Suratsuara.com – Gempa bumi, fenomena alam yang tak terduga dan seringkali membingungkan, telah kembali menunjukkan kekuatannya yang menakutkan. Baru-baru ini, Indonesia – negara yang terletak di Cincin Api Pasifik, kembali merasakan getaran yang menegangkan. Namun, kali ini, bukan hanya daerah yang biasanya terkena dampak gempa yang menjadi pusat perhatian, melainkan juga kejadian yang terasa “merayap” hingga ke Kalimantan.
Tanggal [tanggal kejadian], gempa bumi yang terjadi di Tuban, Jawa Timur, menyita perhatian banyak orang. Meskipun Tuban bukan daerah yang biasanya dikenal karena aktivitas seismiknya, gempa ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan para ahli. Kekuatan gempa yang terasa cukup kuat dan dampaknya yang dirasakan cukup jauh, memberikan teka-teki baru bagi para peneliti gempa.
Salah satu hal yang mencengangkan dari gempa ini adalah bagaimana getarannya terasa hingga ke wilayah Kalimantan. Ini merupakan fenomena yang jarang terjadi dan menimbulkan pertanyaan besar tentang mekanisme yang mendasarinya. Biasanya, gempa yang terjadi di suatu wilayah hanya berdampak lokal atau di sekitar wilayah tersebut. Namun, kali ini, getaran terasa begitu jauh, mengguncang tanah bahkan di pulau yang terpisah cukup jauh dari episentrum.
Para ahli seismologi tengah berspekulasi tentang apa yang mungkin menjadi penyebab gempa ini “merayap” hingga ke Kalimantan. Beberapa mengatakan bahwa faktor geologis tertentu, seperti struktur batuan bawah tanah, mungkin memperkuat getaran dan memungkinkannya untuk merambat lebih jauh dari biasanya. Namun, penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk memahami secara lebih mendalam fenomena ini.
Tak dapat dipungkiri bahwa gempa ini menegaskan kembali pentingnya kewaspadaan dan persiapan dalam menghadapi bencana alam. Meskipun Tuban bukan daerah yang biasanya dianggap rentan terhadap gempa, kejadian ini menunjukkan bahwa tidak ada tempat yang benar-benar aman dari potensi bencana alam. Ini menyoroti urgensi bagi pemerintah dan masyarakat untuk terus meningkatkan sistem peringatan dini dan rencana tanggap darurat.
Selain itu, gempa ini juga menimbulkan pertanyaan tentang seberapa baik kita memahami fenomena alam ini. Meskipun ilmu pengetahuan telah membuat kemajuan yang besar dalam memahami gempa bumi, masih ada banyak misteri yang perlu dipecahkan. Penelitian lebih lanjut dan investasi dalam ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi sangat penting untuk meningkatkan pemahaman kita tentang gempa bumi dan potensi dampaknya.
Di tengah ketidakpastian dan kekhawatiran, ada juga cerita tentang kekuatan manusia untuk beradaptasi dan berdamai dengan alam. Masyarakat di daerah yang terkena dampak gempa, baik di Tuban maupun di Kalimantan, menunjukkan solidaritas dan keberanian dalam menghadapi cobaan ini. Ini adalah pengingat bahwa dalam menghadapi bencana alam, kebersamaan dan kesatuan adalah kunci untuk pulih dan bangkit kembali.
Dengan demikian, kejadian gempa Tuban yang “merayap” hingga Kalimantan bukan hanya sebuah peristiwa alam biasa, tetapi juga sebuah cerminan dari kompleksitas dan ketidakpastian alam. Ini adalah panggilan bagi kita semua untuk terus belajar, beradaptasi, dan bersatu dalam menghadapi tantangan yang dibawa oleh alam semesta ini.
Getaran gempa Tuban tak hanya dirasakan di Pulau Jawa saja. Guncangannya bahkan “merayap” hingga Kalimantan.
Seperti diketahui, terjadi rentetan gempa di atas magnitudo 5,0 pada Jumat (22/3/2024).
Bermula dari gempa magnitudo 6,0 pada pukul 11.22 WIB, lalu magnitudo 5,2 pada pukul 12.31 WIB, kemudian magnitudo 6,5 pada pukul 15.52 WIB.
Titik gempa berada pada 130-133 kilometer timur laut Tuban, Jawa Timur. Tiga gempa tersebut berkedalaman 10 kilometer.
Sejumlah warga di Pulau Kalimantan turut merasakan guncangan gempa Tuban, khususnya pada gempa magnitudo 6,5.
Salah satunya di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tanah Bumbu Sulhadi mengatakan, warga di pesisir Pantai Pagatan, Kecamatan Kusan Hilir, merasakan getaran selama tiga hingga lima detik.
