Suratsuara.com – Konflik internasional selalu menjadi sorotan dunia, dan yang terbaru melibatkan Nikaragua menyeret Jerman ke Mahkamah Internasional atas bantuan militer yang mereka berikan kepada Israel. Langkah yang mengejutkan ini menyoroti ketegangan global yang berkaitan dengan kebijakan luar negeri, perdagangan senjata, dan keterlibatan dalam konflik regional. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi latar belakang konflik, implikasinya, serta pandangan yang berbeda dari berbagai pihak terkait.
Latar Belakang Konflik
Nikaragua, sebuah negara di Amerika Tengah, telah lama menjadi pusat perhatian dalam politik global. Sejak revolusi Sandinista 1979, negara ini telah menjadi aktor penting dalam politik regional Amerika Latin. Belakangan ini, pemerintahan Nikaragua yang dipimpin oleh Presiden Daniel Ortega mengecam keras tindakan Israel dalam konflik dengan Palestina. Mereka menyatakan bahwa bantuan militer dari negara-negara lain, termasuk Jerman, memperkuat tindakan agresif Israel dan melanggar hak asasi manusia Palestina.
Jerman, di sisi lain, merupakan salah satu kekuatan ekonomi terbesar di Eropa dan telah lama menjadi sekutu dekat Israel. Namun, keputusan Jerman untuk memberikan bantuan militer kepada Israel telah menimbulkan kontroversi, terutama di tengah-tengah desakan global untuk mengakhiri konflik di Timur Tengah.
Tuntutan Nikaragua dan Respons Jerman
Tuntutan yang diajukan oleh Nikaragua ke Mahkamah Internasional mencerminkan seriusnya mereka dalam menangani isu ini. Mereka menuduh Jerman melanggar hukum internasional dengan memberikan bantuan militer kepada Israel, yang digunakan dalam serangan terhadap warga Palestina. Nikaragua menuntut agar bantuan tersebut dihentikan segera.
Respons Jerman terhadap tuntutan ini belum sepenuhnya jelas. Pemerintah Jerman mungkin akan menegaskan bahwa bantuan militer mereka kepada Israel merupakan bagian dari kemitraan yang lama dan bertujuan untuk mempertahankan keamanan di kawasan tersebut. Namun, mereka juga akan dihadapkan pada desakan internasional untuk mempertimbangkan ulang kebijakan mereka dalam konteks pelanggaran hak asasi manusia yang dilaporkan di Palestina.
Implikasi Global
Konflik ini memiliki implikasi global yang luas. Pertama-tama, ini menyoroti kompleksitas diplomasi internasional dan keterlibatan negara-negara dalam konflik regional di luar wilayah mereka. Selain itu, tuntutan yang diajukan oleh Nikaragua menimbulkan pertanyaan tentang peran Mahkamah Internasional dalam menyelesaikan konflik semacam ini dan apakah mereka memiliki wewenang untuk memutuskan masalah sensitif seperti ini.
Lebih jauh lagi, konflik ini dapat mempengaruhi hubungan antara negara-negara di Amerika Latin dan Eropa, serta memperkuat atau melemahkan posisi Israel dalam politik global. Dalam konteks yang lebih luas, hal ini menunjukkan bahwa isu-isu hak asasi manusia dan konflik regional tetap menjadi titik tekanan dalam hubungan internasional modern.
Pandangan Beragam
Pendapat tentang konflik ini pasti akan bervariasi tergantung pada sudut pandang masing-masing pihak. Pemerintah Jerman mungkin akan menekankan hubungan strategis mereka dengan Israel dan kepentingan keamanan nasional mereka, sementara Nikaragua dan pendukungnya akan menyoroti pentingnya mendukung hak asasi manusia dan mengakhiri kekerasan terhadap rakyat Palestina.
Di antara masyarakat sipil dan organisasi non-pemerintah, akan ada panggilan untuk perdamaian, keadilan, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Mereka mungkin akan menekankan perlunya negara-negara untuk bertanggung jawab atas kebijakan luar negeri mereka dan untuk bekerja sama dalam mencari solusi damai untuk konflik yang berkepanjangan.
