Suratsuara.com – Pemilihan Umum (Pilpres) selalu menjadi topik yang menarik perhatian publik, terutama jika melibatkan nama-nama yang sudah dikenal secara luas. Belakangan, pernyataan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait penolakan Anies Baswedan terhadap calon gubernur DKI Jakarta Gibran Rakabuming yang dianggap tidak memenuhi syarat menjadi sorotan hangat.
Pernyataan kontroversial itu berawal dari polemik terkait status Gibran Rakabuming yang diusung Partai NasDem sebagai calon gubernur DKI Jakarta. Anies Baswedan, yang saat ini menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, menyampaikan ketidaksetujuannya terhadap Gibran yang merupakan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut. Anies menegaskan bahwa Gibran tidak memenuhi syarat karena belum tinggal di DKI Jakarta selama lima tahun, seperti yang diatur dalam undang-undang.
Namun, tanggapan mengejutkan datang dari KPU. Mereka menyatakan bahwa jika partai yang mengusung Gibran, yaitu Partai NasDem, berhasil memenangkan Pemilihan Presiden (Pilpres), maka keberadaan Gibran sebagai calon gubernur DKI Jakarta tidak akan dipermasalahkan. Hal ini mengundang beragam reaksi dan perdebatan di kalangan masyarakat.
Sebagian pihak mendukung keputusan KPU dengan alasan bahwa putra seorang presiden seharusnya tidak dihalangi untuk berpartisipasi dalam kontes demokratis seperti Pilpres. Mereka berpendapat bahwa selama Gibran memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam undang-undang, maka tidak ada alasan untuk menolaknya.
Di sisi lain, ada juga yang mempertanyakan netralitas KPU dalam menyikapi masalah ini. Muncul dugaan bahwa keputusan KPU tersebut dipengaruhi oleh faktor politik dan tidak sepenuhnya berdasarkan prinsip-prinsip hukum yang berlaku. Beberapa pihak bahkan menilai bahwa adanya keterkaitan antara Pilpres dengan Pilgub DKI Jakarta seharusnya tidak dijadikan alasan untuk mengabaikan aturan yang sudah ditetapkan.
Polemik ini juga membuka ruang diskusi lebih luas terkait praktik nepotisme dan elitisme dalam dunia politik Indonesia. Meskipun memiliki potensi dan kapabilitas, kehadiran sosok seperti Gibran Rakabuming seringkali menimbulkan pertanyaan kritis terkait kesempatan yang adil bagi semua calon tanpa pandang bulu.
Sebagai masyarakat yang cerdas dan demokratis, penting bagi kita semua untuk terus mengikuti dan mengawasi perkembangan politik tanah air. Kita harus memastikan bahwa setiap keputusan dan tindakan yang diambil oleh lembaga negara, termasuk KPU, benar-benar didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan supremasi hukum.
Dengan demikian, kasus kontroversial ini menjadi momentum penting bagi kita untuk merefleksikan dan memperkuat sistem demokrasi serta menjaga agar prinsip-prinsip demokrasi tetap berjalan dengan baik dalam setiap tahapan pemilihan umum di masa mendatang.
KPU merespons permohonan gugatan yang diajukan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) terkait tidak terpenuhinya syarat pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. KPU menegaskan proses pendaftaran capres-cawapres Pemilu 2024 telah sesuai dengan undang-undang (UU).
Kuasa hukum KPU, Hifdzil Alim, mengatakan bahwa tak ada catatan dari Bawaslu selaku pihak pengawas Pemilu terkait proses pendaftaran capres-cawapres. Dalam sidang ini, KPU berposisi sebagai pihak termohon.
“Bahwa proses pendaftaran calon presiden-calon wakil presiden Pemilu 2024 juga diawasi Bawaslu dan tidak ada catatan yang dilayangkan Bawaslu berkaitan saran perbaikan tata cara mekanisme terhadap capres-cawapres hal ini menunjukkan bahwa termohon telah melaksanakan tahapan pendaftaran capres-cawapres sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” kata Hifdzil dalam sidang sengketa Pilpres, Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (26/3/2024).
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN ISI
Dia mengatakan semestinya pihak AMIN menyampaikan keberatan terhadap pasangan Prabowo-Gibran saat pengundian nomor urut capres-cawapres. Ia juga menyebut keberatan bisa dilayangkan pada saat kampanye debat pasangan calon.
“Bahwa kenyataannya pemohon tidak mengajukan keberatan kepada termohon baik ketika pengundian nomor urut dan kampanye metode debat,” tutur Hifdzil.
Namun, selama proses Pilpres 2024 berlangsung, termasuk saat debat pasangan calon (paslon), pihak AMIN tidak mengajukan keberatan. Dia mengatakan seluruh paslon mengikuti rangkaian pilpres yang diselenggarakan KPU.
“Bahwa andai pun pemohon mendalilkan paslon capres-cawapres nomor urut 2 tidak memenuhi syarat formil, semestinya pemohon melayangkan keberatan atau setidaknya keberatan ketika pelaksanaan mulai pengundian paslon sampai pelaksanaan kampanye dengan metode debat paslon,” katanya.
“Bahwa kenyataannya pemohon tidak mengajukan keberatan kepada termohon baik ketika pengundian nomor urut dan kampanye metode debat, sebaliknya pemohon bersama-sama paslon nomor urut 2 mengikuti tahapan pengundian nomor urut, dan kampanye metode debat paslon, bahkan dalam debat pemohon saling lempar jawaban, sanggahan dalam kampanye metode debat yang difasilitasi termohon,” imbuh dia.
