Suratsuara.com – Di tengah sorotan media dan perhatian publik yang memuncak terkait sidang sengketa Pilpres 2024, Sri Mulyani, seorang figur yang kerap disebut sebagai salah satu pejabat negara paling berpengaruh di Indonesia, hanya tersenyum ketika namanya diminta menjadi saksi dalam persidangan tersebut.
Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memanggil Sri Mulyani sebagai saksi dalam sidang sengketa Pilpres ini menjadi pusat perhatian dalam beberapa hari terakhir. Sri Mulyani, yang menjabat sebagai Menteri Keuangan sejak 2016, telah menjadi simbol kestabilan ekonomi Indonesia di tengah berbagai dinamika politik dan ekonomi global.
Di ruang sidang yang dipadati oleh para pengacara, jurnalis, dan penonton yang ingin menyaksikan langsung perkembangan kasus ini, Sri Mulyani hadir dengan sikap yang tenang dan penuh keyakinan. Ketika ditanya oleh pengacara yang mewakili pihak yang mengajukan gugatan terkait Pilpres 2024, Sri Mulyani dengan lembut tetapi tegas menjawab setiap pertanyaan yang diajukan kepadanya.
Meskipun demikian, sorotan media yang mengabarkan kehadiran Sri Mulyani di sidang sengketa Pilpres ini tidak mengubah ekspresi wajahnya yang tenang dan hanya tersenyum sebagai respons atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya. Sikap tenang dan profesionalisme Sri Mulyani dalam menghadapi situasi ini menunjukkan betapa pentingnya prinsip netralitas dan kewajiban sebagai seorang saksi di dalam sistem peradilan.
Sebagai seorang yang berpengalaman di bidang keuangan dan ekonomi, kehadiran Sri Mulyani sebagai saksi di sidang sengketa Pilpres 2024 tentu memberikan sudut pandang yang berharga bagi pihak yang terlibat dalam proses peradilan ini. Namun, ia juga menunjukkan bahwa profesionalisme dan integritas adalah hal yang tidak dapat dikompromikan, bahkan di tengah tekanan dan sorotan publik yang begitu besar.
Kehadiran Sri Mulyani dalam sidang sengketa Pilpres ini juga mengingatkan kita akan pentingnya menjaga independensi lembaga-lembaga negara, termasuk Mahkamah Konstitusi, dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini juga menjadi pembelajaran bagi kita semua tentang pentingnya menjunjung tinggi supremasi hukum dan keadilan di dalam sistem demokrasi.
Seiring berjalannya sidang dan proses peradilan yang berlangsung, kita dapat menyaksikan bagaimana proses hukum di Indonesia berjalan dengan transparan dan profesional. Sri Mulyani, dengan sikapnya yang tenang dan konsisten, menegaskan bahwa dalam situasi apapun, kejujuran dan integritas adalah nilai yang harus dijunjung tinggi oleh setiap individu, terutama mereka yang memiliki tanggung jawab besar dalam memajukan negara dan masyarakat.
Dalam beberapa hari ke depan, publik akan terus memperhatikan perkembangan sidang sengketa Pilpres 2024 dan bagaimana proses hukum ini berjalan. Namun, melalui kehadiran Sri Mulyani dan sikapnya yang profesional, kita diingatkan bahwa keadilan dan kebenaran adalah tujuan akhir dari proses hukum yang adil dan transparan.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani enggan menanggapi terkait Tim Hukum Nasional (THN) Anies-Muhaimin (AMIN) yang meminta dirinya hadir sebagai saksi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Saat ditanya awak media, Kamis (28/3/2024) di Istana Negara, Jakarta, terkait tanggapan permintaan itu, Sri Mulyani hanya tersenyum. Begitu pula saat ditanya terkait apakah dirinya sudah mendengar kabar tersebut atau belum Sri Mulyani hanya menggeleng sekali dan dia tetap terdiam hingga memasuki mobilnya yang berwarna hitam.
Sebelumnya, Ketua Tim Hukum Nasional AMIN, Ari Yusuf Amir menyela dan bertanya kepada majelis hakim konstitusi terkait permohonanya agar Mahkamah Konstitusi (MK) dapat memanggil sejumlah pihak dari kalangan menteri untuk ikut bersaksi terkait sengketa Pilpres 2024 yang diyakininya sarat kecurangan dari alat negara yang diintervensi oleh presiden.
“Kami sudah menyampaikan permohonan kepada majelis hakim untuk dapat membantu menghadirkan Menteri Keuangan Republik Indonesia (Sri Mulyani), Menteri Sosial Republik Indonesia (Tri Rismaharini), Menteri Perdagangan Republik Indonesia (Zulkifli Hasan), Menteri Koordinator Perekonomian Republik Indonesia (Airlangga Hartarto) guna didengar keterangannya dalam persidangan ini Yang Mulia,” kata Ari di ruang sidang Gedung MK, Jakarta, Kamis 28 Maret 2024.
Mendengar hal itu, Suhartoyo mengaku belum dapat memberikan jawaban. Menurut dia, empat menteri yang diminta untuk dihadirkan harus dibahas dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) terlebih dahulu.
“Itu nanti kami bahas,” singkat Suhartoyo.
Pada momen tersebut, Todung Mulya Lubis selaku Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud yang juga hadir dalam persidangan mengaku mendukung permintaan dari Tim Hukum Nasional AMIN untuk menghadirkan para menteri dari kabinet Jokowi. Kepada majelis hakim, Todung menilai hal tersebut penting, sebab banyak persoalan mengenai dugaan kecurangan Pemilu yang harus diungkap.
Salah satunya terkait penggunaan bantuan sosial atau bansos yang masif dan dipercaya berpengaruh dalam mendongkrak suara dari Prabowo-Gibran.
“Banyak sekali mengajukan hal-hal yang berkaitan dengan bansos, kebijakan fiskal dan lain-lain, kami juga ingin ajukan permohonan yang sama. Jadi kami mohon perkenan majelis hakim mengabulkan,” ujar Todung.
Mendengar hal itu, Suhartoyo menegaskan tindakan menghadirkan menteri dalam persidangan sengketa Pilpres harus dicermati dengan detil. Sebab, perkara sengketa Pilpres di MK adalah inter-partes atau perkara yang akibat putusannya hanya berlaku pada perkara yang diputus saja.
Hal tersebut berbeda dengan MK saat melakukan uji perkara undang-undang atau judicial review.
“Nanti kami pertimbangkan, harus dicermati. Ketika Mahkamah bantu memanggil nanti ada irisan-irisan dengan keberpihakan jadi harus hati-hati. Kecuali memang mahkamah yang memerlukan dan ingin mendengar, bukan saksi/ahli,” Suhartoyo menandasi.