Suratsuara.com – Indonesia kembali menorehkan prestasi membanggakan dalam sektor ekspor, khususnya dalam industri minyak kelapa sawit (CPO). Data terbaru menunjukkan bahwa pada bulan Januari 2024, ekspor CPO Indonesia meningkat sebesar 14,63% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, mencapai angka tertinggi dalam sejarah ekspor CPO ke Uni Eropa.
Kenaikan signifikan ini merupakan cerminan dari strategi yang kokoh dan komitmen kuat pemerintah Indonesia untuk terus mengembangkan sektor pertanian dan mengoptimalkan potensi ekspor komoditas utama negara. Pencapaian ini tidak hanya berdampak positif bagi perekonomian Indonesia tetapi juga memperkuat posisi Indonesia sebagai salah satu pemain utama dalam pasar global CPO.
Salah satu faktor utama di balik lonjakan ekspor CPO Indonesia adalah permintaan yang terus meningkat dari pasar Uni Eropa. Uni Eropa telah menjadi tujuan utama ekspor CPO Indonesia, terutama karena kebutuhan akan bahan baku untuk industri makanan, kosmetik, dan bahan bakar nabati semakin tinggi di negara-negara Eropa.
Selain itu, upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas dan keberlanjutan produksi CPO juga menjadi faktor penting dalam menarik minat pasar internasional, termasuk Uni Eropa. Standar keberlanjutan yang lebih tinggi tidak hanya memenuhi tuntutan konsumen global yang semakin peduli akan lingkungan tetapi juga memastikan bahwa produk-produk Indonesia tetap kompetitif di pasar internasional.
Keberhasilan ekspor CPO Indonesia juga memberikan dampak positif dalam penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan petani, dan pertumbuhan ekonomi regional. Hal ini sejalan dengan visi pembangunan berkelanjutan Indonesia yang tidak hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi tetapi juga menjaga keseimbangan antara aspek sosial, lingkungan, dan ekonomi.
Meskipun pencapaian ini patut disyukuri, tantangan tetap ada di depan. Perlu terus dilakukan inovasi dalam pengembangan produk dan proses produksi yang ramah lingkungan serta menjaga kualitas produk agar tetap memenuhi standar internasional. Selain itu, kerja sama antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat juga menjadi kunci untuk memastikan keberlanjutan dan pertumbuhan sektor CPO Indonesia ke depannya.
Dengan capaian positif ini, Indonesia diharapkan dapat terus bersaing dan memperluas pangsa pasar CPO secara global, sambil tetap memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan dan kesejahteraan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam industri ini. Ekspor CPO yang meningkat juga memberikan optimisme dan semangat baru bagi sektor ekspor Indonesia secara keseluruhan, mencerminkan potensi besar yang dimiliki negara ini dalam menghadapi tantangan dan peluang di pasar internasional.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat kinerja ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) di Januari 2024 mencapai 2,802 juta ton atau naik 14,63 persen dari Desember 2023.
“Dari sisi ekspor, kinerja ekspor bulan Januari tercatat mencapai 2,802 juta ton atau naik 14,63 persen dari ekspor di bulan Desember 2023 sebesar 2,451 juta ton,” kata Direktur Eksekutif GAPKI Mukti Sardjono dalam keterangan tertulis, Jumat (29/3/2024).
Mukti mengatakan, kenaikan terbesar terjadi pada ekspor CPO dengan angka yang cukup fantastis yakni mencapai 80,47 persen yakni dari 192.000 ton pada Desember 2023 menjadi 347.000 ton di Januari 2024.
ANTARA FOTO/Yudi Pekerja memanen tandan buah kelapa sawit di kawasan PT Perkebunan Nusantara II, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Sabtu (17/2/2024). Kementerian Kordinator Bidang Perekonomian menargetkan peremajaan kelapa sawit tahun 2024 seluas 540 hektare atau dua kali lipat dibandingkan tahun 2022. ANTARA FOTO/Yudi/Spt.
Ia mengatakan, secara nominal, kenaikan ekspor terbesar terjadi untuk tujuan Uni Eropa, yakni sebesar 188.000 ton dari 180.000 ton pada Desember 2023 menjadi 368.000 ton pada Januari 2024. Angka tersebut naik 104,52 persen.
Kemudian ekspor CPO ke Pakistan sebesar 149.000 ton dari 135.000 ton pada Desember 2023 menjadi 284.000 ton pada Januari 2024. Angka ini melonjak 110,91 persen.
“Tujuan Afrika sebesar 107.000 ton dari 240.000 ton pada Desember 2023 menjadi 347.000 ton pada Januari 2024 (naik 44,33 persen) serta tujuan India sebesar 93.000 ton dari 434.000 ton pada Desember 2023 menjadi 527.000 ton pada Januari 2024,” ujarnya.
Mukti mengatakan, China yang merupakan salah satu importir terbesar minyak nabati dunia mencatatkan penurunan impor minyak sawit dari Indonesia pada bulan Januari 2023.
Ekspor CPO ke China tercatat turun sebesar 193.000 ton, dari 569.000 ton pada Desember 2023 menjadi 375.000 ton pada Januari 2024. Angka tersebut setara penurunan 34,02 persen.
Kemudian, diikuti oleh Amerika Serikat yang turun sebesar 106.000 ton dari 301.000 ton pada Desember 2023 menjadi 195.000 ton di Januari 2024. Angka itu setara penurunan 35,27 persen.
Ia mengatakan, nilai ekspor pada Januari 2024 mencapai 2.304 milliar dollar AS atau naik 10,63 petsen dari nilai ekspor pada Desember 2023 yakni sebesar 2.082 milliar dollar AS.
“Kenaikan nilai ekspor utamanya selain karena volume juga karena kenaikan harga rata-rata CPO yakni dari 944 dollar AS menjadi 958 dollar AS per ton Cif Rotterdam (Oil World). Dengan stok awal Januari sebesar 3.146 ribu ton, produksi CPO dan PKO 4.634 ribu ton, konsumsi dalam negeri 1.942 ribu ton dan ekspor 2.802 ribu ton, maka stok akhir Januari 2024 diperkirakan sekitar 3.040 ribu ton,” tuturnya.
Di sisi lain, Mukti mengatakan, produksi CPO bulan Januari 2024 naik dibandingkan bulan sebelumnya yakni mencapai 4,232 juta ton atau naik 5,91 persen dari 3,996 juta ton pada Desember 2023.
Demikian pula dengan produksi PKO diperkirakan naik sekitar 5,91 persen dari 380.000 ton pada Desember 2023 menjadi 402.000 ton pada Januari 2024.
“Kenaikan produksi ini seiring dengan ketuntasan panen yang lebih optimal di bulan Januari pasca banyaknya hari libur di bulan Desember yang mempengaruhi hari panen dan produksinya,” kata dia.
Mukti juga mengatakan, total konsumsi CPO dalam negeri di bulan Januari 2024 justru mengalami penurunan dibandingkan Desember 2023.
Ia mengatakan, konsumsi Januari hanya 1.942 ribu ton atau 2,64 persen lebih rendah dari konsumsi Desember 2023 sebesar 1.995 ribu ton.
“Penurunan konsumsi yang terjadi baik untuk pangan, oleokimia maupun biodiesel merupakan fenomena musiman karena hari besar Natal dan musim liburan akhir tahun di bulan Desember,” ucap dia.