan ini seharusnya adalah pada bukti-bukti dan argumen yang mendukung klaim yang diajukan oleh pihak yang bersengketa.

Dalam konteks ini, penting untuk memahami bahwa MK sebagai lembaga peradilan konstitusi memiliki kewenangan dan prosedur yang jelas terkait dengan persidangan sengketa Pilpres. Setiap permintaan untuk melibatkan saksi atau bukti tambahan haruslah disertai dengan alasan yang kuat dan relevan dengan substansi persengketaan yang sedang diproses.

Meskipun permintaan Otto Hasibuan menimbulkan perbincangan dan spekulasi di kalangan masyarakat, keputusan akhir tetap berada di tangan MK sebagai lembaga yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa Pilpres secara adil dan transparan. Respons TPN yang menekankan pada substansi pokok perkara memberikan gambaran bahwa proses hukum ini harus dijalankan dengan profesionalisme dan keadilan tanpa terpengaruh oleh faktor politik atau kepentingan tertentu.

Seiring berjalannya waktu, proses sengketa Pilpres akan terus mengalami perkembangan dan perubahan yang perlu diikuti dengan seksama oleh masyarakat. Semua pihak diharapkan dapat menghormati proses hukum yang sedang berlangsung dan mempercayakan penyelesaiannya kepada lembaga yang berwenang, yaitu Mahkamah Konstitusi, untuk mencapai keputusan yang mengikat dan adil bagi semua pihak yang terlibat.

Juru Bicara Tim Pemenangan (TPN) Ganjar Pranowo dan Mahfud Md, Aryo Seno Bagaskoro merespons pernyataan Wakil Ketua Tim Hukum Nasional Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan yang meminta Megawati Soekarnoputri juga dihadirkan dalam sidang sengketa Pilpres selain Menkeu Sri Mulyani dan Mensos Tri Rismaharini. Seno melihat ucapan Otto yang membawa nama Ketum PDI Perjuangan itu sebagai bentuk kepanikan.

“Pak Otto ini kan dianggap sebagai pengacara hebat. Idealnya dalam teater hukum, ikut menjadi bagian yang mencerdaskan. Tetapi statement Pak Otto kali ini rasanya bisa dibaca sebagai ekspresi panik atas seruan moral yang sedang diperjuangkan oleh banyak pihak,” kata Seno kepada wartawan, Jumat (29/3/2024).

- Advertisement -

Seno memandang permintaan dihadirkannya Menteri Keuangan dan Menteri Sosial dalam sidang sengketa Pilpres relevan. Ia menyebut hal itu menindaklanjuti adanya dugaan politisasi bantuan sosial untuk kepentingan Pemilu.

“Kalau kita memeriksa alasan mengapa Bu Sri dan Bu Risma diminta dihadirkan, itu kan tidak lepas dari kapasitas sebagai pejabat tinggi negara, yakni Menteri Keuangan dan Menteri Sosial, yang mana berkaitan dengan persoalan dugaan politisasi bansos yang jadi titik tolak,” ucap Seno.

“Fakta bahwa banyak pihak tidak berhenti menyuarakan itu dan kemungkinan perjuangan itu mencapai realita mungkin yang membuat Pak Otto panik,” sambungnya.

Pernyataan itu juga ditanggapi oleh politikus senior PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno. Ia menilai Otto Hasibuan hanya ingin memberi sinyal gertakan.

- Advertisement -

“Ini yang dalam game theory (teori permainan) disebut taktik “tit-for-tat”, kalau kamu begitu, kami begini. Saling kirim sinyal gertakan, manuver ke depan. Bagi kami, sejauh itu relevan, memberi kontribusi untuk tegak di garis konstitusi, sah-sah saja dan bermanfaat untuk keadaban politik,” ujar Hendrawan.

Ia mengatakan sejak awal pemilu 2024 diwarnai dengan dinamika yang kompleks. Hendrawan mengatakan putusan MK terkait pencalonan Gibran Rakabuming Raka cacat etika.

“Sejauh yang kita pahami, Pilpres kita dari awal sudah cacat etika. Itu terbukti dengan putusan Mahkamah Kehormatan (MK). Namun, pemilu sudah berlangsung, dengan hasil yang curang menang. Kita benar-benar dalam situasi yang dilematis. Kita harus menjaga standar moral dan etika yang tinggi, tapi pada saat yang sama juga harus cari solusi yang realistis,” ucapnya.

Hendrawan memandang jika dihadirkannya Sri Mulyani dan Risma, supaya dugaan aliran bansos ke pemilih diterangkan kebenarannya. Ia menyebut bukan tak mungkin Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dipanggil lantaran tudingan cawe-cawe.

“Menkeu dan Mensos relevan karena terkait alokasi anggaran dan otoritas pencairan Bansos. Kalau Ketum PDI-P, apa relevansinya? Pak Jokowi justru lebih relevan karena pernyataan dan cawe-cawenya sudah jadi memori publik,” imbuhnya.

Otto Hasibuan menilai permohonan untuk memanggil Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Sosial Tri Rismaharini dalam sidang sengketa Pilpres tidak perlu dilakukan. Otto mengatakan hal itu lantaran sengketa tersebut merupakan persoalan dua pihak.

“Jadi kalau ada sengketa dua pihak, maka berlaku asas yang sifatnya universal, disebut actori incumbit probatio, artinya barang siapa yang mendalilkan sesuatu maka dia buktikan dalilnya. Dan barang siapa menyangkal sesuatu dia harus buktikan penyangkalannya,” kata Otto di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (28/3/2024).

Menurutnya, jika memang permohonan yang didalilkan benar terjadi, maka pemohon harus membawa sendiri bukti tersebut. Sebaliknya, kata dia, pemohon seharusnya tidak meminta hakim untuk menghadirkan orang lain dalam perkara dua pihak.

Berbeda halnya, jika perkara yang disengketakan ialah pengujian UU. Otto menilai dalam pengujian UU, hakim berhak memanggil pihak-pihak yang memiliki relevansi dengan perkara tersebut.

“Tapi perkara namanya sengketa dia minta menteri, kalau dia minta Megawati dipanggil, terus nggak abis-abis kan? Kalau dia minta menteri, kami juga minta Ibu Megawati dipanggil, mau nggak? Kan gitu masalahnya kan,” ungkapnya.

“Kalau nanti permohonan dia dikabulkan permohonan kami tidak dikabulkan, hakim kan merasa, kami merasa tidak adil dong hakimnya. Ini very important, sangat penting,” sambung dia.

- Advertisement -
Advertisement
RELATED ARTICLES

Tetap Terhubung

199,856FansSuka
215,976PengikutMengikuti
152,458PengikutMengikuti
284,453PelangganBerlangganan

Most Popular