Suratsuara.com – Hubungan antara Amerika Serikat dan Israel selalu menjadi sorotan dunia, terutama dalam konteks konflik berkepanjangan di wilayah Palestina. Dengan kebijakan baru yang diungkapkan oleh administrasi Biden kepada pemerintah Israel, pertanyaan tentang perlindungan terhadap warga sipil di Gaza kembali mencuat.
Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, dalam sebuah pernyataan resmi kepada Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menegaskan pentingnya melindungi warga sipil di Gaza selama konflik yang terus berlangsung. Pernyataan ini mencerminkan sebuah posisi yang berpotensi mengubah dinamika hubungan antara kedua negara dan mengindikasikan pergeseran dalam kebijakan luar negeri AS terhadap konflik Israel-Palestina.
Pernyataan tersebut tidak hanya menyoroti kepedulian kemanusiaan yang mendalam, tetapi juga mencerminkan perubahan sikap dalam diplomasi AS terhadap konflik tersebut. Sejak awal masa jabatan, Biden telah menegaskan komitmennya untuk mengambil pendekatan yang lebih seimbang dalam menangani konflik di Timur Tengah, berbeda dengan pendahulunya yang cenderung mendukung kebijakan pro-Israel secara kaku.
Perlindungan terhadap warga sipil di Gaza telah menjadi isu yang semakin mendesak, terutama mengingat kerentanan mereka terhadap serangan militer yang sering kali menyebabkan korban jiwa yang tidak bersalah. Dalam beberapa dekade terakhir, konflik antara Israel dan Palestina telah mengakibatkan penderitaan yang tak terhitung jumlahnya, dengan warga sipil sering kali menjadi korban terbesar.
Pernyataan Biden kepada Netanyahu menegaskan bahwa AS tidak akan lagi membiarkan pelanggaran hak asasi manusia dan kekerasan terhadap warga sipil diabaikan atau dianggap remeh dalam konteks konflik Israel-Palestina. Hal ini merupakan sinyal kuat bahwa kebijakan luar negeri AS di bawah kepemimpinan Biden akan lebih berfokus pada penyelesaian yang adil dan berkelanjutan atas konflik tersebut, daripada sekadar mengutamakan kepentingan politik atau strategis semata.
Namun demikian, tantangan nyata tetap ada dalam mewujudkan perubahan signifikan dalam dinamika konflik yang sudah berlangsung puluhan tahun ini. Meskipun pernyataan Biden memberikan harapan akan adanya perubahan positif, tetapi implementasi kebijakan tersebut akan menghadapi berbagai hambatan, baik dari dalam negeri AS maupun dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan politik atau militer di kawasan tersebut.
Selain itu, respon dari pemerintah Israel sendiri juga menjadi faktor kunci dalam menentukan arah dari perubahan kebijakan AS ini. Bagaimanapun, hubungan yang erat antara AS dan Israel selama puluhan tahun telah membentuk sebuah dinamika yang kompleks dan sulit untuk diubah secara sepihak.
Dalam konteks yang lebih luas, kebijakan AS terhadap konflik Israel-Palestina juga harus dipertimbangkan dalam kaitannya dengan upaya-upaya perdamaian yang sedang dilakukan oleh komunitas internasional secara keseluruhan. Meskipun AS memiliki peran yang sangat signifikan dalam menentukan arah diplomasi global, tetapi kolaborasi dan konsensus antara negara-negara lain juga sangat penting untuk mencapai solusi yang berkelanjutan atas konflik tersebut.
Dengan demikian, pernyataan Biden kepada Netanyahu bukanlah akhir dari perdebatan ini, tetapi merupakan awal dari sebuah proses yang panjang dan kompleks dalam upaya mencapai perdamaian yang berkelanjutan dan adil di Timur Tengah. Perubahan kebijakan AS yang diwakili oleh pernyataan ini menawarkan sebuah harapan baru bagi rakyat Palestina yang selama ini merasakan dampak paling berat dari konflik yang berlarut-larut, sementara juga menghadirkan tantangan baru dalam diplomasi global yang semakin kompleks.
Amerika Serikat (AS) menegaskan kepada Israel bahwa dukungannya terhadap perang di Jalur Gaza bergantung pada langkah spesifik dan konkret untuk meningkatkan bantuan kemanusiaan dan mencegah kematian warga sipil.
Hal tersebut disampaikan Presiden Joe Biden saat berbicara dengan Perdana Menteri (AS) Israel Benjamin Netanyahu via telepon pada Kamis (4/4/2024) pasca kematian tujuh pekerja kemanusiaan World Central Kitchen (WCK) pada hari Senin (1/4).
