Suratsuara.com – Panggilan Mahkamah Konstitusi (MK) kepada empat menteri dari pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) telah menjadi sorotan hangat dalam dunia politik Indonesia belakangan ini. Dalam konteks ini, kubu yang tergabung di belakang Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka mengekspresikan keberatannya terhadap langkah ini, menimbulkan perdebatan serius terkait aspek politik dan hukum.
Pertama-tama, perlu dipahami bahwa panggilan tersebut bermula dari gugatan yang diajukan oleh sejumlah pihak terkait kebijakan pemerintah yang dinilai kontroversial. MK sebagai lembaga peradilan konstitusi memiliki wewenang untuk memeriksa keabsahan undang-undang dan peraturan yang dikeluarkan oleh eksekutif. Namun, hal ini juga harus dilihat dalam kerangka menjaga keseimbangan antara kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif agar tidak terjadi tumpang tindih yang merugikan fungsi-fungsi negara.
Kubu Prabowo-Gibran menyoroti bahwa panggilan tersebut dapat dianggap sebagai campur tangan terhadap kewenangan eksekutif dalam menjalankan tugasnya. Mereka menyatakan bahwa langkah ini dapat mengganggu stabilitas pemerintahan dan berpotensi menciptakan ketidakpastian di tengah-tengah dinamika politik nasional. Argumentasi ini menggarisbawahi pentingnya menjaga prinsip-prinsip demokrasi dan kestabilan dalam sistem politik suatu negara.
Dari sisi hukum, perspektif ini menimbulkan pertanyaan tentang batasan wewenang MK dalam memanggil pejabat eksekutif. Meskipun MK memiliki kewenangan untuk memeriksa keabsahan kebijakan pemerintah, namun batas-batasnya perlu dijaga agar tidak menimbulkan ketegangan yang berlebihan antara lembaga-lembaga negara. Diskusi mengenai interpretasi Pasal 24C UUD 1945 tentang kewenangan MK dalam hal ini menjadi penting untuk dikaji lebih lanjut.
Di samping itu, isu ini juga mencerminkan dinamika politik di Indonesia yang semakin kompleks. Dengan adanya perbedaan pendapat antara kubu yang berseberangan, diharapkan dapat mendorong dialog dan diskusi yang konstruktif demi kepentingan bersama dalam membangun bangsa. Penguatan institusi-institusi negara yang independen dan transparan juga menjadi kunci dalam memastikan penegakan hukum yang adil dan berkeadilan bagi semua pihak.
Tim Pembela Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Sidang Sengketa Pilpres 2024 keberatan, jika hakim konstitusi hendak memanggil empat menteri dari kabinet Jokowi untuk bersaksi dalam sengketa hasil pemilihan umum (PHPU).
Menurut Wakil Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan, perkara sengketa Pilpres berbeda jenis dengan pengujian Undang-Undang yang umumnya dilakukan Mahkamah Konstitusi (MK).
“Sehubungan dengan permohonan untuk memanggil dari pihak menteri, kami hanya mohon dipertimbangkan, mengingat perkara ini bukan perkara pengajuan norma, tapi suatu sengketa dimana barang siapa yang membuktikan haknya maka pembuktian pada pemohon, maka mungkin sebaiknya itu (hakim memanggil menteri) tidak diperlukan,” kata Otto di ruang sidang Gedung MK, Jakarta, Kamis 28 Maret 2024, malam.
Otto juga berpendapat, apakah ada relevansi empat menteri dari kabinet Jokowi untuk dihadirkan. Mendengar hal itu, Hakim Ketua Konstitusi Suhartoyo berjanji mempertimbangkan saran keberatan dari kubu Prabowo-Gibran tersebut.
“Perlu juga mempertimbangkan relevansi kehadiran menteri dari masalah ini, namun terserah pada keputusan Yang Mulia,” tambah Otto.
“Baik, itu nanti yang akan kami pertimbangkan,” jawab Suhartoyo.
Sebelumnya,Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani enggan menanggapi terkait Tim Hukum Nasional (THN) Anies-Muhaimin (AMIN) yang meminta dirinya hadir sebagai saksi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Saat ditanya awak media terkait tanggapan permintaan itu, Sri Mulyani hanya tersenyum. Begitu pula saat ditanya terkait apakah dirinya sudah mendengar kabar tersebut atau belum Sri Mulyani hanya menggeleng sekali dan dia tetap terdiam hingga memasuki mobilnya yang berwarna hitam.
Diketahui,Ketua Tim Hukum Nasional AMIN, Ari Yusuf Amir menyela dan bertanya kepada majelis hakim konstitusi terkait permohonanya agar Mahkamah Konstitusi (MK) dapat memanggil sejumlah pihak dari kalangan menteri untuk ikut bersaksi terkait sengketa Pilpres 2024 yang diyakininya sarat kecurangan dari alat negara yang diintervensi oleh presiden.
“Kami sudah menyampaikan permohonan kepada majelis hakim untuk dapat membantu menghadirkan Menteri Keuangan Republik Indonesia (Sri Mulyani), Menteri Sosial Republik Indonesia (Tri Rismaharini), Menteri Perdagangan Republik Indonesia (Zulkifli Hasan), Menteri Koordinator Perekonomian Republik Indonesia (Airlangga Hartarto) guna didengar keterangannya dalam persidangan ini Yang Mulia,” kata Ari di ruang sidang Gedung MK, Jakarta, Kamis 28 Maret 2024.
Mendengar hal itu, Suhartoyo mengaku belum dapat memberikan jawaban. Menurut dia, empat menteri yang diminta untuk dihadirkan harus dibahas dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) terlebih dahulu.
“Itu nanti kami bahas,” singkat Suhartoyo.
Pada momen tersebut, Todung Mulya Lubis selaku Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud yang juga hadir dalam persidangan mengaku mendukung permintaan dari Tim Hukum Nasional AMIN untuk menghadirkan para menteri dari kabinet Jokowi. Kepada majelis hakim, Todung menilai hal tersebut penting, sebab banyak persoalan mengenai dugaan kecurangan Pemilu yang harus diungkap.
Salah satunya terkait penggunaan bantuan sosial atau bansos yang masif dan dipercaya berpengaruh dalam mendongkrak suara dari Prabowo-Gibran.
“Banyak sekali mengajukan hal-hal yang berkaitan dengan bansos, kebijakan fiskal dan lain-lain, kami juga ingin ajukan permohonan yang sama. Jadi kami mohon perkenan majelis hakim mengabulkan,” ujar Todung.