Tingkat Kesuburan Menurun di Korea Selatan: Tren DINK yang Meningkat dan Faktor Pendorong
Jakarta – Studi terbaru tahun 2022 telah mengungkap temuan yang mengkhawatirkan mengenai tingkat kesuburan di Korea Selatan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Korea Labour Institute menunjukkan penurunan yang signifikan dalam jumlah pasangan yang memiliki anak, khususnya di kalangan generasi muda.
Tren DINK yang Melejit
Salah satu temuan utama penelitian ini adalah peningkatan pesat dalam jumlah pasangan berpenghasilan ganda dan tidak memiliki anak (DINK). Pada kelompok usia 25 hingga 39 tahun, sebanyak 27,1 persen pasangan dikategorikan sebagai DINK pada tahun 2022. Angka ini menunjukkan peningkatan hampir lima persen dari 2019.
Tren ini sejalan dengan peningkatan rasio DINK di kalangan anak muda Korea Selatan. Pada tahun 2013, hanya 21 persen pasangan dalam demografi ini yang memilih untuk tidak memiliki anak, tetapi angka tersebut naik secara dramatis menjadi 36,3 persen pada tahun 2022.
Dampak pada Perempuan
Laporan penelitian mengungkapkan bahwa perempuan dari pasangan tanpa anak memiliki partisipasi angkatan kerja yang jauh lebih tinggi dibandingkan perempuan dari pasangan dengan anak. Pada tahun 2022, sebanyak 71 persen perempuan dari pasangan tanpa anak bekerja, sementara hanya 40,6 persen perempuan dari pasangan dengan anak yang bekerja.
Temuan ini menunjukkan bahwa banyak perempuan memilih untuk tidak memiliki anak karena kesulitan menyeimbangkan pekerjaan dan pengasuhan anak. “Temuan kami menunjukkan bahwa perempuan dari banyak pasangan berhenti melakukan aktivitas keuangan karena kesulitan untuk bekerja dan membesarkan anak,” tulis laporan Korea Labour Institute.
Faktor yang Mempengaruhi
Para peneliti mengidentifikasi beberapa faktor yang berkontribusi terhadap penurunan tingkat kesuburan pada pasangan muda. Salah satu faktor utamanya adalah kenaikan harga perumahan. Seoul, ibu kota Korea Selatan, memiliki persentase tertinggi pasangan tanpa anak, sebesar 45,2 persen pada 2022. Tingginya biaya perumahan di Seoul dianggap menjadi penghambat bagi pasangan untuk membeli rumah dan memulai sebuah keluarga.
Selain itu, penelitian juga menemukan bahwa pasangan tanpa rumah sendiri cenderung memiliki lebih banyak anggota yang bekerja. Hanya sekitar 34,6 persen pasangan tanpa anak yang memiliki rumah, sementara 52 persen pasangan dengan anak memiliki rumah. Hal ini menunjukkan bahwa beban keuangan yang terkait dengan kepemilikan rumah dapat menjadi faktor penentu dalam keputusan untuk memiliki anak.
Implikasi Jangka Panjang
Penurunan tingkat kesuburan di Korea Selatan mempunyai implikasi jangka panjang yang mengkhawatirkan. Populasi yang menua dan tenaga kerja yang menyusut dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan beban sistem jaminan sosial.
Pemerintah Korea Selatan telah mengakui keseriusan masalah ini dan telah mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan tingkat kesuburan. Upaya ini mencakup pemberian tunjangan keuangan kepada keluarga dengan anak-anak, memperluas layanan pengasuhan anak yang terjangkau, dan meningkatkan fleksibilitas tempat kerja bagi orang tua yang bekerja.
Namun, para ahli berpendapat bahwa langkah-langkah ini mungkin belum cukup untuk membalikkan tren penurunan tingkat kesuburan. Diperlukan perubahan budaya dan sosial yang lebih mendasar untuk mengatasi akar penyebab masalah ini dan memastikan masa depan yang berkelanjutan bagi Korea Selatan.