Suratsuara.com – Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM) mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menepati jajinya menuntaskan penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, termasuk kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib.
Anggota KASUM Andi Muhammad Rezaldy mengatakan, Jokowi harus menyelesaikan belasan kasus pelanggaran HAM berat dengan membentuk pengadilan HAM.
“Mendesak Presiden Joko Widodo untuk membuktikan janjinya dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM Berat termasuk kasus Pembunuhan Munir,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (15/3/2024).
“Presiden cq Pemerintah dan DPR harus segera membentuk Pengadilan HAM untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat dalam hal ini Pembunuhan Munir Said Thalib,” sambung dia.
Selain itu, KASUM juga meminta agar Jokowi memerintahkan Jaksa Agung untuk segera menjalankan mandat menindaklanjuti penyelidikan Komnas HAM terkait pembunuhan Munir.
Sedangkan untuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, KASUM mendesak agar penyelidikan untuk menetapkan kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat digelar secara transparan dan akuntabel.
“Mendesak Komnas HAM untuk transparan dan akuntabel dalam menyelesaikan penyelidikan kasus pelanggaran HAM berat ini. Keterbukaan dalam proses penyelidikan harus dikedepankan,” tuturnya.
Andi juga menyebut KASUM mengajak masyarakat sipil juga media masa mengawal kasus pembunuhan Munir untuk ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat.
“Sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat perlindungan pejuang HAM dan penegakan hukum kasus kejahatan HAM berat di Indonesia,” tandasnya.
Sebagai informasi, Munir dibunuh pada 7 September 2004 dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta ke Amsterdam melalui Singapura.
Ia meninggal sekitar dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam, Belanda, pukul 08.10 waktu setempat.
Hasil otopsi menunjukkan adanya senyawa arsenik dalam tubuh mantan Ketua Dewan Pengurus Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) itu.
Proses hukum terhadap orang yang dianggap terlibat dalam pembunuhan Munir pernah telah dilakukan.
Pengadilan menjatuhkan vonis 14 tahun penjara kepada Pollycarpus Budihari Priyanto yang merupakan pilot Garuda Indonesia.
Pengadilan juga memvonis 1 tahun penjara kepada Direktur Utama Garuda Indonesia saat itu, Indra Setiawan. Dia dianggap menempatkan Pollycarpus di jadwal penerbangan Munir.
Sejumlah fakta persidangan bahkan menyebut adanya dugaan keterlibatan petinggi Badan Intelijen Negara (BIN) dalam pembunuhan ini. Akan tetapi, tidak ada petinggi BIN yang dinilai bersalah oleh pengadilan.
Pada 13 Desember 2008, mantan Deputi V BIN, Muchdi Purwoprandjono yang menjadi terdakwa dalam kasus ini, divonis bebas dari segala dakwaan.