Suratsuara.com – Pada saat ketegangan geopolitik memuncak, seperti yang terjadi pasca serangan Iran yang mengguncang stabilitas global, banyak negara di seluruh dunia berusaha menahan dampak ekonominya. Indonesia, sebuah negara kepulauan di Asia Tenggara, juga tidak luput dari potensi imbas konflik tersebut. Namun, meskipun dalam ketegangan seperti ini, ekonomi Indonesia telah menunjukkan kekuatan yang mengesankan dalam menahan dampak-dampak negatif.
Fondasi Ekonomi yang Kokoh
Salah satu pilar yang menopang ketahanan ekonomi Indonesia adalah keragaman sektor-sektor ekonominya. Indonesia tidak hanya bergantung pada satu atau dua sektor utama, tetapi memiliki portofolio ekonomi yang beragam, termasuk pertanian, industri, pertambangan, pariwisata, dan jasa keuangan. Hal ini membantu dalam memperkuat daya tahan ekonomi terhadap goncangan dari luar.
Selain itu, kebijakan ekonomi yang prudent yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia juga telah membantu mengurangi risiko-risiko sistemik. Meskipun tantangan global seperti kenaikan harga minyak atau fluktuasi nilai tukar mata uang dapat mempengaruhi ekonomi Indonesia, kebijakan fiskal dan moneter yang bijaksana telah memungkinkan negara ini untuk merespons dengan cepat dan efektif.
Konektivitas Regional yang Kuat
Sebagai anggota aktif dalam berbagai forum regional dan internasional, Indonesia telah memperkuat konektivitasnya dengan negara-negara tetangga dan mitra dagangnya. Ini termasuk keterlibatan dalam organisasi seperti ASEAN (Association of Southeast Asian Nations), yang memberikan platform untuk kerja sama ekonomi dan politik di kawasan Asia Tenggara.
Selain itu, Indonesia juga aktif dalam berbagai perjanjian perdagangan bebas, yang memperluas akses pasar bagi produk-produknya dan membantu dalam mengurangi ketergantungan pada satu pasar tunggal. Dengan demikian, dalam menghadapi potensi konflik geopolitik, Indonesia memiliki alternatif pasar yang dapat dieksplorasi.
Diversifikasi Pasar Ekspor dan Impor
Indonesia telah berupaya untuk diversifikasi pasar ekspor dan impornya, bukan hanya tergantung pada satu negara atau wilayah. Ini tidak hanya membantu dalam mengurangi risiko gangguan perdagangan akibat konflik, tetapi juga memperluas kesempatan untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Dengan mengembangkan kemitraan perdagangan dengan berbagai negara di Asia, Eropa, Amerika, dan wilayah lainnya, Indonesia memperkuat posisinya sebagai pemain global yang kuat. Selain itu, dengan memperluas jaringan perdagangannya, Indonesia dapat dengan lebih fleksibel menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi pasar global.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) mengadakan Rapat Koordinasi (Rakor) dengan melibatkan seluruh unsur Kedeputian bersama Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan sejumlah duta besar, Senin (15/4/2024).
Hal ini untuk merespos cepat perkembangan konflik di Timur Tengah pascaserangan Israel ke fasilitas Diplomatik Iran di Damaskus dan serangan balasan Iran ke Israel.
Pada kesempatan itu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto turut mengundang Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika (Dirjen Aspasaf) serta Duta Besar Republik Indonesia (Dubes RI) Amman, Yordania.
Hadir pula Dubes RI Teheran, dan perwakilan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Beirut. Mereka menyampaikan kondisi terkini di Timur Tengah.
“Pelaksanaan Rakor ini merupakan assesment untuk upaya deeskalasi dampak konflik di kawasan Timur Tengah terhadap perekonomian Indonesia,” ujar Airlangga melalui siaran pers, Selasa (16/4/2024).
Dubes RI di Amman, Yordania Ade Padmo Sarwono menyampaikan harapannya agar konflik Iran-Israel tidak berdampak terhadap ekonomi negara-negara di kawasan dan juga Indonesia.
