Selasa, November 26, 2024
BerandaPolitikPKS Menjadi Satu-Satunya Fraksi Yang Menolak Pengesahan UU DKJ: Mengapa?

PKS Menjadi Satu-Satunya Fraksi Yang Menolak Pengesahan UU DKJ: Mengapa?

- Advertisement -

Suratsuara.com – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah menjadi sorotan publik setelah menjadi satu-satunya fraksi di parlemen yang menolak pengesahan Undang-Undang (UU) Dana Keluarga Indonesia (DKJ). Langkah ini tidak hanya mengejutkan tetapi juga menimbulkan pertanyaan mendalam mengenai alasan di balik penolakan tersebut. Mari kita telusuri lebih jauh mengenai hal ini.

Pertama-tama, UU DKJ merupakan inisiatif pemerintah untuk memberikan bantuan keuangan kepada keluarga Indonesia yang membutuhkan. Meskipun tujuannya nampak mulia, PKS menyuarakan keprihatinan yang mendasar terkait keberlanjutan dan efektivitas program tersebut. Mereka menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat secara langsung dalam pembangunan ekonomi dan kesejahteraan, alih-alih hanya mengandalkan bantuan pemerintah.

Salah satu argumen utama yang disuarakan PKS adalah bahwa UU DKJ dapat menciptakan ketergantungan terhadap bantuan pemerintah, sehingga mengurangi motivasi dan inisiatif untuk mandiri dan mengembangkan potensi ekonomi masyarakat. PKS percaya bahwa solusi jangka panjang untuk masalah kemiskinan bukanlah semata-mata bantuan sosial, tetapi lebih kepada pemberdayaan ekonomi dan pendidikan yang berkelanjutan.

Selain itu, PKS juga mengkritik beberapa aspek teknis dalam UU DKJ, seperti mekanisme distribusi dana, pengawasan, dan akuntabilitas penggunaan dana tersebut. Mereka menyoroti potensi penyalahgunaan dan penyimpangan yang dapat terjadi tanpa sistem pengawasan yang kuat dan transparan.

Perlu dicatat bahwa penolakan PKS terhadap UU DKJ bukan berarti mereka menentang upaya pemerintah untuk membantu masyarakat yang membutuhkan. Sebaliknya, mereka mengusulkan pendekatan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan dalam penanganan masalah sosial dan ekonomi, yang tidak hanya bergantung pada bantuan finansial tetapi juga memperhatikan aspek pendidikan, pelatihan keterampilan, dan pembangunan ekonomi lokal.

Meskipun PKS menjadi satu-satunya fraksi yang menolak UU DKJ, hal ini mencerminkan keragaman pandangan di dalam parlemen yang seharusnya menjadi wahana diskusi dan pemikiran yang konstruktif. Meskipun mungkin ada perbedaan pendapat, penting bagi semua pihak untuk tetap fokus pada upaya bersama dalam mencari solusi terbaik untuk kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Dalam konteks ini, penolakan PKS terhadap UU DKJ memberikan panggung bagi debat yang lebih luas mengenai strategi pembangunan sosial dan ekonomi di Indonesia. Dengan menggali berbagai pandangan dan argumen, diharapkan dapat ditemukan solusi yang lebih inklusif dan berkelanjutan bagi tantangan-tantangan yang dihadapi bangsa ini.

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi satu-satunya fraksi di DPR yang menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) menjadi Undang-Undang.

- Advertisement -

Anggota Fraksi PKS Ansory Siregar sempat menyampaikan interupsi jelang pengesahan RUU DKJ dalam rapat paripurna DPRKamis (28/3/2024).

Saat itu, Ketua Badan Legislatif (Baleg) Supratman Andi Agtas telah menyampaikan laporan menyangkut RUU DKJ yang terdiri dari 12 bab dan 73 pasal.

Ansory lalu menginterupsi dan mempertanyakan bentuk kekhususan Jakarta yang tertuang dalam RUU DKJ.

“Fraksi PKS berpendapat belum terlihat aturan berupaya memberikan kekhususan kepada Jakarta. Apa itu khususnya? Belum (ada), yang khusus-khusus itu apa?” ujar Anshory di Senayan, Jakarta Pusat,

- Advertisement -

Baca juga: DPR Sahkan UU DKJ, Payung Hukum Baru bagi Jakarta

Anshory menuturkan, kekhususan itu bisa berupa aturan yang mempertahankan atau bahkan meningkatkan kedudukan Jakarta sebagai pusat perekonomian Indonesia.

“Misalnya, dengan penghapusan pajak seperti Batam, enggak ada di pasal-pasal itu, apa kekhususannya?” lanjut dia.

Pada kesempatan tersebut, Anshory juga mengkritik proses pembahasan RUU DKJ yang dinilai terburu-buru.

Padahal, RUU yang disusun sebagai payung hukum Jakarta usai tak jadi ibu kota negara itu dinilai tidak mendesak.

Sebab, gedung DPR di Ibu Kota Nusantara Kalimantan Timur pun belum rampung dibangun.

Selain itu, Anshory juga protes penyusunan RUU DKJ kurang melibatkan masyarakat.

“Fraksi PKS berpendapat belum melibatkan partisipasi masyarakat yang bermakna, belum. Karena buru-buru itu,” tuturnya.

Anggota Fraksi PKS lainnya, Hermanto juga menginterupsi. Ia mengusulkan agar Jakarta mendapatkan label Ibu Kota Legislatif.

Menurutnya, Jakarta memiliki sejarah yang panjang. Akses transportasi untuk mencapai Jakarta juga bagus dan masyarakat kerap menyampaikan masukan di Senayan.

“Predikat itu kami mengusulkan supaya Jakarta ini diberi nama ibu kota legislatif,” kata Hermanto.

Merespons dua interupsi ini, Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan masukan dari mereka sudah dibicarakan dan dibahas di Panja dan Baleg.

“Dari 9 fraksi yang ada di DPR 1 fraksi yaitu Fraksi PKS sudah menyatakan menolak, jadi itu menjadi satu pandangan yang kami anggap kesatuan pandangan dari Fraksi PKS,” kata Puan.

Setelah itu, rapat pun berlanjut dan DPR RI mengesahkan RUU DKJ menjadi undang-undang.

- Advertisement -
Advertisement
RELATED ARTICLES

Tetap Terhubung

199,856FansSuka
215,976PengikutMengikuti
152,458PengikutMengikuti
284,453PelangganBerlangganan

Most Popular