Suratsuara.com – Sebuah kejadian menarik perhatian publik baru-baru ini adalah penunjukan BW sebagai tersangka saat menjadi ahli dalam kasus yang melibatkan tokoh politik, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. BW, yang identitasnya semakin mencuat dalam dunia politik, telah terlibat dalam berbagai kontroversi, termasuk tuduhan pembunuhan karakter.
Peran BW dalam politik telah menarik sorotan sejak awal. Dikenal sebagai seorang yang cakap dalam urusan politik, BW memiliki keahlian yang diakui dalam merumuskan strategi dan menyampaikan pesan yang efektif. Namun, popularitasnya telah dipenuhi dengan berbagai kontroversi, yang terbaru adalah ketika ia dijadikan tersangka dalam kasus yang melibatkan Prabowo dan Gibran.
Keputusan pihak berwenang untuk menetapkan BW sebagai tersangka dalam konteks politik menimbulkan polemik di masyarakat. Banyak yang menduga bahwa keputusan tersebut memiliki motif politik yang dalam, sementara yang lain mendukung langkah hukum yang diambil atas dasar bukti yang kuat. Namun, apa pun alasan di balik keputusan tersebut, hal ini menambah kompleksitas dalam arena politik yang sudah terbiasa dengan drama dan intrik.
Namun, kontroversi yang lebih mendalam muncul ketika BW dituduh terlibat dalam pembunuhan karakter. Pembunuhan karakter, dalam konteks politik, merupakan taktik yang tidak jarang digunakan untuk menjatuhkan lawan politik atau mengalihkan perhatian dari isu yang sebenarnya penting. Tuduhan ini muncul karena serangkaian pernyataan dan tindakan BW yang dianggap merusak reputasi lawan politiknya secara tidak adil.
Menurut Eddy Hiariej, seorang analis politik terkemuka, “Pembunuhan karakter telah menjadi senjata umum dalam arena politik kita. Hal ini menciptakan lingkungan yang tidak sehat dan merusak integritas proses politik yang seharusnya berlandaskan pada ideologi dan kepentingan masyarakat.” Dia menambahkan bahwa fenomena ini semakin meruncing dalam situasi di mana persaingan politik semakin ketat dan kepentingan politik tampaknya mendominasi di atas kepentingan publik.
Ketika menghadapi tudingan pembunuhan karakter, BW memberikan tanggapan yang tegas, membela langkah-langkahnya sebagai bagian dari strategi politik yang sah. Dia menegaskan bahwa apa pun yang dia lakukan adalah dalam upaya untuk melindungi kepentingan rakyat dan mencapai tujuan politik yang dia anut. Namun, banyak pihak skeptis terhadap klaim tersebut, melihatnya sebagai upaya untuk menutupi tindakan yang tidak etis dalam permainan politik.
Dalam menghadapi tantangan ini, masyarakat dan pemerintah dihadapkan pada pertanyaan penting tentang etika politik dan integritas dalam masyarakat demokratis. Apakah praktik pembunuhan karakter harus diterima sebagai bagian dari politik yang sah, atau apakah kita harus menuntut standar yang lebih tinggi dari para pemimpin kita? Bagaimanapun juga, keberadaan individu seperti BW dalam arena politik menyoroti perlunya kritis dan pengawasan yang ketat dari publik terhadap perilaku politik yang tidak bermoral.
Kasus yang melibatkan BW, Prabowo, dan Gibran hanya merupakan salah satu contoh dari dinamika kompleks yang mengatur politik kita. Sementara tuduhan dan kontroversi terus bergulir, satu hal yang pasti adalah bahwa politik Indonesia membutuhkan transparansi, akuntabilitas, dan komitmen terhadap kepentingan rakyat yang sejati. Tanpa itu, ancaman pembunuhan karakter dan manipulasi politik akan terus mengikis kepercayaan masyarakat terhadap proses politik itu sendiri.
