Suratsuara.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) baru-baru ini merilis pernyataan yang menegaskan bahwa laporan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak memenuhi unsur pelanggaran pemilu, termasuk dalam konteks program bantuan sosial (bansos). Pernyataan ini menjadi sorotan penting dalam ranah politik Indonesia, terutama mengingat bansos adalah salah satu program prioritas pemerintah yang memiliki dampak langsung pada masyarakat.
Laporan terhadap Jokowi yang diawali oleh beberapa pihak dengan tuduhan pelanggaran pemilu, terutama terkait distribusi bansos selama masa kampanye, telah menjadi perdebatan hangat di berbagai forum. Namun, setelah dilakukan penyelidikan mendalam oleh Bawaslu, hasilnya menunjukkan bahwa tuduhan tersebut tidak memiliki bukti yang cukup untuk dinyatakan sebagai pelanggaran yang serius.
Dalam konteks ini, penting untuk memahami bahwa bansos sebagai program pemerintah bertujuan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan, terutama di masa-masa sulit seperti pandemi COVID-19. Meskipun bansos dapat menjadi isu politik yang sensitif, namun keberhasilan implementasi program ini juga tidak bisa dipandang sebelah mata.
Menurut pernyataan resmi Bawaslu, setiap laporan terhadap tokoh publik, terutama dalam konteks politik, harus didasarkan pada fakta yang jelas dan bukti yang kuat. Hal ini penting agar tidak terjadi polemik yang tidak produktif dan dapat mengganggu stabilitas politik maupun sosial.
Sementara itu, tanggapan dari pihak terkait, termasuk dari kubu yang melaporkan Jokowi, juga menjadi sorotan. Beberapa kalangan menilai bahwa keputusan Bawaslu memberikan sinyal penting terkait perlunya kritisisme yang lebih terukur dan berbasis fakta dalam menyikapi isu-isu politik.
Kesimpulannya, konfirmasi dari Bawaslu terkait laporan terhadap Jokowi yang tidak memenuhi unsur pelanggaran pemilu, termasuk terkait bansos, memberikan catatan penting dalam dinamika politik Indonesia. Ini mengingatkan kita semua untuk selalu berbicara dan bertindak berdasarkan bukti konkret dan kepentingan yang lebih luas, terutama dalam konteks penyelenggaraan pemilu dan program-program pemerintah yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat.
Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (Bawaslu RI) memberikan jawaban selaku pihak terkait, dalam sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK). Salah satu jawaban diberikan kepada pihak MK yaitu soal adanya sejumlah laporan menyangkut tindakan Presiden Jokowi soal dugaan pelanggaran Pemilu 2024.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menjelaskan, pada sejumlah laporan yang masuk menyebutkan Presiden Jokowi sudah melanggar asas netralitas sebagai pihak yang dilarang ikut campur dalam kontestasi Pilpres 2024. Menurut pelapor, hal itu dilakukan oleh Presiden Jokowi saat kunjungan kerja. Bagja memastikan semua laporan sudah diproses namun berujung nihil.
“Berkenaan dengan Presiden Jokowi diduga melanggar asas netralitas saat melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Serang, Banten dengan laporan terdapat spanduk bergambar paslon 02 (Prabowo-Gibran) dengan tindak lanjut pemberian status temuan berdasarkan hasil kajian terhadap laporan no 001 2024 tanggal 18 Januari 2024, tidak ditindaklanjuti karena laporan tidak memenuhi unsur pelanggaran pemilu,” kata Bagja di ruang sidang Gedung MK, Jakarta, Kamis 28 Maret 2024 malam.
Bagja melanjutkan, adanya laporan terkait tindakan Presiden Jokowi di tempat yang sama dalam kegiatan membagikan bantuan sosial (bansos), juga sudah dinilai oleh pihak Bawaslu setempat dan dinyatakan tidak memenuhi unsur pelanggaran pemilu.
“Bahwa berkenaan dengan dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh Presiden Jokowi diduga melakukan pelanggaran ketika kunjungan kerja ke Serang Banten, Presiden Jokowi bagi-bagi bansos dengan adanya spanduk bergambar Paslon 02 (Prabowo-Gibran). Bawaslu Banten mengeluarkan hasil kajian terhadap laporan no 002 2024 tanggal 18 Januari 2024. Hasilnya tidak bisa ditindaklanjuti karena pelaporan tidak memenuhi unsur pelanggaran pemilu,” tandas Bagja.
