Ambon Jadi Katalisator Perubahan untuk Peserta Sekolah Staf Dinas Luar Negeri
Ambon, Maluku – Direktorat Sekolah Staf Dinas Luar Negeri (Sesdilu) Kemlu RI, Tubagus Suchranudi, menyatakan bahwa peserta Sesdilu Angkatan ke-76 dan Sesdilu Internasional Melanesian Spearhead Group (MSG) memiliki potensi menjadi katalisator perubahan bagi Kota Ambon, Maluku.
Kehadiran peserta Sesdilu di Ambon diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran mereka tentang kota ini, sehingga mereka dapat menjadi agen perubahan untuk kemajuan Ambon di masa mendatang.
“Para peserta dapat mempelajari Kota Ambon lebih mendalam dan menjadi motor penggerak perubahan positif untuk kota ini ke depannya,” ujar Suchranudi dalam sambutannya di Ambon, Rabu (22/2/2023).
Diklat Sesdilu Angkatan ke-76 Kemlu RI diikuti oleh 30 peserta, sedangkan program Sesdilu Internasional diikuti oleh 10 peserta dari negara-negara MSG, yaitu Fiji, Kepulauan Solomon, Papua Nugini, dan Vanuatu.
Untuk memperkaya pengalaman peserta, rangkaian kegiatan di Ambon mencakup kunjungan ke Negeri Rutong. Di sana, peserta mempelajari berbagai aspek, termasuk pariwisata, ekonomi hijau, dan praktik-praktik pengorganisasian masyarakat agar dapat berkembang secara berkelanjutan.
“Kami berharap peserta dapat melihat langsung bagaimana konsep keberlangsungan, baik dari sisi ekonomi maupun lingkungan, yang dapat menjadi daya tarik pariwisata,” jelas Suchranudi.
“Kami ingin Ambon tidak hanya dikenal di Indonesia, tetapi juga menjadi kebanggaan di kancah internasional,” tambahnya.
Selain kunjungan ke Negeri Rutong, peserta Sesdilu Internasional juga berkesempatan menikmati atraksi budaya setempat. Mereka juga mengunjungi ekowisata hutan sagu Negeri Rutong, yang masih dilestarikan hingga saat ini dan merupakan negeri dengan hutan sagu terbesar di Ambon.
Kedekatan Indonesia dengan negara-negara Pasifik tidak hanya karena faktor geografis, tetapi juga kedekatan warisan budaya, bahasa, dan praktik-praktik sosial masyarakat.
“Kami mengundang peserta negara Melanesian karena kami meyakini Indonesia juga memiliki suku Melanesia yang besar dibandingkan dengan keempat negara tersebut. Karenanya, kami melakukan kerja sama strategis ini,” terang Suchranudi.
Proses produksi pati sagu di hutan sagu Negeri Rutong juga diperlihatkan kepada peserta. Prosesnya meliputi pemilihan pohon sagu yang layak ditebang, pembersihan dan pemotongan batang sagu, serta pengerukan isi pohon sagu yang dikenal dengan istilah “pukul sagu”.
“Pengalaman di Ambon ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan inspirasi bagi para peserta untuk berkontribusi positif pada perkembangan kota ini dan kawasan Melanesia secara keseluruhan,” pungkas Suchranudi.