“Hal itu juga terjadi sepanjang pesisir laut yang ada di Kecamatan Angsana dan Kecamatan Satui,” ujarnya, Jumat, dikutip dari Antara.
Di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, seorang warga bernama Sri mengaku merasakan getaran sebanyak dua kali.
“Awalnya biasa saja, kayak mobil truk lewat,” ucap perempuan yang tinggal di Kecamatan Kendawangan ini.
Sementara itu, di Sampit, Kalimantan Tengah, Abu, warga setempat, keluar rumah lantaran merasakan getaran gempa.
“Yang paling terasa sore tadi, getaran sekitar 10 detik, saya lari ke luar rumah,” ungkapnya, Jumat.
Pada Jumat, Abu mengaku merasakan dua kali gempa. Ia merasakan getaran kecil saat gempa pada pukul 11.22 WIB. Guncangan yang lebih kuat dirasakannya pada gempa pukul 15.52 WIB.
Warga di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, juga merasakan guncangan gempa Tuban.
“Saya sempat merasakan getaran, tadi tapi tidak terlalu, kejadiannya itu sekitar jam lima lewat tadi sore. Kalau getarannya itu cukup lama, kisaran 1 menit,” tutur Syamsir Awal, warga Kecamatan Tanah Grogot, Jumat, dilansir dari Kaltim.
Hal senada diungkapkan Kepala BPBD Kabupaten Paser Ruslan.
“Getarannya memang terasa sampai di sini (Paser), satu menitan ada lah tadi getarannya itu,” jelasnya.
Dia menuturkan, getaran gempa itu tidak menimbulkan kerusakan di Paser.
Gempa Tuban di mata pakar geologi dan BMKG
ANTARA FOTO/Didik Suhartono Warga menyaksikan atap rumah yang roboh di Jalan Ngaglik, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (22/3/2024). Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Surabaya mencatat lima bagunan di Surabaya mengalami kerusakan akibat gempa bumi susulan yang berpusat 130 kilometer timur laut Kabupaten Tuban, Jawa Timur.
Bagaimana tanggapan pakar geologi mengenai fenomena gempa Tuban?
Pakar geologi ITS Surabaya, Amien Widodo, mengungkapkan, gempa tersebut merupakan peristiwa yang jarang terjadi.
Ia menjelaskan, gempa itu dipicu sesar aktif di Laut Jawa. Lantaran kedalaman gempa hanya 10 kilometer, membuat guncangannya meluas.
“Pemicunya sesar aktif, ke dalamnya sangat dangkal, peristiwa yang jarang terjadi. Yang sering gempa dengan kedalaman sekilar 300 kilometer,” terangnya, Jumat.
Ia menyampaikan, gempa tersebut berpotensi menghasilkan sejumlah gempa susulan dengan kekuatan yang lebih rendah.
“Pergeseran permukaan pada gempa Tuban terjadi secara horizontal sehingga tidak berpotensi tsunami. Tapi gempa susulan itu bisa banyak sekali, bisa berhari hari,” bebernya.
Amien berpesan agar gempa Tuban dimonitor untuk mengetahui apakah ada tekanan yang masih aktif atau tidak.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan bahwa gempa Tuban tersebut cukup mengejutkan. Pasalnya, gempa itu berada di zona kegempaan rendah (low seismicity).
Di samping itu, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono memaparkan, gempa magnitudo 6,0 (dimutakhirkan menjadi M 5,9) yang disusul dengan gempa magnitudo 6,5 merupakan kejadian luar biasa.
BMKG membeberkan, sesar yang mempengaruhi dua gempa itu belum terpetakan secara kredibel.
“Saya menilai berdasarkan fakta kondisi tektonik, sejarah, aktivitas, ini adalah sejarah dan sesarnya belum terpetakan secara kredibel. Contohnya, kalau di Lembang, Sesar Cimandiri itu jelas,” sebutnya dalam konferensi pers secara daring, Jumat.
Saat disinggung soal gempa M 6,5 yang menyertai gempa pertama M 5,9, Daryono berpandangan bahwa ada dinamika berbeda-beda dalam proses gempa, khususnya terkait sesar.
“Ada faktor yang memunculkan energi yang lebih besar. Dalam prosesnya ada bagian yang (gempa) pembukanya memang bagian rapuh, sehingga bagian itu ter-trigger kemudian memunculkan gempa lebih besar,” ulasnya.
BMKG memastikan bahwa gempa Tuban M 5,9 dan M 6,5 merupakan satu rangkaian.
Sumber: (Penulis: Hendra Cipta, Kurnia Tarigan, Andhi Dwi Setiawan | Editor: Dita Angga Rusiana, Gloria Setyvani Putri, Pythag Kurniati), Antara, TribunKaltim.co