Jawaban disampaikan Bawaslu sebagai bentuk klarifikasi terhadap keyakinan pihak pemohon dari sengketa Pilpres 2024. Mereka adalah Tim Hukum Nasional Anies-Muhaimin (AMIN) dan Tim Hukum Ganjar-Mahfud.
Keduanya meyakini, seharusnya tindakan Presiden Jokowi bisa tergolong pelanggaran pemilu karena ada keterkaitan dengan pasangan calon nomor urut 2 Prabowo-Gibran saat kunjungan kerja. Termasuk saat membagikan bansos.
Persidangan kedua Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) sengketa Pilpres 2024 disudahi pukul 21.00 WIB, Kamis 28 Maret 2024.
Ketua Hakim Konstitusi, Suhartoyo mengatakan sidang akan dilanjutkan pada pekan depan, 1 April 2024 di hari Senin. Pada sidang tersebut, Suhartoyo mengagendakan pemeriksaan saksi dari kubu pemohon 1 yaitu Tim Hukum NasionalAnies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN).
Sesaat sebelum mengetuk palu, Ketua Tim Hukum Nasional AMIN, Ari Yusuf Amir menyela dan bertanya kepada majelis hakim konstitusi terkait permohonanya agar Mahkamah Konstitusi (MK) dapat memanggil sejumlah pihak dari kalangan menteri untuk ikut bersaksi terkait sengketa Pilpres 2024 yang diyakininya sarat kecurangan dari alat negara yang diintervensi oleh presiden.
“Kami sudah menyampaikan permohonan kepada majelis hakim untuk dapat membantu menghadirkan Menteri Keuangan Republik Indonesia (Sri Mulyani), Menteri Sosial Republik Indonesia (Tri Rismaharini), Menteri Perdagangan Republik Indonesia (Zulkifli Hasan), Menteri Koordinator Perekonomian Republik Indonesia (Airlangga Hartarto) guna didengar keterangannya dalam persidangan ini Yang Mulia,” kata Ari di ruang sidang Gedung MK, Jakarta, Kamis 28 Maret 2024.
Mendengar hal itu, Suhartoyo mengaku belum dapat memberikan jawaban. Menurut dia, empat menteri yang diminta untuk dihadirkan harus dibahas dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) terlebih dahulu.
“Itu nanti kami bahas,” singkat Suhartoyo.
Pada momen tersebut, Todung Mulya Lubis selaku Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud yang juga hadir dalam persidangan mengaku mendukung permintaan dari Tim Hukum Nasional AMIN untuk menghadirkan para menteri dari kabinet Jokowi.
Kepada majelis hakim, Todung menilai hal tersebut penting, sebab banyak persoalan mengenai dugaan kecurangan Pemilu yang harus diungkap.
Salah satunya terkait penggunaan bantuan sosial atau bansos yang masif dan dipercaya berpengaruh dalam mendongkrak suara dari Prabowo-Gibran.
“Banyak sekali mengajukan hal-hal yang berkaitan dengan bansos, kebijakan fiskal dan lain-lain, kami juga ingin ajukan permohonan yang sama. Jadi kami mohon perkenan majelis hakim mengabulkan,” ujar Todung.
Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan syarat khusus, jika menghadirkan empat menteri di kabinet PresidenJokowiuntuk bersaksi terkait sengketa Pilpres atau perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) 2024. MenurutMK, jika saksi menteri dihadirkan syaratnya adalah hanya hakim yang boleh bertanya.
“Nanti kalau dihadirkan (artinya) Mahkamah yang memerlukan. Sehingga para pihak (pemohon, termohon, terkait) tidak boleh mengajukan pertanyaan, (sebab) yang membutuhkan adalah mahkamah,” kata Hakim Ketua Konstitusi Suhartoyo di ruang sidang Gedung MK, Jakarta, Kamis 28 Maret 2024 malam.
Suhartoyo mengaku tidak menutup kemungkinan, empat menteri Jokowi bisa dihadirkan. Selama pihaknya berkeyakinan hal itu diperlukan. Namun keputusannya, ada di tangan delapan hakim yang menyidangkan sengketaPilpres 2024.
“Bisa jadi yang diusulkan tadi memang diperlukan juga. Itu sangat tergantung juga dalam pembahasan kami di rapat permusyawaratan hakim,” jelas Suhartoyo.