Nikaragua pada hari Senin (8/4/2024) meminta Mahkamah Internasional menghentikan bantuan militer Jerman ke Israel, dengan alasan dukungan Berlin memungkinkan terjadinya tindakan genosida dan pelanggaran hukum kemanusiaan internasional di Jalur Gaza.
Kasus di Mahkamah Internasional ini menargetkan Jerman, yang berdasarkan data Stockholm International Peace Research Institute merupakan pemasok senjata terbesar kedua ke Israel setelah Amerika Serikat (AS), namun secara tidak langsung juga ditujukan pada kampanye militer Israel di Jalur Gaza yang telah berlangsung selama enam bulan dan telah menyebabkan lebih dari 33.000 warga Palestina di sana tewas.
Tuduhan Nikaragua merupakan upaya hukum terbaru yang dilakukan negara yang memiliki hubungan bersejarah dengan rakyat Palestina untuk menghentikan serangan Israel, setelah Afrika Selatan menuduh Israel melakukan genosida di Mahkamah Internasional pada akhir tahun lalu. Upaya ini juga terjadi di tengah meningkatnya seruan kepada sekutu Israel untuk berhenti memasok senjata ke negara tersebut – dan ketika beberapa pendukungnya, termasuk Jerman, semakin kritis terhadap perang Hamas Vs Israel.
Duta Besar Nikaragua untuk Belanda Carlos Jose Arguello Gomez menuturkan kepada panel yang beranggotakan 16 hakim bahwa Jerman gagal memenuhi kewajibannya untuk mencegah genosida atau memastikan penghormatan terhadap hukum kemanusiaan internasional.
Jermansendiri akan menyampaikan argumennya pada hari Selasa (9/4). Ketua tim hukumnya, Tania von Uslar-Gleichen, menyebut tuduhan Nikaragua sangat bias. Dia membantah bahwa Berlin melanggar hukum internasional.
Israel dengan tegas menyangkal bahwa serangannya merupakan tindakan genosida dan mengatakan langkah tersebut dilakukan untuk membela diri setelah kelompok militan pimpinan Hamas menyerbu Israel selatan pada 7 Oktober. Penasihat hukum Israel, Tal Becker, menyatakan kepada hakim di pengadilan awal tahun ini dalam kasus yang diajukan oleh Afrika Selatan bahwa Israel sedang berperang dalam perang yang tidak dimulai dan tidak diinginkannya.
Pengadilan kemungkinan akan membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk menyampaikan keputusan awalnya dan kasus yang diajukan Nikaragua kemungkinan akan berlarut-larut selama bertahun-tahun.
Tidak hanya meminta pengadilan untuk memerintahkan Jerman agar segera menangguhkan bantuannya kepada Israel, khususnya bantuan militer termasuk peralatan militer, Nikaragua juga menginginkan pengadilan memerintahkan Jerman untuk melanjutkan pendanaan ke badan bantuan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA).
Puluhan pengunjuk rasa pro-Palestina yang mengibarkan bendera berdemonstrasi di luar Mahkamah Internasional di Den Haag pada Senin.
Sliman Abu Amara, seorang warga negara Belanda keturunan Palestina, berterima kasih kepada Nikaragua karena telah menuntut Jerman ke pengadilan. Dia mencatat, “Ironinya adalah bahwa Jerman sebenarnya berada di balik seluruh konvensi internasional tentang pencegahan genosida.”
Pada hari Jumat, (5/4) badan hak asasi manusia PBB juga meminta negara-negara berhenti menjual atau mengirimkan senjata ke Israel. AS dan Jerman menentang resolusi tersebut.
Jerman selama beberapa dekade telah menjadi pendukung setia Israel. Beberapa hari setelah serangan Hamas pada 7 Oktober, Kanselir Olaf Scholz menyatakan, “Sejarah kami sendiri, tanggung jawab kami yang timbul dari Holocaust, menjadikan tugas kami terus-menerus untuk membela keamanan negara Israel.”
Namun, Jerman dilaporkan secara bertahap mengubah sikapnya seiring dengan melonjaknya jumlah korban sipil di Jalur Gaza. Selain semakin kritis terhadap situasi kemanusiaan di Jalur Gaza, mereka pun menentang serangan darat Israel ke Rafah.