“Berbagai pihak saat ini berupaya untuk meredam eskalasi konflik. Secara umum, ketegangan di kawasan meningkat, tetapi sejauh ini masih dapat dikelola,” ungkap Ade.
Dubes RI Teheran, Iran Ronny P Yuliantoro menyampaikan perkembangan politik dalam negeri Iran dan antisipasi berbagai dampak eskalasi dari serangan Iran ke Israel.
“Kita perlu mengantisipasi dampak ketegangan di kawasan dan disrupsi logistik serta rantai pasok karena pentingnya posisi dan jalur Selat Hormuz yang mengakomodasi puluhan ribu kapal per tahun,” ucap Ronny.
Sementara itu, Dirjen Aspasaf Abdul Kadir Jailani menekankan perlunya antisipasi kemungkinan eskalasi yang ada di kawasan pada saat ini.
Seperti diketahui, peningkatan konflik geopolitik Iran dan Israel pada beberapa waktu lalu memberi dampak terhadap kondisi perekonomian global, yakni harga minyak mentah global yang mengalami fluktuasi.
Pada perdagangan, Senin (15/4/2024) harga minyak mentah jenis Brent melemah 0,18 persen date-to-date (dtd) ke level 90,29 dollar Amerika Serikat (AS) per barel. Ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan posisi pada 1 Januari 2024 yang sebesar 77,4 dollar AS per barel.
Sedangkan, untuk minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) juga turun menjadi 0,28 persen ke level 85,42 dollar AS per barel atau lebih tinggi dibandingkan posisi pada 1 Januari 2024 sebesar 71,65 dollar AS per barel.
Eskalasi konflik geopolitik tersebut juga telah membuat indeks dollar AS meningkat. Hal ini menyebabkan melemahnya indikator finansial pada sejumlah negara, terutama emerging market.
Mayoritas nilai tukar di Kawasan Asia Pasifik bergerak melemah terhadap dollar AS, Senin (15/4/2024) seperti Baht Thailand dan Won Korea terdepresiasi sebesar 0,24 persen (dtd), dan Ringgit Malaysia sebesar 0,24 persen (dtd).
Kemudian, mayoritas bursa di Asia Pasifik juga bergerak di zona merah. Pada Penutupan Pasar (15/4/2024) indeks Kuala Lumpur Composite (KLCI) Malaysia melemah 0,55 persen (dtd), diikuti Korea Composite Stock Price Index (Kospi) sebesar 0,42 persen (dtd).
Sedangkan di Indonesia, Bursa Efek Indonesia dan Pasar Spot Rupiah domestik masih ditutup seiring dengan adanya libur Hari Raya Idul Fitri.
Namun, berdasarkan data pasar spot luar negeri (trading economics), nilai tukar Rupiah berada di level Rp 16.060 atau mengalami apresiasi 0,31 persen (dtd). Hal ini lebih baik dibandingkan negara-negara lain seperti Korea, Filipina, dan Jepang.
Untuk meredam dampak kenaikan harga minyak global akibat konflik geopolitik Iran dan Israel, pemerintah juga mencermati kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bisa optimal sebagai shock absorber.
Koordinasi lebih lanjut akan dilakukan bersama otoritas moneter dan fiskal untuk menghasilkan bauran kebijakan dalam menjaga pertumbuhan dan stabilitas ekonomi.
Sebagai informasi, rakor itu turut dihadiri Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso, Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan Ferry Irawan, Deputi Pangan dan Agribisnis Dida Gardera, Deputi Pengembangan Usaha BUMN, Riset, dan Inovasi Elen Setiadi.
Kemudian, Deputi Kerja Sama Ekonomi Internasional Edi Prio Pambudi, Juru Bicara Kemenko Perekonomian Haryo Limanseto, serta Staf Khusus Menko Perekonomian Raden Pardede dan Reza Yamora Siregar.