Fatsun Politik dan Etika Oposisi dalam Pilpres 2024
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengkritik sikap partai-partai pendukung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) yang dinilai terlalu cepat merapat ke pasangan pemenang Pilpres 2024 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Refly berpesan agar Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang belum menyatakan sikap, tidak mengikuti jejak parpol pengusung AMIN.
“Jika PDIP beroposisi, mereka bebas bersuara. Namun, jika tidak beroposisi dan condong ke pihak pemenang, kredibilitas mereka akan tergerus,” ujar Refly dalam sebuah acara diskusi pada Selasa (30/4/2024) malam.
Refly menekankan bahwa dalam demokrasi, pihak yang kalah seharusnya menempatkan diri sebagai oposisi untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Namun, menurutnya, godaan dari kubu pemenang begitu kuat, hingga partai-partai pendukung yang awalnya mengusung oposisi pun mudah tergiur.
“Partai Nasdem, PKB, dan PKS sebagai pengusung Anies seharusnya tetap bertahan di jalur oposisi. Namun, sepertinya hanya PKS yang masih konsisten. Bahkan PKS sudah berupaya mendekati Prabowo-Gibran, namun ditolak,” jelas Refly.
Dia menyebut Nasdem, PKB, dan PKS sebagai partai-partai “mualaf” dalam beroposisi. PKB baru beroposisi sejak September 2023, pun tidak sepenuhnya karena masih memiliki menteri di kabinet pemerintahan saat ini. Nasdem juga tidak memiliki sejarah oposisi yang panjang, sementara PKS menjadi satu-satunya partai yang sudah berpengalaman.
Refly berharap Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dapat belajar menjadi oposisi independen. “Menjadi oposisi itu enak karena bisa mengkritik pemerintah dengan bebas. Namun, saya sadar Cak Imin membawa gerbong. Jika ia terus melawan pemerintah, kepemimpinannya di PKB bisa terancam,” tuturnya.
Refly menyoroti regenerasi kepemimpinan di PKB yang dinilai tidak sehat. Cak Imin telah menjabat sebagai ketua umum selama sekitar 19 tahun, menunjukkan cerminan buruk dalam dinamika politik.
“Surya Paloh dari Nasdem tampaknya juga kesulitan beroposisi karena menghadapi berbagai pemotongan bisnis dan tekanan lain. Menjadi oposisi memang tidak menyenangkan bagi mereka yang memiliki kepentingan pribadi atau gerbong politik,” ujar Refly.
Sebaliknya, bagi orang yang independen dan tidak memiliki kepentingan terselubung, menjadi oposisi merupakan posisi yang sangat nyaman. Mereka dapat mengkritik pemerintah dengan leluasa tanpa khawatir akan konsekuensi.
“Fatsun politik dan etika oposisi sangat penting dalam demokrasi. Pihak yang kalah harus menjadi oposisi yang kuat untuk mengawasi kinerja pemerintahan. Jika semua partai merapat ke pemenang, tidak akan ada lagi fungsi pengawasan yang efektif,” pungkas Refly.