Suratsuara.com – Granville Street di Vancouver, Kanada, memang terkenal dengan kepadatan lalu lintas dan jumlah pejalan kaki yang cukup signifikan. Namun, di tengah hiruk-pikuk kota yang sibuk ini, terdapat sebuah fenomena unik yang menjadi sorotan banyak pengunjung: cara unik pejalan kaki menyeberang di zebra cross dengan membawa batu bata. Tidak hanya menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di kota ini, tetapi juga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin merasakan pengalaman luar biasa di tengah keseharian.
Tradisi yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun ini memang menarik perhatian banyak orang. Setiap harinya, para pejalan kaki yang hendak menyeberang di zebra cross Granville tidak hanya membawa tas atau barang belanjaan, tetapi juga membawa batu bata. Mengapa batu bata? Ternyata, ada cerita menarik di balik tradisi unik ini.
Menurut legenda yang berkembang di kalangan masyarakat setempat, tradisi membawa batu bata saat menyeberang di zebra cross Granville bermula dari upaya untuk menunjukkan rasa tanggung jawab bersama dalam menjaga keselamatan. Awalnya, batu bata digunakan sebagai alat untuk memberi sinyal kepada pengendara yang kurang memperhatikan pejalan kaki. Namun, seiring berjalannya waktu, tradisi ini berkembang menjadi bagian dari budaya lokal yang khas dan menarik.
Meskipun awalnya terlihat aneh, namun tradisi ini ternyata memiliki manfaat yang cukup signifikan. Dengan membawa batu bata, para pejalan kaki tidak hanya memberi peringatan kepada pengendara, tetapi juga secara tidak langsung meningkatkan kesadaran akan pentingnya keselamatan di jalan raya. Hal ini membuat para pengendara menjadi lebih waspada dan mengurangi risiko terjadinya kecelakaan.
Selain manfaat keselamatan, tradisi unik ini juga memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitar. Dengan menjadi daya tarik wisata tersendiri, zebra cross Granville menjadi salah satu destinasi favorit bagi wisatawan yang berkunjung ke Vancouver. Hal ini turut berkontribusi dalam meningkatkan ekonomi lokal, baik melalui pendapatan langsung maupun tidak langsung.
Namun, seperti halnya tradisi lainnya, tradisi membawa batu bata ini juga menghadapi tantangan, terutama dalam era modern ini di mana mobilitas semakin tinggi dan budaya berubah dengan cepat. Beberapa pihak menganggap tradisi ini ketinggalan zaman dan berpotensi mengganggu lalu lintas yang sudah padat. Namun, bagi sebagian besar masyarakat setempat, tradisi ini tetap merupakan bagian tak terpisahkan dari identitas budaya mereka.
Sebagai bagian dari upaya pelestarian budaya lokal, pemerintah setempat terus berusaha untuk menjaga tradisi ini tetap hidup sambil tetap memperhatikan kebutuhan dan keselamatan para pengguna jalan lainnya. Melalui pendekatan yang bijaksana dan kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan pihak terkait lainnya, diharapkan tradisi unik ini dapat terus dilestarikan dan dihargai oleh generasi mendatang.
Dengan segala keunikan dan cerita menarik di baliknya, tradisi membawa batu bata saat menyeberang di zebra cross Granville, Kanada, tidak hanya menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat lokal, tetapi juga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin merasakan pengalaman unik di tengah hiruk-pikuk kota metropolitan. Sebuah contoh nyata bagaimana kebiasaan sederhana dapat menjadi simbol budaya yang bernilai dan berdampak positif bagi lingkungan sekitar.
Para pejalan kaki yang akan menyeberang di pintu masuk Pulau Granville, Vancouver, Kanada, mendapat alat bantu tak terduga.Mengutip CBC News pada Jumat, 5 April 2024, pejalan kaki dipersilakan mengambil batu bata merah berbahan busa yang tersedia di kanan kiri jalan.
Bata tersebut bisa dilambaikan saat menyeberang untuk menarik perhatian pengemudi, seolah-olah pejalan kaki akan melemparkan batu bata tersebut jika mobil tetap melaju. Ini merupakan kampanye April Mop yang dilakukan oleh organisasi nirlaba keselamatan yang bertujuan untuk keselamatan pejalan kaki di kawasan sibuk.
“Ini dimaksudkan sebagai lelucon, namun ada pesan serius di baliknya,” kata Mihai Cirstea, relawan Vision Zero Vancouver, nama organisasi nirlaba yang bertujuan mengurangi kematian dan cedera lalu lintas di wilayah tersebut.
Iklan
“Ini sangat efektif ketika (pengemudi) melihat Anda memegang batu bata, seperti ‘oh ya, sebaiknya saya berhenti dan membiarkan orang ini pergi’. Jadi ini memberi kekuatan kembali kepada pejalan kaki.”
