Suratsuara.com – Pernyataan kontroversial yang diungkapkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) terkait dengan perasaan “khilaf” mereka dalam mendukung Gibran Rakabuming Raka sebagai Wali Kota Solo, Jawa Tengah, telah menarik perhatian publik. Respons yang diberikan oleh Gibran terhadap hal ini menggambarkan dinamika politik yang sedang berlangsung di tanah air.
Dalam sebuah wawancara yang dilakukan oleh media nasional, Gibran menanggapi pernyataan tersebut dengan sikap yang bijak dan dewasa. Meskipun dia adalah putra sulung dari Presiden Joko Widodo, Gibran menunjukkan bahwa dia memahami bahwa politik adalah sebuah arena yang penuh dengan dinamika dan perubahan.
Menanggapi pernyataan PDIP, Gibran menyatakan bahwa dia menghormati setiap pendapat dan keputusan yang diambil oleh partai tersebut. Sebagai seorang kader yang tergabung dalam PDIP, dia sadar bahwa keputusan partai adalah hal yang harus dijunjung tinggi dalam menjalankan proses politik.
Namun demikian, Gibran juga menegaskan bahwa dia telah melalui serangkaian proses seleksi yang ketat dan telah mendapatkan dukungan yang kuat dari masyarakat Solo. Dengan demikian, dia yakin bahwa keputusan untuk menjadi Wali Kota Solo adalah hasil dari kesepakatan dan kepercayaan bersama antara dirinya, partai, dan masyarakat.
Respons Gibran terhadap pernyataan “khilaf” dari PDIP menggambarkan kedewasaan dan kematangan politiknya. Dia tidak terpancing emosi atau terjebak dalam konflik yang bersifat personal. Sebaliknya, dia menunjukkan bahwa dia adalah pemimpin yang memiliki visi dan misi yang jelas dalam membangun Solo ke arah yang lebih baik.
Tidak hanya itu, sikap toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan pendapat yang ditunjukkan oleh Gibran juga memberikan contoh positif bagi para politisi dan masyarakat luas. Hal ini menunjukkan bahwa dalam berpolitik, penting untuk tetap menjaga etika dan sikap yang mengedepankan kepentingan bersama di atas segalanya.
Dengan demikian, respons Gibran terhadap pernyataan PDIP mengenai khilaf dalam mendukungnya sebagai Wali Kota Solo merupakan cerminan dari sikap kepemimpinan yang dewasa dan penuh tanggung jawab. Hal ini juga menunjukkan bahwa proses politik di Indonesia terus berkembang dan menghasilkan pemimpin-pemimpin yang dapat dipercaya untuk memimpin dengan integritas dan kompetensi yang tinggi.
Wakil presiden terpilih Pemilu 2024, Gibran Rakabuming Raka menanggapi pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang menyebut bahwa PDIP khilaf mengusung dirinya sebagai calon wali kota Solo. Gibran menyampaikan terima kasih sekaligus meminta maaf kepada Hasto Kristiyanto.
“Saya ikut Pak Hasto, terima kasih Pak Hasto masukannya,” kata Gibran kepada wartawan di Masjid Raya Sheikh Zayed, Solo, Jawa Tengah, dikutip Senin (1/4/2024).
Gibran juga merespons pernyataan Hasto yang menyebut kebijakan Presiden Jokowi justru memicu utang yang meningkat. Ia juga meminta maaf dan menyebut Hasto sebagai sosok yang paling oke.
“Mohon maaf Pak Hasto. Terima kasih. Pak Hasto paling oke,” ucap Gibran.
Sebelumnya, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengaku, khilaf pernah mencalonkan putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, sebagai wali Kota Solo.
Hasto menjelaskan PDIP berani mencalonkan Gibran kala itu lantaran melihat kepemimpinan Presiden Jokowi yang dinilai telah memberikan dampak cukup baik bagi Indonesia.
“Ya, kami jujur saja khilaf ketika dulu ikut mencalonkan Gibran, karena kami juga di sisi lain memang mengakui terhadap kemajuan yang dilakukan Pak Jokowi,” kata Hasto saat diskusi secara virtual, Sabtu (30/3/2024).
Namun, Hasto menyadari kemajuan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi justru memicu utang yang meningkat. Hasto menilai dengan utang yang semakin banyak akan berdampak buruk bagi bangsa Indonesia ke depannya.
“Tapi setelah kami lihat lebih dalam, kemajuan ini ternyata dipicu oleh beban utang yang sangat besar. Utang kita, utang pemerintah itu hampir mencapai 196 miliar dolar AS, ternyata utang swasta dan BUMN itu hampir mencapai 220 milair dolar AS,” jelas Hasto.
“Ketika ini digabung, maka ke depan kita bisa mengalami suatu persoalan yang sangat serius,” sambungnya.
Lebih lanjut, politikus PDIP itu menyebut, bukan cuma utang yang ditinggalkan Jokowi, masalah lain yang tak kalah berat maraknya nepotisme di lingkaran kekuasaan. Bahkan semakin terang-terangan.
“Kita lihat, nepotisme itu kita lihat ternyata justru semakin telanjang di depan mata kita. Misalnya, Sekretaris Pak Jokowi, Devid dicalonkan sebagai calon bupati di Boyolali. Itu kan akan merebut basis dari PDI Perjuangan yang selama ini membesarkan,” ujar Hasto.
Hasto pun lantas mengungkap alasan Jokowi melakukan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), bahkan kecurangan dari hulu ke hilir, karena sadar terhadap kekuatan PDIP.
“Kenapa Pak Jokowi pada akhirnya memutuskan langkah untuk melakukankecuranganmasif melaluiabuse of powerpresiden, dari hulu ke hilir, karena kita melihat beliau kan tahu persis kondisi PDI Perjuangan,” ungkap Hasto.
Hasto juga menambahkan bahwa saat pencalonan Jokowi pun semua kader PDIP ikut bergotong royong mengumpulkan dana.
“Kita, ketika mencalonkan Pak Jokowi, berapa banyak anak ranting-ranting yang semuanya ikut bergotong royong yang saya sebut Mas Prananda saja, ketika Pak Jokowi menjadi calon gubernur bergotong royong Rp6,2 miliar,” ungkapnya.