Perdana Menteri Israel Netanyahu Hadapi Dilema Politik di Tengah Tekanan Internasional dan Gejolak Domestik
Di tengah kesibukan kampanye militer yang berlarut-larut di Gaza dan seruan yang meningkat untuk pemilihan umum, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menemukan dirinya dalam posisi politik yang goyah.
Meningkatnya Tekanan Internasional
Konflik yang sedang berlangsung di Gaza, yang telah memakan lebih dari 37.100 korban jiwa dari pihak Palestina, telah menarik pengawasan dan kecaman internasional yang semakin besar. Resolusi gencatan senjata yang didukung AS yang disahkan oleh Dewan Keamanan PBB pada hari Senin mengisyaratkan pergeseran dalam sikap sekutu paling dekat Israel terhadap konflik tersebut.
“Peristiwa terkini telah menempatkan perdana menteri Israel pada posisi yang sangat sulit,” kata Neve Gordon, profesor hukum internasional dan hak asasi manusia di Queen Mary University of London. “Keberangkatan Gantz tidak merugikan koalisi, tetapi semakin melemahkan legitimasi pemerintah di mata dunia dan warga negaranya sendiri.”
Seruan untuk Pemilihan Umum Dini
Dalam negeri, Netanyahu menghadapi seruan yang semakin besar untuk mengadakan pemilihan umum lebih awal. Anggota Kabinet Perang Benny Gantz dan Gadi Eisenkot telah mengundurkan diri, menuntut pembubaran pemerintahan. Sementara kepergian mereka belum secara signifikan mengancam mayoritas 64 kursi Netanyahu di parlemen, hal ini menjadi bukti lebih lanjut dari ketidakstabilan politik di Israel.
Kehilangan Dukungan Sayap Kanan
Gerakan politik Sayap Kanan di Israel, yang telah menjadi basis dukungan utama Netanyahu, juga mulai bergolak. Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich, tokoh-tokoh terkemuka dari Partai Kekuatan Yahudi, telah mengkritik keras penanganan Netanyahu terhadap krisis Gaza.
Perpecahan ini mengancam posisi Netanyahu sebagai pemimpin sayap kanan, yang selama ini menjadi pilar kekuasaannya.
Dilema Netanyahu
Menghadapi tekanan yang meningkat baik dari dalam maupun luar negeri, Netanyahu dihadapkan pada pilihan sulit. Ia dapat mengadakan pemilu dini dalam upaya mempertahankan kekuasaannya, atau ia dapat mencoba menenangkan faksi-faksi yang bertikai dalam koalisinya.
“Ada kemungkinan Netanyahu sendiri yang akan mengadakan pemilu dini,” kata Gordon. “Alasan utamanya adalah bahwa selama kampanye, tidak ada yang bisa menggulingkan pemerintahannya. Selain itu, dia telah memulihkan sebagian keunggulannya dalam jajak pendapat.”
Namun, pemilu dini juga berisiko. Jika koalisi sayap kanan pecah, Netanyahu mungkin kalah dari pesaing dari Partai Likud sendiri.
Masa Depan yang Tidak Pasti
Masa depan politik Benjamin Netanyahu tetap tidak pasti. Ia menghadapi badai yang sempurna dari tekanan internasional, gejolak domestik, dan perpecahan dalam koalisinya sendiri.
Jika ia memilih untuk mengadakan pemilihan umum, ia berisiko kehilangan kekuasaan. Jika ia mencoba mempertahankan koalisinya, ia berisiko mengasingkan pendukung sayap kanannya dan lebih jauh merusak reputasinya di panggung dunia.
Dilema yang dihadapi Netanyahu menyoroti kompleksitas politik Israel dan tantangan yang dihadapi negara tersebut dalam menyeimbangkan keamanan nasionalnya dengan aspirasi internasionalnya.