Suratsuara.com – Bank Indonesia (BI) memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai kisaran 4,7-5,5% di tahun 2024 ini.
Hal itu disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, usai Rapat Dewan Gubernur BI yang dilaksanakan pada 19 Maret dan 20 Maret 2024.
Perry Warjiyo menjelaskan, hal itu didukung oleh kinerja ekonomi Indonesia yang tetap kuat, didorong oleh permintaan domestik yang baik di konsumsi rumah tangga dan investasi.
Investasi bangunan di Indonesia juga lebih tinggi dari prakiraan, ditopang oleh berlanjutnya Proyek Strategis Nasional (PSN) di sejumlah daerah dan berkembangnya properti swasta sebagai dampak positif dari insentif pemerintah.
“Konsumsi rumah tangga dan investasi nonbangunan tetap terjaga, meskipun perlu terus didorong untuk mendukung berlanjutnya pemulihan ekonomi nasional,” papar Gubernur BI.
Ia melanjutkan, bertahannya permintaan domestik tecermin pada sejumlah indikator, seperti Indeks Keyakinan Konsumen, Indeks Penjualan Riil, dan PMI Manufaktur yang berada di zona optimis.
Sementara itu, ekspor barang diprakirakan belum kuat. Hal ini seiring penurunan permintaan dari negara mitra dagang utama, khususnya untuk komoditas CPO, besi baja, dan batu bara, sedangkan ekspor jasa khususnya pariwisata tumbuh kuat.
“Bank Indonesia akan terus memperkuat sinergi stimulus fiskal Pemerintah dengan stimulus makroprudensial Bank Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, khususnya dari sisi permintaan domestik,” tutup Perry Warjiyo.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) memproyeksi ekonomi global akan tumbuh di kisaran 3,0% pada 2024 seiring pemulihan ekonomi global yang berlanjut.
Hal itu disampaikan oleh GubernurBank IndonesiaPerry Warjiyo, usai Rapat Dewan Gubernur BI yang dilaksanakan pada 19 Maret dan 20 Maret 2024.
“Pertumbuhan ekonomi global pada 2024 diprakirakan mencapai 3,0%,” ungkap Perry Warjiyo dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur Maret 2024 di Gedung BI, Jakarta pada Rabu (20/3/2024).
BI melihat,momentum pemulihan ekonomi global berlanjut, di tengah ketidakpastianpasar keuanganyang masih tinggi.Pertumbuhan negara ekonomi utama, Amerika Serikat (AS) juga tetap kuat ditopang oleh permintaan domestik. Kemudian di kawasan Asia, ekonomi India juga tumbuh lebih baik dari prakiraan didukung oleh investasi pemerintah dan swasta.
“Sementara itu, prospek ekonomi Tiongkok tetap belum kuat, meskipun sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya didorong peningkatan stimulus fiskal,” beber Perry Warjiyo.
Sedangkanharga komoditasmeningkat didorong oleh naiknya biaya angkut karena ketegangan geopolitik dan ketatnya pasokan akibat faktor cuaca. Berbagai perkembangan tersebut mengakibatkan laju penurunan inflasi global tertahan, dengan inflasi di negara maju masih di atas targetnya.
“Selanjutnya terkait suku bunga Fed Funds Rate (FFR) yang diprakirakan baru menurun pada semester II 2024, ungkap Perry Warjiyo.
Selain itu, ia juga menyoroti kondisi pasar keuangan global yang masih tinggi, terlihat dariyield US Treasuryyang meningkat sejalan dengan premi risiko jangka panjang dan inflasi yang masih di atas prakiraan pasar.
“Perkembangan ini mendorong berlanjutnya penguatan dolar AS secara global, lebih terbatasnya aliran masukmodal asing, dan meningkatnya tekanan pelemahan nilai tukar di negara emerging market. Kondisi tersebut memerlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi dampak negatif rambatan global tersebut, termasuk di Indonesia,” imbuhnya.
Bank Indonesia (BI) pertahankan suku bunga di kisaran 6% pada Maret 2024.Keputusan itu dibuat usai Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia yang telah dilaksanakan pada 19 dan 20 Maret 2024.
“Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 19 dan 20 Maret 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 6%, Suku Bunga Deposit Facility tetap sebesar 5,25% dan Suku Bunga Lending Facility tetap sebesar 6,75%,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers Hasil RDG Maret 2024, Rabu (20/3/2024).
Gubernur BI memastikan, keputusan mempertahankan BI-Rate pada level tersebut tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro stability (stabilitas), yaitu untuk menjaga stabilisasi nilai tukar Rupiah serta langkah preventif dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5%+-1% pada tahun 2024.
“Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro growth, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,”ia menambahkan.
Selain itu, Perry Warjiyo menuturkan, kebijakan makroprudensial longgar juga terus ditempuh untuk mendorong kredit pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga.
Bank Indonesia (BI) prediksi perekonomian global pada 2024 lebih rendah yakni 3 persen, dibandingkan kondisi perekonomian 2023 yang sebesar 3,1 persen.
“Kami perkirakanperekonomian globaltahun 2024 3 persen, sedikit lebih rendah dari tahun sebelumnya 2023,” kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung dalam acara Economic Outlook 2024, Kamis (29/2/2024).
Kendati pertumbuhan ekonomi global tahun ini diproyeksikan masih lemah, kata Juda, laju pertumbuhan ekonomi global 2024 justru lebih kuat dibandingkan perkiraan sebelumnya
Iklan
“Berangkat dari global kita mungkincautiousoptimistik.Kalau kita lihat perekonomianglobalkami perkirakan 2024 memang lebih rendah dari 2023, tapi angkanya akan lebih tinggi dari perkiraan kita sebelumnya,” ujarnya.
Faktorhati-hati dan optimistis (cautious optimistic) yang dimaksud ialah eskalasi ketegangan geopolitik yang masih berlanjut yang dinilai dapat mengganggu rantai pasokan, yang berpotensi dapat mendorong meningkatnya harga komoditas pangan dan energi, serta menahan laju penurunaninflasiglobal.
“Mungkin yang perlu sedikitworryadalah disisi inflasi global. Di sini kelihatan bahwa penurunan inflasi global itu masih tertahan,” tutur dia.
Sementara, sisi optimisnya berasal dari masih kuatnya kinerjaekonomiAmerika Serikat. Misalnya, dilihat dari penjualan eceran negara tersebut masih jauh lebih tinggi dibandingkan negara maju lainnya.
“Amerika ternyata lebih kuat dari yang kita perkirakan baik dari sisi ketenagakerjaan dan sebagainya, kelihatan bahwa ekonominya sangat strong. Misalnya, penjualan eceran kalau kita bandingkan dengan negara-negara lain kelihatan Amerika jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara besar yang lainnya,” pungkasnya.