Kratom: Tanaman Kontroversial yang Mengundang Perdebatan
Jakarta – Kratom, tanaman herbal yang berasal dari Asia Tenggara, telah menjadi bahan perbincangan publik yang hangat di Indonesia. Hal ini menyusul langkah Presiden Joko Widodo yang turun tangan untuk mengatur tata niaga dan perdagangan tanaman tersebut.
Keputusan ini diambil menyusul perdebatan sengit antar kementerian dan lembaga pemerintahan mengenai klasifikasi dan bahaya kratom. Pemerintah terus melakukan penelitian mendalam untuk menentukan apakah kratom memiliki potensi membahayakan masyarakat layaknya narkoba.
Apa itu Kratom?
Kratom adalah tanaman yang masuk dalam kategori New Psychoactive Substances (NPS) atau zat psikoaktif baru. Badan Narkotika Nasional (BNN) merekomendasikan agar kratom dimasukkan ke dalam narkotika golongan I berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Kratom memiliki berbagai nama lokal, seperti ketum, purik, sepat, kedamba, ithang, kakuan, thom, atau biak. Terdapat tiga varietas kratom dengan sekitar 20 jenis yang tersebar di Asia Tenggara, mulai dari Indonesia hingga Myanmar. Namun, saat ini kratom juga telah dibudidayakan di negara-negara lain. Populasi terbesar tanaman ini terdapat di Indonesia, terutama di Pulau Kalimantan, Sumatera, dan Papua.
Tanaman kratom memiliki beberapa bagian penunjang, seperti akar, batang, tangkai, daun, bunga, biji, dan buah. Masing-masing bagian memiliki ciri khas tersendiri yang membedakannya dari tanaman lain.
Khasiat Tradisional Kratom
Selama berabad-abad, masyarakat Asia Tenggara telah menggunakan kratom untuk berbagai keperluan. Petani dan buruh mengunyah daun kratom segar sebagai stimulan untuk mengatasi kelelahan dan meningkatkan produktivitas.
Di Thailand, kratom disajikan sebagai makanan ringan untuk menerima tamu. Selain itu, tanaman ini juga digunakan dalam ritual pemujaan leluhur dan dewa, sehingga masyarakat Thailand menyebutnya sebagai “daun dewa”.
Masyarakat Kalimantan, khususnya di Kalimantan Barat, mengonsumsi seduhan daun kratom sebagai jamu atau teh herbal. Sedangkan di Malaysia, kratom dikonsumsi sebagai jus dengan mencampurnya dengan minuman manis.
Kontroversi dan Penelitian Berkelanjutan
Klasifikasi kratom sebagai narkotika oleh BNN memicu perdebatan di kalangan masyarakat. Ada pihak yang mendukung keputusan tersebut karena kekhawatiran akan potensi penyalahgunaan kratom. Namun, ada juga pihak yang berpendapat bahwa kratom memiliki manfaat medis dan seharusnya tidak diklasifikasikan sebagai narkotika.
Pemerintah Indonesia sedang terus melakukan penelitian untuk mendapatkan bukti ilmiah yang lebih kuat mengenai dampak kesehatan dari kratom. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan landasan yang jelas untuk mengatur tata niaga dan perdagangan kratom di masa mendatang.
Sampai saat ini, regulasi mengenai kratom masih belum final. Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan pembentukan tim khusus untuk menyusun rancangan peraturan pemerintah tentang kratom. Diharapkan, peraturan ini dapat memberikan kejelasan dan kepastian hukum bagi seluruh pemangku kepentingan yang terkait dengan perdagangan dan penggunaan kratom.