Pihak KPU menilai dalil pihak 01 tampak aneh jika menganggap pendaftaran pasangan Prabowo-Gibran sebagai capres-cawapres 2024 tidak memenuhi syarat formil. Sebab, sikap 01 dan 03 selama rangkaian Pilpres tidak mengajukan keberatan apapun.
KPU menganggap pasangan AMIN tidak akan menuding tidak sah menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres, jika memenangkan pemilu.
“Bahwa tampak aneh apabila pemohon baru mendalilkan dugaan tidak terpenuhi syarat formil pendaftar pasangan calon presiden tahun 2024, setelah diketahui hasil penghitungan suara,” kata Hifdzil.
“Pertanyaannya adalah andai kata pemohon memperoleh suara terbanyak dalam Pemilu 2024, apakah pemohon akan mendalilkan tidak terpenuhi syarat formil pendaftaran pasangan calon? Tentu jawabannya tidak,” sambung dia.
Pihak Anies-Cak Imin menyampaikan gugatan terhadap hasil Pilpres 2024 ke MK pada Rabu (27/3). Anies-Cak Imin meminta agar hasil Pilpres 2024 dibatalkan dan Pilpres digelar ulang tanpa Prabowo-Gibran atau Prabowo tetap ikut tapi mengganti cawapresnya.
Gugatan itu dibacakan oleh pengacara Anies-Cak Imin, Bambang Widjojanto (BW), dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (27/3).
Sebagai informasi, KPU telah melakukan penetapan hasil Pilpres 2024. Hasilnya, pasangan calon nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menang pada Pilpres 2024.
Berikut hasilnya yang disusun berdasarkan nomor urut Pilpres 2024:
1. Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar: 40.971.906 suara atau 24,95%
2. Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka: 96.214.691 atau 58,59%.
3. Ganjar Pranowo-Mahfud Md: 27.040.878 atau 16,47%.
Pihak AMIN menggugat hasil Pilpres 2024 tersebut. Berikut petitum lengkapnya:
1. Mengabulkan permohonan PEMOHON untuk seluruhnya;
2. Menyatakan batal Keputusan Komisi Pemilihan Umum nomor 360 Tahun 2024 Tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Secara Nasional dalam Pemilihan Umum Tahun 2024 yang ditetapkan pada hari Rabu, 20 Maret 2024, pukul 22.19 WIB sepanjang Diktum Kesatu;
3. Menyatakan diskualifikasi Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 2 atas nama H Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024;
4. Menyatakan batal Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1632 Tahun 2023 tentang Penetapan Pasangan Calon Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 tertanggal 13 November 2023 dan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1644 Tahun 2023 tentang Penetapan Nomor Urut Pasangan Calon Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024, tertanggal 14 November 2023, sepanjang berkaitan dengan penetapan pasangan calon peserta dan penetapan nomor urut 2 atas nama H Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka;
5. Memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum untuk melakukan pemungutan suara ulang pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 tanpa mengikutsertakan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 2 atas nama, H Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka; 6. Memerintah kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia untuk melakukan supervisi dalam rangka pelaksanaan amar putusan ini; 7. Memerintahkan kepada Presiden untuk bertindak netral dan tidak memobilisir aparatur negara serta tidak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai alat untuk menguntungkan salah satu pasangan calon dalam pemungutan suara ulang; 8. Memerintahkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia beserta jajarannya untuk melakukan pengamanan proses pemungutan suara ulang Presiden dan Wakil Presiden secara netral dan profesional; 9. Memerintahkan kepada Tentara Nasional Indonesia beserta jajarannya, untuk membantu pengamanan proses pemungutan suara ulang Presiden dan Wakil Presiden sesuai dengan kewenangannya;
Atau
1. Mengabulkan permohonan PEMOHON untuk seluruhnya;
2. Menyatakan batal berlakunya Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 360 Tahun 2024 Tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Secara Nasional Dalam Pemilihan Umum Tahun 2024 yang ditetapkan pada hari Rabu, 20 Maret 2024, pukul 22.19 WIB sepanjang Diktum Kesatu;
3. Menyatakan diskualifikasi Calon Wakil Presiden Nomor Urut 2 atas nama Gibran Rakabuming Raka sebagai Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Tahun 2024 karena tidak memenuhi syarat usia sebagai pasangan calon peserta Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024
4. Menyatakan batal Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1632 Tahun 2023 tentang Penetapan Pasangan Calon Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 tertanggal 13 November 2023 dan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1644 Tahun 2023 tentang Penetapan Nomor Urut Pasangan Calon Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024, tertanggal 14 November 2023, sepanjang berkaitan dengan Calon Wakil Presiden atas nama Gibran Rakabuming Raka;
5. Memerintahkan TERMOHON untuk melaksanakan pemungutan suara ulang dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Tahun 2024 dengan diikuti oleh Calon Presiden Nomor Urut 2 atas nama H. Prabowo Subianto dengan terlebih dahulu mengganti Calon Wakil Presiden;
6. Memerintahkan kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum untuk melakukan supervisi dalam rangka pelaksanaan amar putusan ini;
7. Memerintahkan kepada Presiden untuk bertindak netral dan tidak memobilisir aparatur negara serta tidak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai alat untuk menguntungkan salah satu pasangan calon dan pemungutan suara ulang;
8. Memerintahkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia beserta jajarannya untuk melakukan pengamanan proses pemungutan suara ulang Presiden dan Wakil Presiden secara netral dan profesional;
9. Memerintahkan kepada Tentara Nasional Indonesia beserta jajarannya, untuk membantu pengamanan proses pemungutan suara ulang Presiden dan Wakil Presiden sesuai dengan kewenangannya.
Apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)