Suratsuara.com – Kasus pungutan liar atau pungli yang melibatkan seorang Karutan (Kepala Ranting) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menjadi sorotan publik yang mendalam. Keputusan terbaru dari lembaga pemberantas korupsi ini telah menunjukkan bahwa pelaku korupsi tidak akan terhindar dari hukuman, bahkan di dalam institusi yang bertugas menegakkan keadilan.
Pada persidangan yang digelar dalam suasana tegang, Karutan tersebut akhirnya terbukti bersalah atas tuduhan pungli yang telah dilakukannya. Penyelidikan yang teliti dan bukti-bukti yang kuat menguatkan dakwaan yang diberlakukan kepadanya. Setelah melalui proses hukum yang panjang, akhirnya dia dijatuhi sanksi berat oleh KPK.
Salah satu momen paling berkesan dari proses hukum ini adalah saat Karutan tersebut diminta untuk meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat. Permintaan maaf tersebut bukanlah sekadar formalitas, melainkan sebuah langkah penting dalam memperbaiki citra lembaga yang telah tercoreng oleh perilaku koruptif.
Tindakan ini mengirimkan pesan kuat bahwa tidak ada toleransi terhadap korupsi, bahkan di lingkungan lembaga yang memiliki mandat untuk memberantasnya. Langkah-langkah tegas seperti ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, bahwa integritas dan transparansi harus dijaga dengan sungguh-sungguh.
Dampak dari kasus ini tidak hanya terbatas pada individu yang bersangkutan, tetapi juga menciptakan efek jera bagi para pelaku korupsi lainnya. Masyarakat pun diingatkan kembali akan pentingnya mendukung upaya pemberantasan korupsi dan tidak memberi ruang bagi tindakan yang merugikan negara dan rakyat.
Penting untuk diingat bahwa perang melawan korupsi adalah tugas bersama. Setiap langkah kecil yang dilakukan untuk menegakkan keadilan dan membasmi korupsi merupakan kontribusi yang berarti bagi kemajuan bangsa. Semoga kasus ini menjadi pendorong bagi semakin banyak individu dan lembaga untuk berdiri teguh melawan praktek korupsi, demi terwujudnya Indonesia yang bersih dan bermartabat.
Kepala Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Achmad Fauzi terbukti melakukan turut serta melakukan pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan). Ia terbukti bersalah dalam sidang etik yang digelar oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menyebutkan, Fauzi menyelewengkan kekuasaannya sebagai kepala rutan yang justru terlibat pungli di rutannya sendiri.
“Terperiksa Achmad Fauzi telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan penyalahgunaan jabatan atau kewenangan yang dimiliki termasuk menyalahgunakan pengaruh sebagai insan komisi baik dalam pelaksana tugas maupun kepentingan pribadi dan atau golongan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 2 huruf B peraturan dewan pengawas nomor 3 tahun 202,” kata Tumpak dalam putusannya, Rabu (27/3/2024).
“Terperiksa tidak melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan,” sambung dia.
Atas perbuatannya, Fauzi dijatuhi sanksi berupa pernyataan permintaan maaf. Selain itu dia juga direkomendasikan ke pejabat pembina kepegawaian guna sanksi disiplin.
“Menjatuhkan sanksi berat kepada terperiksa berupa permintaan maaf secara terbuka langsung,” tegas Tumpak.
“Merekomendasikan kepada pejabat pembina kepegawaian untuk melakukan pemeriksaan guna penjatuhan hukuman disiplin kepada terperiksa,” lanjut Ketua Dewas.
Sementara itu, dalam pertimbangannya, tidak ada hal yang meringankan. Namun untuk hal yang memberatkan, Fauzi telah dinyatakan sebagai tersangka pungli oleh KPK.
Keterlibatan Fauzi dalam pungli pun juga dinilai membuat instansinya mengalami kemerosotan terhadap kepercayaan publik.
“Perbuatan terperiksa tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Terperiksa tidak merasa menyesal dan berpendapat apa yang terjadi di Rutan KPK merupakan kebodohannya selama menjabat sebagai Karutan KPK,” timpal anggota Dewas KPK Albertina Ho.
Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK)menyampaikan permohonan maaf atas kasus Pungli atau Pungutan Liar yang terjadi diRutan KPK.
Dalam kasus ini, sedikitnya 15 orang telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Polda Metro Jaya.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyampaikan permohonan maaf secara langsung kepada masyarakat Indonesia.
“Kami pimpinan KPK menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia,” kata dia saat konferensi pers, Jumat (15/5/2024).
Dia menyatakan, selaku pimpinan KPK bertanggungjawab atas terjadinya insiden tersebut. Dia memastikan akan memproses hukum siapapun yang terlibat.
“Kami selaku pimpinan komisi bertanggung jawab penuh memastikan bahwa dengan penuh ketegasan kami akan menegakkanzero tolerancedi KPK terhadap pelanggaran khususnya tipikor ini,” kata dia.
Ghufron kemudian menjelaskan, para tersangka disamping mendapatkan sanksi etik juga akan diproses secara hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Penegakan pelanggaran disiplin yang dilakukan inspektorat di mana inspektorat telah melakukan permintaan keterangan kepada pegawai rutan dan memanggil para terduga pelanggar disiplin tersebut,” kata Ghufron.
Sebanyak 76 PNS pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK)telahmenjalani pemeriksaan disiplin atas kasus keterlibatanpunglidi rutannya.
Pemeriksaan dilakukan oleh Tim Pemeriksa yang terdiri dari Inspektorat, Biro SDM, Atasan Langsung pegawai, serta para Koordinator Bagian Pengamanan yang dilakukan sejak 26 Februari hingga 21 Maret 2024.
“Pemeriksaan disiplin terhadap 76 orangPNS KPKsebagai terduga pelanggaran disiplin PNS,” kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (22/3/2024).
Setelah dilakukan rangkaian pemeriksaan, kata Ali, Tim Pemeriksa akan membuat laporan hasil pemeriksaan untuk disampaikan kepada Sekretaris Jenderal selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yang nantinya lebih berhak dalam memberikan sanksi.
Hal itu sebagaimana termaktub dalam Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS. Sementara untuk pegawainya yang non-PNS akan disanksi langsung oleh KPK.
“Adapun hukuman disiplin yang akan dijatuhkan oleh PPK KPK hanya bisa diterapkan kepada Pegawai KPK setelah Pegawai KPK beralih status menjadi PNS KPK,” tuturnya.
“Sedangkan pegawai yang bersumber dari instansi lain (PNYD), selanjutnya akan dikoordinasikan ke instansi asalnya,” sambung Ali.