Suratsuara.com – Ketegangan politik kembali mengemuka dalam pemberitaan terkait Presiden Indonesia, Joko Widodo, atau yang akrab disapa Jokowi, dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Baru-baru ini, Jokowi secara tegas menegaskan keheranannya atas tuduhan yang menyebutkan bahwa dirinya berniat merebut posisi Ketua Umum PDIP.
Perdebatan ini bermula ketika Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDIP, menyarankan bahwa bagi siapa pun yang ingin menjadi calon presiden di masa depan, seharusnya mereka berkomitmen dan membuat janji kepada rakyat di hadapan publik. Pernyataan ini dianggap memiliki implikasi terhadap Jokowi, yang merupakan anggota PDIP, dan telah menjabat sebagai Presiden selama dua periode.
Meskipun tidak menyebutkan secara langsung nama Jokowi, pernyataan Hasto tersebut mengundang spekulasi luas dan menimbulkan reaksi dari berbagai pihak. Jokowi sendiri, dalam sebuah konferensi pers, dengan tegas menyatakan bahwa dia merasa heran dengan tuduhan tersebut. Dia menegaskan bahwa komitmennya terhadap partai dan rakyat tidak perlu diragukan.
Sebagai figur penting dalam politik Indonesia, Jokowi telah memainkan peran krusial dalam pembangunan negara dan konsolidasi demokrasi. Namun, spekulasi mengenai masa depan politiknya selalu menjadi topik yang hangat diperbincangkan. Sementara itu, PDIP sebagai partai mayoritas di parlemen memiliki peran penting dalam mengendalikan dinamika politik dalam negeri.
Namun demikian, pernyataan-pernyataan yang terdengar dari kedua belah pihak menyoroti pentingnya komunikasi yang jelas dan transparan di antara elite politik. Pertanyaan-pertanyaan seputar kepemimpinan di PDIP, serta hubungannya dengan masa depan politik Jokowi, perlu ditanggapi dengan kebijaksanaan dan keterbukaan.
Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menjawab pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang mengaku heran dituding akan mengambil jabatan ketua umum PDIP dan Golkar. Hasto mengatakan, seharusnya Presiden Jokowi berjanji di hadapan rakyat.
“Ya Pak Jokowi, kan hanya menyampaikan heran, kita harusnya berjanji saja di hadapan rakyat, bahwa pengambilalihan Golkar dan PDI Perjuangan tidak akan dilakukan itu sikap yang ditunggu,” kata Hasto, kepada wartawan di Jakarta, Minggu (7/4/2024).
Dia menilai, jika Presiden Jokowi melakukan hal itu maka merupakan sikap ksatria seorang kepala negara. Oleh sebab itu, Hasto Kristiyanto mengaku sangat menanti janji tersebut.
“Sehingga harusnya berjanji bahwa saya akan menjaga bahwa setelah selesai kepemimpinan saya, tidak akan mengambilalih Golkar maupun PDI Perjuangan, ataupun sebelumnya, itu akan lebih gentleman,” ujar dia.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menjawab rumor yang diembuskan Sekjen Hasto soal akan mengambil alih kursi Ketum PDIP. Jokowi justru bertanya balik bukankah selama ini dirinya diisukan mengambil alih Partai Golkar.
“Bukan Golkar?” kata Jokowi di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (3/4/2024).
Jokowi merasa heran dengan rumor-rumor merebut kursi ketua umum partai. Dia meminta agar pihak-pihak tersebut tidak memunculkan rumor belaka.
“Katanya mau ngerebut Golkar, katanya mau ngerebut, masa semua mau direbutin semua, jangan seperti itu, jangan seperti itu,” pungkasnya.
Sekretaris Jenderal PDIP,Hasto Kristiyantomengungkapkan ada upaya Presiden Joko Widodo(Jokowi)mengincar kursi ketua umum PDIP yang diduduki Megawati Soekarnoputri.
Menurut Hasto, Jokowi ingin mempertahankan kekuatan politik dengan menguasai parpol, yakni Golkar danPDIP.
“Rencana pengambilalihan Partai Golkar dan PDI Perjuangan. Jadi, jauh sebelum pemilu, beberapa bulan, antara lima-enam bulan. Ada seorang menteripower full,” kata Hasto dalam keterangannya, Selasa (2/4/2024).
Hasto juga mengungkapkan, dalam kabinet Jokowi, ada menteripower fulldan menterisuperpower full. Jokowi lantas menugaskan menyeripower fulluntuk menjembatani pengambilalihan kursi ketum PDIP
“Supaya enggak salah, ini ditugaskan untuk bertemu Ryaas Rasyid oleh Presiden Jokowi. Pak Ryaas Rasyid ditugaskan untuk membujuk Bu Mega, agar kepemimpinan PDI Perjuangan diserahkan kepada Pak Jokowi. Jadi, dalam rangka kendaraan politik. Untuk 21 tahun ke depan,” kata Hasto.
Upaya pengambilalihan parpol yang dipimpin Megawati ini pun pernah terjadi para era Soeharto yang ingin mempertahankan kekuasaan lewat Pemilu 1971.
“Nah, ini harus kita lihat, mewaspadai bahwa ketika berbagai saripati kecurangan Pemilu 71, yang menurut saya 71 saja enggak cukup, ditambah 2009, menghasilkan 2024, kendaraan politiknya sama,” kata Hasto.
Hasto juga menyampaikan ada juga upaya dari kubu Jokowi untuk membentuk koalisi partai politik yang besar.
“Sekarang ada gagasan tentang soal koalisi besar permanen seperti ada barisan nasional,” kata Hasto.