Cirstea mengatakan inisiatif Hari April Mop terinspirasi oleh penyeberangandengan melambaikan bendera di kota-kota lain. Warga Pulau Cirstea dan Granville mengatakan perlu lebih banyak upaya untuk meningkatkan keselamatan pejalan kaki di wilayah sibuk tersebut, terutama di Jalan Anderson, jalan utama menuju pulau tersebut.
Data dari Perusahaan Asuransi B.C. menunjukkan bahwa terdapat 10 kecelakaan di persimpangan Anderson Jalan dan Island Park Walk yang merupakan bagian dari tembok laut, dalam periode 2018–2022. Lima di antaranya mengakibatkan cedera atau kematian.
Claudette Abgrall, yang telah bekerja di dekat pintu masuk Pulau Granville selama lebih dari lima tahun, mengatakan dia beberapa kali menyaksikan mobil melaju kencang di jalan menuju daerah tersebut.
“(Pengemudi) terkadang datang dengan kecepatan yang tidak masuk akal, tepat di depan kerumunan anak-anak,” katanya. “Ke mana mereka pergi terburu-buru?”
Abgrall juga mengaku bahwa telah mengajukan keluhan kepada Perusahaan Hipotek dan Perumahan Kanada, yang mengelola Pulau Granville. Ia juga meminta mereka untuk menambahkan ‘rambu kecepatan’ di daerah tersebut atau mempekerjakan orang untuk memfasilitasi penyeberangan pejalan kaki pada hari-hari sibuk.
Cirstea juga mengatakan Vision Zero Vancouver sebelumnya telah menyampaikan kekhawatiran kepada kota tersebut mengenai rawannya penyeberangan di Jalan Anderson dan menyarankan solusi permanen, seperti mengurangi jumlah jalur lalu lintas dan meninggikan jalur pejalan kaki. Dia mengatakan organisasi tersebut berencana untuk meninggalkan batu bata busa dan menandatanganinya setelah Hari April Mop, namun ragu bahwa pemerintah kota akan mengizinkannya tetap ada.
Juru bicara Pulau Granville, Cate Simpson, menyadari bahwa ada masalah keselamatan pejalan kaki di penyeberangan dimaksud.”Saya memahami bahwa Pulau Granville telah menghubungi Kota Vancouverbeberapa waktu lalu untuk meningkatkan keselamatan di persimpangan tersebut,” katanya.
Dalam sebuah pernyataan, Pemerintah Kota Vancouver mengatakan keselamatan pejalan kaki adalah salah satu prioritas utamanya dan telah berupaya meningkatkan visibilitas di persimpangan Jalan Anderson dan Island Park Walk, “termasuk meningkatkan penyeberangan dengan cat hijau dan tanda zebra, serta menurunkan tingkat kemacetan lalu lintas. Batas kecepatan dari 50 km/jam hingga 30 km/jam.”
Namun, kolom dukungan jembatan, yang terletak tepat di samping penyeberangan, menghadirkan tantangan tambahan. Maka itu, mereka mengimbau pengendara lebih berhati-hati ketika mendekati persimpangan saat mereka memasuki Pulau Granville.
Pemerintah kotamengaku terus menambahkan lebih banyak fitur keselamatan pada penyeberangan, termasuk lampu sinyal pejalan kaki yang berkedip, meskipun pemasangannya bisa memakan waktu hingga dua tahun karena proses desain dan persetujuan.
“Kampanye keselamatan kami fokus pada semua pengguna jalan untuk saling memperhatikan dan mempromosikan budaya keselamatan, bukan tentang menciptakan konflik antara pengguna jalan yang berbeda,” katanya.
Di Indonesia, hak-hak para pengguna jalan kakimasih kurang diperhatikan. Salah satu contoh dari masalah ini ada di Jalan Geger Kalong Girang, Bandung.
Mengutip Kanal Citizen6 Liputan6.com pada Sabtu, 6 April 2024, jalan ini berada dekat dengan kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan juga merupakan area tempat kos mahasiswa. Hal tersebut membuat Jalan Geger Kalong Girang selalu ramai dengan aktivitas mahasiswa yang lalu-lalang di jalan tersebut.
“Lalu lintasnya kurang teratur, banyak kendaraan simpang siur yang tidak jelas. Jelas ini mengganggu kenyamanan pengguna jalan,” tutur Abel, salah satu pejalan kaki.
Banyaknya kendaraan yang parkir sembarangan di trotoar juga mengganggu langkah pejalan kaki. Ditambah dengan lebar jalan yang kecil dan sedikitnya trotoar yang tersedia semakin meresahkan para pejalan kaki. Hal itu tak ayal membuat para pejalan kaki mau tak mau harus berjalan di jalan utama. Keamanan dan kenyamanan para pejalan kakijelas berkurang.
Padahal, hak pejalan kaki ini telah diatur dengan jelas dalam Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas. Dalam pasal 131 ayat (1) ditegaskan, pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan dan fasilitas lain.