Revisi UU MD3 Memanas, Koalisi Penguasa Berpotensi Rebut Kursi Ketua DPR
Jakarta – Rancangan revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) kembali menjadi sorotan. Pasalnya, regulasi tersebut dinilai perlu diperbarui untuk menyesuaikan dengan dinamika politik terkini.
“UU MD3 harus mengikuti perkembangan zaman dan dinamika politik yang ada,” ujar Pengamat Politik Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin, Rabu (12/6/2024).
Menurut Ujang, mayoritas Parlemen pada periode 2024-2029 akan dikuasai oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM). KIM merupakan gabungan partai politik (parpol) yang mengusung dan mendukung pasangan presiden-wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Jika ditambah dengan PKB dan Nasdem, koalisi Prabowo-Gibran didukung oleh enam parpol dengan total 417 kursi dari 580 kursi DPR.
“Rinciannya, Golkar 102 kursi, Gerindra 86 kursi, Demokrat 44 kursi, PAN 48 kursi, PKB 68 kursi, dan Nasdem 69 kursi atau setara 64,32% kursi Parlemen,” jelas Ujang.
Ujang mengungkapkan, jika UU MD3 direvisi, Pasal 427D ayat (1) huruf b yang mengatur bahwa Ketua DPR berasal dari partai politik dengan perolehan kursi terbanyak di DPR akan menjadi sasaran perubahan.
“Pasal itu kemungkinan besar akan direvisi. Artinya, PDIP atau Mbak Puan Maharani berpotensi kehilangan kursi Ketua DPR,” kata Ujang.
Pasalnya, revisi tersebut dapat mengubah mekanisme pemilihan Ketua DPR dari penunjukan partai pemenang dengan kursi terbanyak menjadi pemilihan langsung. Dengan mayoritas kursi di Parlemen, KIM sangat berpeluang memenangi pemilihan tersebut.
“Kalau pemilihan, tentu KIM yang akan menang karena mereka memiliki mayoritas di Parlemen,” papar Ujang.
Rencana revisi UU MD3 ini memicu perdebatan di antara kalangan anggota DPR. Beberapa pihak mendukung revisi tersebut dengan alasan perlunya penyesuaian regulasi dengan kondisi politik terkini.
Sementara itu, pihak lain menilai revisi UU MD3 tidak mendesak dan dapat menimbulkan ketidakstabilan politik. Mereka berpendapat bahwa regulasi yang ada saat ini sudah cukup mengakomodasi dinamika politik yang berkembang.
“Revisi UU MD3 tidak perlu terburu-buru. Kita perlu menelaah dampak dan risiko dari perubahan regulasi ini secara komprehensif,” kata Wakil Ketua DPR Agus Hermanto dari Fraksi PDIP.
Namun, Ketua DPR Puan Maharani dari Fraksi PDIP menyatakan bahwa pihaknya terbuka terhadap kemungkinan revisi UU MD3 jika memang diperlukan. Puan menekankan bahwa revisi tersebut harus memperkuat sistem demokrasi dan pemerintahan di Indonesia.
“Sebagai pimpinan DPR, saya menghormati usulan revisi UU MD3. Kita akan bahas bersama-sama di Parlemen apakah revisi tersebut diperlukan atau tidak,” ujar Puan.
Revisi UU MD3 diperkirakan akan menjadi salah satu agenda utama dalam persidangan DPR pada periode 2024-2029. Perdebatan tentang revisi ini diperkirakan akan berlangsung sengit seiring dengan kepentingan politik masing-masing fraksi dan parpol.