Krisis Iklim sebagai Prioritas Pembangunan Indonesia dan Dunia
Di era modern, krisis iklim menjadi ancaman yang tak terhindarkan bagi pembangunan global, mengancam keberlanjutan, dan membahayakan kehidupan jutaan orang. Dengan risiko yang paling besar dihadapi oleh kelompok rentan, termasuk perempuan, anak-anak, dan masyarakat miskin, krisis ini juga mengancam keberadaan pulau-pulau kecil. Untuk mengatasi tantangan yang mendesak ini, negara-negara di dunia telah berkolaborasi untuk mencari solusi, termasuk melalui penggalangan dana untuk aksi iklim.
Konsekuensi dari perubahan iklim sangatlah signifikan dan meluas. Kekeringan, pencemaran air, peningkatan suhu, dan risiko bencana semakin meningkat, berdampak pada ketersediaan air bersih, ketahanan pangan, dan stabilitas sosial. Di kawasan Asia dan Pasifik, 19 dari 25 kota yang paling terancam kenaikan permukaan air laut berada di wilayah ini, dengan tujuh di antaranya terletak di Filipina. Namun, Indonesia menjadi negara yang paling terimbas banjir pesisir, dengan proyeksi 5,9 juta penduduknya akan terdampak setiap tahun hingga tahun 2100, menurut Asian Development Bank (ADB).
Dampak krisis iklim juga meluas ke sektor infrastruktur. Meningkatnya hawa panas menyebabkan permintaan listrik yang lebih besar untuk pendinginan, membebani jaringan listrik. Untuk mengatasi krisis ini, Indonesia, ADB, dan negara-negara lain telah berkomitmen untuk menambah Asian Development Fund (ADF) 14 sebesar 5 miliar dolar AS. Dana ini akan dialokasikan untuk intensifikasi upaya dalam mengatasi perubahan iklim, mengentaskan kemiskinan, dan mendorong pembangunan ekonomi yang inklusif.
ADF 14 memberikan perhatian khusus pada negara-negara berkembang kepulauan kecil yang sangat rentan terhadap perubahan iklim, serta negara-negara yang berada dalam situasi rentan dan terkena dampak konflik. Dana ini, yang dibentuk pada tahun 1974, telah berkomitmen untuk mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kualitas hidup di negara-negara paling miskin dan paling rentan di Asia dan Pasifik.
Kerja sama internasional sangat penting dalam menghadapi krisis global ini. Dukungan dari para donor menumbuhkan semangat gotong royong dan meningkatkan kapasitas kolektif untuk mengatasi tantangan yang tidak dapat ditangani oleh satu negara saja. Kolaborasi ini bertujuan untuk menjadikan kawasan Asia dan Pasifik lebih tangguh, inklusif, dan berkelanjutan.
ADB memberikan komitmen pendanaan iklim sebesar 9,8 miliar dolar AS pada tahun 2023, meningkat dari 6,7 miliar dolar AS pada tahun 2022. Investasi iklim yang signifikan dilakukan di sektor-sektor penting seperti transportasi, pertanian, dan energi. Selain itu, ADB juga memberikan bantuan teknis baru untuk Kemitraan Transisi Energi yang Adil, yang bertujuan untuk membantu Indonesia dalam transisinya dari bahan bakar fosil.
Indonesia juga menunjukkan komitmennya dalam mengatasi krisis iklim dengan melakukan tindakan nyata seperti menurunkan emisi gas rumah kaca. Meningkatkan target pengurangan emisi selaras dengan komitmen Indonesia dalam Perjanjian Paris. Upaya nasional ini disertai dengan kebutuhan akan dukungan internasional, termasuk penciptaan pasar karbon yang efektif, investasi untuk transisi energi, dan pendanaan untuk aksi iklim.
Krisis iklim dan dampaknya membutuhkan respons global dan serentak. Solusi yang komprehensif dan kolaboratif sangat penting untuk mewujudkan dunia yang sejahtera, berkelanjutan, dan maju bagi generasi mendatang.