Sabtu, Juli 6, 2024
BerandaBisnisKrisis Harga Saham AMD Dan Intel: Penyebab Dan Implikasi

Krisis Harga Saham AMD Dan Intel: Penyebab Dan Implikasi

- Advertisement -

Suratsuara.com – Industri teknologi semikonduktor adalah medan yang dinamis, di mana perubahan cepat dapat menggerakkan pasar saham dengan cepat pula. Dalam beberapa waktu terakhir, dua raksasa dalam industri ini, Advanced Micro Devices (AMD) dan Intel, telah mengalami penurunan harga saham yang signifikan. Apa yang mendasarinya? Dan apa implikasinya bagi industri dan investor?

Penyebab Penurunan Harga Saham

1. Persaingan yang Ketat: AMD telah menunjukkan kinerja yang kuat dengan meluncurkan serangkaian produk yang inovatif, mengancam dominasi tradisional Intel. Persaingan yang ketat antara keduanya telah menciptakan ketidakpastian di pasar.

2. Penundaan Produksi: Intel telah menghadapi beberapa penundaan dalam produksi chipnya, memberikan kesempatan bagi AMD dan pesaing lainnya untuk mengejar. Ini mengurangi kepercayaan investor terhadap kemampuan Intel untuk tetap menjadi pemimpin pasar.

3. Permintaan yang Kurang Dari yang Diharapkan: Di tengah ketidakpastian ekonomi global dan kurangnya permintaan untuk beberapa produk teknologi, ekspektasi terhadap penjualan chip telah berkurang, memberikan tekanan tambahan pada harga saham kedua perusahaan.

Implikasi dan Tantangan

1. Ketidakpastian Pasar: Penurunan harga saham AMD dan Intel mencerminkan ketidakpastian yang sedang melanda pasar semikonduktor. Hal ini menimbulkan tantangan bagi kedua perusahaan dalam merencanakan strategi jangka panjang dan menghadapi fluktuasi pasar.

- Advertisement -

2. Kesempatan Bagi Pesaing: Penurunan harga saham Intel memberikan kesempatan bagi pesaing seperti AMD, Nvidia, dan perusahaan semikonduktor lainnya untuk menguatkan posisi mereka di pasar. Ini bisa mengubah lanskap persaingan secara signifikan.

3. Fokus pada Inovasi: Dalam menghadapi tantangan ini, AMD dan Intel perlu memperkuat fokus mereka pada inovasi produk. Produk-produk yang unggul dan mampu memenuhi kebutuhan pasar akan menjadi kunci untuk memperoleh kembali kepercayaan investor.

Outlook Masa Depan

Meskipun penurunan harga saham saat ini menimbulkan ketidakpastian, banyak analis meyakini bahwa kedua perusahaan masih memiliki potensi untuk pemulihan. AMD terus mengukuhkan dirinya dengan produk-produk inovatifnya, sementara Intel sedang berusaha memperbaiki masalah produksinya.

- Advertisement -

Pasar semikonduktor adalah medan yang dinamis dan sulit diprediksi. Investor perlu memperhatikan perkembangan lebih lanjut dalam persaingan antara AMD dan Intel, serta bagaimana kedua perusahaan ini menanggapi tantangan yang dihadapi.

Dalam menghadapi tantangan ini, kolaborasi, inovasi, dan ketahanan terhadap perubahan akan menjadi kunci untuk kelangsungan kedua perusahaan ini di tengah gejolak pasar yang terus berubah.

Saham Advanced Micro Devices (AMD) dan Intel merosot pada Jumat, 12 April 2024 setelah The Wall Street Journal melaporkan China memerintahkan operator telekomunikasi terbesar di negara itu untuk menghentikan penggunaan chip asing.

Dilansir dari CNBC Sabtu (13/4/2024), pejabat Tiongkok mengeluarkan arahan awal tahun ini agar sistem telekomunikasi menggantikan prosesor inti non-Tiongkok pada 2027. Laporan tersebut mengatakan mandat tersebut akan berdampak pada AMD dan Intel.

Saham AMD ditutup turun 4,2% pada Jumat di level USD 163,28 atau setara Rp 2,6 juta (asumsi kurs Rp 16.117 per dolar AS) sementara Intel turun 5,2% menjadi USD 35,69 atau setara Rp 575.244.

Kedua pihak tidak mengomentari arahan di Tiongkok tersebut. Tiongkok menyumbang 27% pendapatan Intel pada 2023, menjadikannya pasar terbesar perusahaan. AMD menghasilkan 15% penjualan dari Tiongkok, termasuk Hong Kong, tahun lalu.

Ketergantungan mereka pada Tiongkok menggarisbawahi pentingnya perekonomian negara terbesar kedua di dunia ini meskipun terdapat peraturan AS yang bertujuan membatasi ekspor chip ke negara tersebut dan upaya Tiongkok untuk tidak terlalu bergantung pada teknologi asing.

Tiongkok menetapkan pedoman baru pada bulan Desember untuk menghapus chip AS dari komputer dan server pemerintah, memblokir prosesor dari AMD dan Intel, Financial Times melaporkan bulan lalu.

Pada Oktober 2022, Amerika Serikat menerapkan peraturan yang dirancang untuk membatasi akses Tiongkok terhadap chip-chip canggih Amerika, terutama yang penting bagi teknologi kecerdasan buatan.

Akhir tahun lalu, AS mengumumkan pembatasan baru untuk mencegah penjualan lebih banyak chip AI ke Tiongkok, sebagai upaya untuk menutup celah yang ada pada aturan sebelumnya.