Guru Besar Hukum dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej dihadirkan sebagai ahli dalamsidang sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (4/4/2024).
Pria yang pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) ini dihadirkan oleh pihak terkait, yakni Prabowo-Gibran sebagai seorang ahli.
Namun keberadaan Eddy Hiariej sebagai ahli dalam sidang sengketa Pilpres ini dipermasalahkan oleh kubu pemohon 1. AnggotaTim Hukum Nasional Anies-Muhaimin (AMIN), Bambang Widjojanto menilai, Eddy Hiariej tidak layak menjadi ahli karena berstatus tersangka dugaan rasuah.
Tidak terima dengan pernyataan pria yang karib disapa BW tersebut, Eddy Hiariej pun menegaskan bahwa hal itu adalah sebuah pembunuhan karakter ataucharacter assassination.
“Saya kira saya berhak untuk tidak terjadi character assassination, karena begitu dikatakan saudara BW, hari ini pemberitaan dengan seketika mempersoalkan keberadaan saya,” ujar Eddy Hiariej di ruang sidang utama Gedung MK, Jakarta, Kamis (4/4/2024).
Eddy Hiariej kemudian menyampaikan klarifikasi terkait status tersangkanya. Menurut dia, status tersebut sudah gugur melalui sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada 30 Januari 2024.
“Saya sebagai tersangka sudah saya challenge di PN Jaksel, dan putusan tanggal 30 (Januari 2024) membatalkan status saya sebagai tersangka,” jawab Eddy.
Usai mengklarifikasi, dia pun menyinggung balik soal status Bambang Widjojantoyang diketahui juga menjadi tersangka. Namun mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu tidak melakukan praperadilan, dan malah mengharapkan deponering dari Jaksa Agung.
“Jadi saya berbeda dengan saudara BW, ketika ditetapkan sebagai tersangka, dia tidak men-challange tapi mengharapkan belas kasihan Jaksa Agung,” ucap Eddy menandasi.
Sebagai informasi, Eddy Hiariej pernah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Eddy diduga menerima gratifikasi terkait pengurusan status hukum PT. Citra Lampia Mandiri (CLM) senilai Rp 7 miliar.
Namun, PN Jakarta Selatan mengabulkan praperadilan Eddy sebab dugaan tersebut dinilai tak cukup bukti.
Sedangkan BW ditetapkan tersangka pada tahun 2015 sebab diduga terkait kasus pengaturan untuk memberikan kesaksian palsu dalam sidang sengketa perkara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Kotawaringin Barat 2010 di Mahkamah Konsitusi (MK).
Namun pada 2016, Jaksa Agung HM Prasetyo telah memutuskan untuk mengesampingkan (deponering) kasus mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto (BW).
Sebelumnya diberitakan, Tim kuasa hukum Anies-MuhaiminBambang Widjojantokeluar atau walkout pada persidangan perselisihan hasil pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (4/4/2024).
Bambang walkout ketika ahli dari tim Prabowo-Gibran, Eks Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej hendak menyampaikan paparannya.
“Majelis karena saya tadi merasa keberatan saya izin untuk mengundurkan diri ketika rekan saya profesor Hiariej akan memberikan penjelasan nanti saya akan masuk lagi di saksi ahli yang lainnya sebagai Konstitensi dari sikap saya, terima kasih,” kata Bambang di ruang sidang MK.
Eddy yang sudah berada di podium langsung merespons atas keluarnya Bambang dari persidangan.
“Saya kira sebelum saudara Pak Bambang Widjojanto meninggalkan tempat..,” kata Eddy.
Hakim MK Suhartoyo yang memimpin persidangan meminta Eddy tak mempersoalkan walkout-nya Bambang. Menurutnya, itu adalah hak dari eks pimpinan KPK tersebut.
“Sudah enggak apa-apa Pak Eddy, itu kan haknya beliau juga,” kata Suhartoyo.