Jurnalis Jember Tolak Revisi RUU Penyiaran yang Mengancam Kebebasan Pers
Jember, Jawa Timur – Aliansi jurnalis yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jember menggelar aksi damai pada Kamis (16/5) untuk menolak revisi Rancangan Undang-Undang Penyiaran.
Puluhan jurnalis tersebut melakukan aksi berjalan mundur dan meletakkan kartu pers yang dikelilingi lilin di bundaran DPRD Jember sebagai bentuk protes. Aksi tersebut dilakukan sebagai respons terhadap salah satu pasal dalam revisi RUU Penyiaran yang dianggap mengancam kebebasan pers.
“Larangan penayangan hasil peliputan jurnalisme investigasi jelas mengancam kebebasan pers, sehingga kami tegas menolak RUU Penyiaran tersebut,” kata Sekretaris IJTI Tapal Kuda, Mahfud Sunardji.
Menurut Sunardji, revisi RUU Penyiaran juga menyebutkan bahwa penyelesaian sengketa pers akan ditangani oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Hal ini dikhawatirkan akan tumpang tindih dengan kewenangan Dewan Pers yang selama ini menjadi lembaga independen dalam menangani sengketa pers.
“Ini akan memberangus peran Dewan Pers sebagai lembaga yang menjamin independensi dalam penyelesaian sengketa pers,” ujar Sunardji.
Sementara itu, Anggota AJI Jember Andi Saputra menegaskan bahwa larangan penayangan jurnalisme investigasi akan sangat merugikan kerja jurnalistik dan membatasi akses publik terhadap informasi yang berkualitas.
“Pasal tersebut tidak hanya mengancam kebebasan pers, tetapi juga menghambat penyebaran informasi yang penting bagi masyarakat,” kata Saputra.
Ia menambahkan bahwa revisi UU Penyiaran berpotensi membawa jurnalisme Indonesia ke masa kegelapan karena membatasi kerja-kerja jurnalistik dan kebebasan berekspresi secara umum.
“Kami meminta pemerintah dan DPR untuk meninjau ulang revisi UU Penyiaran, menghapus pasal-pasal yang berpotensi melanggar kebebasan pers, dan melibatkan Dewan Pers dalam pembahasan revisi tersebut,” ujar Saputra.
Senada dengan AJI, anggota PWI Jember Sutrisno juga menilai larangan penayangan hasil liputan investigasi dalam revisi RUU Penyiaran sangat tendensius dan membungkam karya jurnalistik yang berkualitas.
“Jurnalisme investigasi memiliki peran penting dalam mengungkap kebenaran dan memajukan demokrasi. Melarang penayangan hasil liputan investigasi sama saja dengan mematikan mata dan telinga masyarakat,” kata Sutrisno.
Aksi protes yang dilakukan para jurnalis Jember mendapat dukungan dari masyarakat setempat. Banyak warga yang ikut hadir dalam aksi tersebut dan menyatakan dukungannya terhadap kebebasan pers.
“Pers adalah pilar demokrasi. Kami menentang segala upaya untuk membungkam pers dan membatasi akses masyarakat terhadap informasi,” kata salah seorang warga, Slamet Ranto.
Pemerintah dan DPR diharapkan dapat mendengarkan aspirasi para jurnalis dan masyarakat yang menolak revisi RUU Penyiaran yang mengancam kebebasan pers. Jurnalisme investigasi merupakan bagian penting dari demokrasi yang sehat, dan harus dilindungi dari segala bentuk pembungkaman.