Sebelumnya diberitakan, China merilis pedoman baru telah meluncurkan pedoman baru yang akan hapus secara bertahap prosesor Amerika Serikat di komputer dan server pemerintah. Dengan demikian,Chinaefektif memblokir chip dari Intel dan AMD.

Demikian laporanFinancial Timesseperti dikutip dariCNBC, Senin (25/3/2024). Laporan itu menyebutkan, pedoman pengadaan itu diumumkan pada 26 Desember, dan kini diterapkan serta akan berdampak pada sistem operasiWindowsdan software database asing. China kini memilih alternatif dari negeri sendiri.

Instansi pemerintah di tingkat kota kecil juga telah diperintahkan untuk membeli prosesor dan sistem operasi yang “aman dan andal”. Adapun AMD dan Intel menolak mengomentari laporan itu.

Adapun langkah tersebut seiring negara tirai bambu sedang mendorongindustri semikonduktordomestiknya dan mengurangi ketergantungan terhadap teknologi asing.

Semikonduktor, komponen penting yang ditemukan di berbagai perangkat mulai dari ponsel pintar hingga peralatan medis telah menjadi pusat perang teknologi antara Amerika Serikat (AS) dan China.

Amerika Serikattelah menerapkan pembatasan ekspor untuk memutus akses Beijing terhadap peralatan dan teknologi semikonduktor utama.

Pada Oktober 2022, AS memperkenalkan peraturan yang bertujuan membatasi kemampuan China untuk mengakses, memperoleh dan produksi chip semikonduktor canggih di tengah kekhawatiran China dapat memakainya untuk tujuan milider.

Kemudian AS mengenalkan peraturan baru pada Oktober 2023 untuk mencegah perusahaan desain chip AS, Nvidia menjual chip artificial intelligence atau kecerdasan buatan kepada China.

Sejak 2019, perusahaan teknologi China seperti Huawei dan pembuatchipterbesar China SMIC terkena sanksi dari AS yang bertujuan membatasi aksesnya terhadap teknologi canggih. SMIC juga tidak dapat memperoleh mesin litografi ultraviolet ekstrem yang penting untuk pembuatan chip canggih dari perusahaan ASML.

Berdasarkan riset CINNO yang berbasis di Shanghai, embargo teknologi yang dipimpin AS telah membantu meningkatkan pendapatan perusahaan manufaktur peralatan chip domestik China. 10 produsen peralatan terbesar di China melaporkan pendapatan naik 39 persen pada semester I 2023 dibandingkan tahun lalu.

Sebelumnya diberitakan, aksi jual saham pada perdagangan Jumat, 12 April 2024 seiring kekhawatiran inflasi dan geopolitik kembali melemahkan sentimen investor di wall street.

Selain itu, koreksi saham bank juga bebani pasar. Dikutip dari CNBC, Sabtu (13/4/2024), pada penutupan perdagangan wall street Jumat pekan ini, indeks Dow Jones merosot 475,84 poin atau 1,24 persen ke posisi 37.983,24. Indeks S&P 500 anjlok 1,46 persen ke posisi 5.123,41. Indeks Nasdaq merosot 1,6 persen ke posisi 16.175,09.

Pada sesi perdagangan, indeks Dow Jones sempat turun hampir 582 poin atau 1,51 persen. Indeks S&P 500 tergelincir 1,75 persen.

Selama sepekan, indeks S&P 500 turun 1,56 persen. Indeks Dow Jones terpangkas 2,37 persen. Indeks Nasdaq melemah 0,45 persen.

Adapun saham JPMorgan Chase merosot lebih dari 6 persen setelah melaporkan kinerja kuartal pertama. JPMorgan Chase mengatakan, net interest income atau pendapatan bunga bersih akan lebih kecil pada 2024. CEO Jamie Dimon juga memperingatkan inflasi yang tinggi masih bebani ekonomi.

Selain itu, saham Wells Fargo turun 0,4 persen setelah melaporkan kinerja kuartalan terakhir. Saham Citigroup merosot 1,7 persen meski melaporkan pendapatan yang kalahkan prediksi.

Di sisi lain, harga minyak terus menguat di tengah Israel dilaporkan mempersiapkan serangan langsung ke Iran pekan ini. Hal itu akan menjadi ketegangan terbesar sejak pecahnya perang Israel-Hamas pada Oktober. Harga minyak Amerika Serikat berada di posisi USD 85,66 per barel usai menguat di posisi USD 87.

Hal ini ditambah dengan data impor AS yang baru menambah kekhawatiran terhadap inflasi yang telah memberikan tekanan pada pasar.

“Kami mendapatkan sentimen risk-off lebih lanjut menjelang akhir pekan. Anda melihat adanya peralihan ke perdagangan yang lebih aman, dengan dolar AS yang lebih kuat dan kita melihat aksi jual saham,” ujar US Bank Wealth Management Senior Investment Management, Rob Haworth.

Ia menambahkan, hal ini terjadi setelah data inflasi menunjukkan ekonomi masih cukup panas dan inflasi masih stagnan. “Itulah yang membuat investor benar-benar menyesuaikan ekspektasi terhadap the Fed. Itulah beberapa alasan mengapa mereka bersikap hati-hati menjelang akhir pekan,” kata Haworth.

Konsumen juga semakin khawatir terhadap inflasi yang tinggi masih berlanjut. Indeks sentimen konsumen pada April berada di posisi 77,9 di bawah estimasi konsensus Dow Jones sebesar 79,9, menurut the University of Michigan’s Surveys of Consumers. Inflasi diprediksi meningkat pada 2025 dan dalam jangka panjang.

- Advertisement -
Advertisement
RELATED ARTICLES

Tetap Terhubung

199,856FansSuka
215,976PengikutMengikuti
152,458PengikutMengikuti
284,453PelangganBerlangganan

Most Popular