Israel meminta maaf atas “kesalahan besar” membunuh tujuh pekerja WCK, namun pendiri WCK Jose Andres mengatakan para pekerjanya menjadi sasaran secara sistematis. Karena itu, Biden semakin menghadapi tekanan untuk mengekang bantuan militer tanpa syarat untuk Israel.
Dalam percakapan telepon antara kedua pemimpin, yang berlangsung kurang dari 30 menit, Gedung Putih mengatakan Biden menekankan bahwa serangan terhadap pekerja kemanusiaan dan situasi kemanusiaan secara keseluruhan tidak dapat diterima.
“Dia memperjelas perlunya Israel mengumumkan dan menerapkan serangkaian langkah spesifik, konkret, dan terukur untuk mengatasi kerugian sipil, penderitaan kemanusiaan, dan keselamatan pekerja bantuan,” sebut ringkasan percakapan Biden dengan Netanyahu, seperti dilansir BBC, Jumat (5/4).
Kebijakan AS sehubungan dengan perang di Jalur Gaza, ungkap Biden, akan ditentukan oleh penilaian AS terhadap tindakan segera Israel atas langkah-langkah tersebut. Biden menggarisbawahi pula gencatan senjata segera sangat penting untuk menstabilkan dan memperbaiki situasi kemanusiaan dan melindungi warga sipil yang tidak bersalah.
Biden mendesak Netanyahu memberi wewenang para perundingnya mencapai kesepakatan gencatan senjata tanpa penundaan demi memulangkan para sandera.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mencerminkan pernyataan Gedung Putihdengan mengatakan jika AS tidak melihat perubahan dari Israel maka akan ada perubahan kebijakan AS.
Menanggapi pertanyaan apakah hal ini dapat memengaruhi pengiriman senjata ke Israel, juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan dia tidak ingin membahas langkah-langkah dan keputusan yang belum diambil. Dia menambahkan AS memperkirakan Israel akan memperbaiki kondisi di Jalur Gaza dalam kurun waktu “jam dan hari”.
Bagaimanapun, Kirby menyatakan, “Dukungan AS terhadap pertahanan diri Israel tetap kuat. AS tidak akan berhenti membantu Israel mempertahankan diri.”
“Meski demikian … cara mereka mempertahankan diri terhadap ancaman Hamas perlu diubah,” ujarnya.
Israel belum mengomentari pernyataan AS. Namun, juru bicara pemerintah Israel Raquela Karamson mengatakan sebelum pembicaraan Biden-Netanyahu bahwa Israel “pasti akan menyesuaikan praktik kami di masa depan untuk memastikan hal ini tidak terjadi lagi”.
Pernyataan AS tersebut dinilai merupakan yang paling keras yang dikeluarkan sejauh ini terhadap Israel – yang mencerminkan “kemarahan” atas pembunuhan para pekerja kemanusiaan WCK dan menandakan bahwa ada batas bagi dukungan AS.
Namun, pernyataan AS tidak menjelaskan bidang kebijakan mana yang akan terpengaruh dalam hubungan kedua negara.
Meski Biden telah mempertajam retorikanya atas perilaku Israel dalam perang di Jalur Gaza yang telah berlangsung hampir enam bulan dan menyuarakan rasa frustrasinya yang semakin besar terhadap Netanyahu, namun pasokan militer termasuk bom, rudal, dan amunisi terus mengalir dari AS ke Israel.
Biden pada hari Selasa (2/4) mengatakan bahwa dia “marah dan patah hati” atas kematian tujuh pekerja WCK, namun menambahkan bahwa itu “bukan insiden yang berdiri sendiri” dalam perang yang menewaskan banyak pekerja bantuan. Dia mengatakan penyelidikan yang dijanjikan Israel terhadap serangan itu “harus cepat, harus memberikan pertanggungjawaban, dan temuannya harus dipublikasikan”.
Anggota Kongres dari Partai Demokrat Jim McGovern menilai bahwa seruan dan peringatan Biden kepada Israel pada hari Kamis “sejujurnya tidak cukup”.
“Saya menyambut baik perubahan sikap Presiden Biden. Saya rasa dia sangat terganggu dengan hal ini, namun saya tidak yakin Benjamin Netanyahu akan tergerak oleh kata-kata tersebut. Biden mempunyai pengaruh dan dia harus menggunakan pengaruh itu,” tutur McGovern.
Menurut otoritas kesehatan Jalur Gaza yang dikelola Hamas, lebih dari 33.000 orang – sebagian besar perempuan dan anak-anak – tewas dalam perang Hamas Vs Israel sejak 7 Oktober 2023.